LAPORAN PENDAHULUAN
EDH (EPIDURAL HEMATOM)
Oleh:
FITA PUJI ARIATI
NIM. 11.02.01.0799
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
STIKES MUHAMMADIYAH LAMONGAN
2015
1. Pengertian
Epidural hematom adalah adanya pengumpulan darah diantara tulang
tengkorak dan duramater akibat pecahnya pembuluh darah/cabang-cabang
arteri meningeal media yang terdapat di duramater, pembuluh darah ini
tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat berbahaya. Dapat terjadi
dalam beberapa jam sampai 1-2 hari. Lokasi yang paling sering yaitu di
lobus temporalis dan parietalis.
Epidural hematom (EDH) adalah suatu akumulasi atau penumpukan darah
akibat trauma yang berada diantara tulang tengkorak bagian dalam dan
lapisan membrane duramater, keadaan tersebut biasanya sering mendorong
atau menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial yang akibatnya kepala
seperti dipukul palu atau alat pemukul baseball. Pada 85-95% pasien,
trauma terjadi akibat adanya fraktur yang hebat. Pembuluh-pembuluh darah
otak yang berada di daerah fraktur atau dekat dengan daerah fraktur akan
mengalami perdarahan.
Epidural hematom biasanya terjadi akibat tekanan yang keras terhadap
pembuluh darah yang terletak diluar duramater, apakah itu terjadi pada
tulang tengkorak atau pada kolumna spinalis. Pada tulang tengkorak,
tekanan yang berlebihan pada arteri meningeal akan menyebabkan epidural
hematom. Hematoma yang terbentuk secara luas akan menekan otak,
menyebabkan pembengkakan dan akhirnya akan merusak otak. Gejala epidural
hematom dapat berupa sakit kepala hebat yang biasanya segera timbul, akan
tetapi dapat juga baru muncul beberapa jam kemudian. Kemudian sakit
kepala tersebut akan menghilang dan akan muncul lagi setelah beberapa jam
kemudian dengan nyeri yang lebih hebat dari sebelumnya. Selanjutnya bisa
terjadi peningkatan kebingungan, rasa ngantuk, kelumpuhan, pingsan,
sampai koma.
Epidural hematom terjadi akibat suatu trauma kepala, biasanya
disertai dengan fraktur pada tulang tengkorak dan adanya laserasi arteri.
Epidural hematom juga bisa disebabkan akibat pemakaian obat-obatan
antikoagulan, hemophilia, penyakit liver, penggunaan aspirin, sistemik
lupus erimatosus, fungsi lumbal.
ANATOMI MENINGEN OTAK
Selaput otak (meningen) terdiri atas tiga lapisan yaitu:
1) Durameter
Selaput keras pembungkus otak yang berasal dari jaringan ikat tebal dan
kuat, pada bagian tengkorak terdiri atas selaput (perios) tulang
tengkorak dan durameter tropia bagian dalam. Durameter mengandung rongga
yang mengalirkan darah dari vena otak, dan dinamakan sinus vena.
Persarafan Duramater
Persarafan ini terutama berasal dari cabang nervus trigeminus, tiga saraf
servikalis bagian atas, bagian servikal trunkus simpatikus dan nervus
vagus. Reseptor-reseptor nyeri dalam duramater diatas tentorium
mengirimkan impuls melalui n.trigeminus, dan suatu nyeri kepala dirujuk
ke kulit dahi dan muka. Impuls nyeri yang timbul dari bawah tentorium
dalam fossa kranialis posterior berjalan melalui tiga saraf servikalis
bagian atas, dan nyeri kepala dirujuk kebelakang kepala dan leher.
Pendarahan Duramater
Banyak arteri mensuplai duramater, yaitu; arteri karotis interna, arteri
maxillaries, arteri paringeal asenden, arteri occipitalis dan arteri
vertebralis. Dari segi klinis, yang paling penting adalah arteri meningea
media, yang umumnya mengalami kerusakan pada cedera kepala. Arteri
meningea media berasal dari arteri maxillaries dalam fossa temporalis,
memasuki rongga kranialis melalui foramen spinosum dan kemudian terletak
antara lapisan meningeal dan endosteal duramater. Arteri ini kemudian
terletak antara lapisan meningeal dan endosteal duramater. Arteri ini
kemudian berjalan ke depan dan ke lateral dalam suatu sulkus pada
permukaan atas squamosa bagian os temporale. Cabang anterior (frontal)
secara mendalam berada dalam sulkus atau saluran angulus antero-inferior
os parietale, perjalanannya secara kasar berhubungan dengan garis gyrus
presentralis otak di bawahnya. Cabang posterior melengkung kearah
belakang dan mensuplai bagian posterior duramater. Vena -vena meningea
terletak dalam lapisan endosteal duramater. Vena meningea media mengikuti
cabang-cabang arteri meningea media dan mengalir kedalam pleksus venosus
pterygoideus atau sinus sphenoparietalis. Vena terletak di lateral
arteri.
2) Arachnoidea
Arachnoidea yaitu selaput tipis yang membentuk sebuah balon yang berisi
cairan otak meliputi seluruh susunan saraf sentral, otak, dan medulla
spinalis. Arachnoidea berada dalam balon yang berisi cairan. Ruang sub
arachnoid pada bagian bawah serebelum merupakan ruangan yang agak besar
disebut sistermagna. Ruangan tersebut dapat dimasukkan jarum kedalam
melalui foramen magnum untuk mengambil cairan otak, atau disebut fungsi
sub oksipitalis.
Arachnoidea mater merupakan membran tidak permeable, halus, menutupi otak
dan terletak diantara pia mater di interna dan duramater di eksterna.
Arachnoidea mater dipisahkan dari duramater oleh suatu ruang potensial,
ruang subdural, terisi dengan suatu lapisan tipis cairan, dipisahkan dari
piamater oleh ruang subarachnoidea, yang terisi dengan cairan
serebrospinal. Permukaan luar dan dalam arachnoidea ditutupi oleh sel-sel
mesothelial yang gepeng. Pada daerah -aerah tertentu, arachnoidea
terbenam kedalam sinus venosus untuk membentuk villi arachnoidalis. Villi
arachnoidalis bertindak sebagai tempat cairan serebrospinal berdifusi
kedalam aliran darah. Arachnoidea dihubungkan ke piamater oleh untaian
jaringan fibrosa halus yang menyilang ruang subarachnoidea yang berisi
cairan. Cairan serebrospinal dihasilkan oleh pleksus choroideus dalam
ventrikulus lateralis, ketiga dan keempat otak. Cairan ini keluar dari
ventrikulus memasuki subarachnoid, kemudian bersirkulasi baik kearah atas
diatas permukaan hemispherium serebri dan kebawah disekeliling medulla
spinalis.
3) Piameter
Merupakan selaput tipis yang terdapat pada permukaan jaringan otak.
Piameter berhubungan dengan arachnoid melalui struktur jaringan ikat.
Tepi flak serebri membentuk sinus longitudinal inferior dan sinus
sagitalis inferior yang mengeluarkan darah dari flak serebri tentorium
memisahkan serebrum dengan serebelum.
Piamater merupakan suatu membrane vaskuler yang ditutupi oleh sel-sel
mesothelial gepeng. Secara erat menyokong otak, menutupi gyri dan turun
kedalam sulki yang terdalam. Piamater meluas keluar pada saraf-saraf
cranial dan berfusi dengan epineurium. Arteri serebralis yang memasuki
substansi otak membawa sarung pia mater bersamanya. Piamater membentuk
tela choroidea dari atap ventrikulus otak ketiga dan keempat, dan berfusi
dengan ependyma untuk membentuk pleksus choroideus dalam ventrikulus
lateralis, ketiga, dan keempat otak.
FISIOLOGI MENINGEN
Otak dan medulla spinalis terbungkus dalam tiga sarung membranosa yang
konsentrik. Membran yang paling luar tebal, kuat dan fibrosa disebut
duramater, membrane tengah tipis dan halus serta diketahui sebagai
arachnoidea mater, dan membrane paling dalam halus dan bersifat vaskuler
serta berhubungan erat dengan permukaan otak dan medulla spinalis serta
dikenal sebagai piamater.
Duramater mempunyai lapisan endosteal luar, yang bertindak sebagai
periosteum tulang-tulang kranium dan lapisan bagian dalam yaitu lapisan
meningeal yang berfungsi untuk melindungi jaringan saraf dibawahnya serta
saraf-saraf cranial dengan membentuk sarung yang menutupi setiap saraf
kranial. Sinus venosus terletak dalam duramater yang mengalirkan darah
venosa dari otak dan meningen ke vena jugularis interna dileher. Pemisah
duramater berbentuk sabit yang disebut falx serebri, yang terletak
vertical antara hemispherium serebri dan lembaran horizontal, yaitu
tentorium serebelli, yang berproyeksi kedepan diantara serebrum dan
serebellum, yang berfungsi untuk membatasi gerakan berlebihan otak dalam
kranium. Arachnoidea mater merupakan membrane yang lebih tipis dari
duramater dan membentuk penutup yang longgar bagi otak. Arachnoidea mater
menjembatani sulkus-sulkus dan masuk kedalam yang dalam antara
hemispherium serebri. Ruang antara arachnoidea dengan piamater diketahui
sebagai ruang subarachnoidea dan terisi dengan cairan serebrospinal.
Cairan serebrospinal merupakan bahan pengapung otak serta melindungi
jaringan saraf dari benturan mekanis yang mengenai kepala.
Piamater merupakan suatu membrane vaskuler yang menyokong otak dengan
erat. Suatu sarung pia mater menyertai cabang-cabang arteri arteri
serebralis pada saat mereka memasuki substansia otak. Secara klinis,
duramater disebut pachymeninx dan arachnoidea serta pia mater disebut
sebagai leptomeninges.
2. Penyebab
EDH sebagai akibat perdarahan pada lapisan otak yang terdapat pada
permukaan bagian dalam dari tengkorak. Hematoma Epidural dapat terjadi pada
siapa saja dan umur berapa saja, beberapa keadaan yang bisa menyebabkan
epidural hematom adalah misalnya benturan pada kepala pada kecelakaan
motor. Hematoma epidural terjadi akibat trauma kepala, yang biasanya
berhubungan dengan fraktur tulang tengkorak dan laserasi pembuluh darah.
3. Patofisiologi
Pada hematom epidural, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan
dura meter. Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila
salah satu cabang arteria meningea media robek. Robekan ini sering terjadi
bila fraktur tulang tengkorak di daerah bersangkutan. Hematom dapat pula
terjadi di daerah frontal atau oksipital. Arteri meningea media yang masuk
di dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan antara durameter dan
tulang di permukaan dan os temporale. Perdarahan yang terjadi menimbulkan
hematom epidural, desakan oleh hematoma akan melepaskan durameter lebih
lanjut dari tulang kepala sehingga hematom bertambah besar. Hematoma yang
membesar di daerah temporal menyebabkan tekanan pada lobus temporalis otak
kearah bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian medial lobus
mengalami herniasi di bawah pinggiran tentorium. Keadaan ini menyebabkan
timbulnya tanda-tanda neurologik. Tekanan dari herniasi unkus pada
sirkulasi arteria yang mengurus formation retikularis di medulla oblongata
menyebabkan hilangnya kesadaran. Di tempat ini terdapat nuclei saraf
cranial ketiga (okulomotorius). Tekanan pada saraf ini mengakibatkan
dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan pada lintasan
kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan kelemahan
respons motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan
tanda babinski positif. Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi
otak akan terdorong kearah yang berlawanan, menyebabkan tekanan
intracranial yang besar. Timbul tanda-tanda lanjut peningkatan tekanan
intracranial antara lain kekakuan deserebrasi dan gangguan tanda-tanda
vital dan fungsi pernafasan. Karena perdarahan ini berasal dari arteri,
maka darah akan terpompa terus keluar hingga makin lama makin besar. Ketika
kepala terbanting atau terbentur mungkin penderita pingsan sebentar dan
segera sadar kembali. Dalam waktu beberapa jam, penderita akan merasakan
nyeri kepala yang progersif memberat, kemudian kesadaran berangsur menurun.
Masa antara dua penurunan kesadaran ini selama penderita sadar setelah
terjadi kecelakaan di sebut interval lucid. Fenomena lucid interval terjadi
karena cedera primer yang ringan pada Epidural hematom. Kalau pada subdural
hematoma cedera primernya hamper selalu berat atau epidural hematoma dengan
trauma primer berat tidak terjadi lucid interval karena pasien langsung
tidak sadarkan diri dan tidak pernah mengalami fase sadar.
4. Tanda dan Gejala
Pasien dengan EDH seringkali tampak memar di sekitar mata dan di belakang
telinga. Sering juga tampak cairan yang keluar pada saluran hidung atau
telinga. Tanda dan gejala yang tampak pada pasien dengan EDH antara lain:
a. Penurunan kesadaran, bisa sampai koma
b. Bingung
c. Penglihatan kabur
d. Susah bicara
e. Nyeri kepala yang hebat
f. Keluar cairan darah dari hidung atau telinga
g. Nampak luka yang dalam atau goresan pada kulit kepala.
h. Mual
i. Pusing
j. Berkeringat
k. Pucat
l. Pupil anisokor, yaitu pupil ipsilateral menjadi melebar.
5. Pemeriksaan Penunjang
a. CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik,
menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
b. Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti
pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.
c. X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis (perdarahan/edema), fragmen tulang.
d. Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan
(oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
e. Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrakranial.
6. Komplikasi
a. Edema serebri, merupakan keadaan-gejala patologis, radiologis, maupun
tampilan intra-operatif dimana keadaan ini mempunyai peranan yang
sangat bermakna pada kejadian pergeseran otak (brain shift) dan
peningkatan tekanan intracranial
b. Kompresi batang otak sehingga mengakibatkan kematian
7. Penatalaksanaan
a. Perawatan sebelum ke Rumah Sakit
1) Stabilisasi terhadap kondisi yang mengancam jiwa dan lakukan terapi
suportif dengan mengontrol jalan nafas dan tekanan darah.
2) Berikan O2 dan monitor
3) Berikan cairan kristaloid untuk menjaga tekanan darah sistolik
tidak kurang dari 90 mmHg.
4) Pakai intubasi, berikan sedasi dan blok neuromuskuler
b. Perawatan di bagian Emergensi
1) Pasang oksigen (O2), monitor dan berikan cairan kristaloid untuk
mempertahankan tekanan sistolik diatas 90 mmHg.
2) Pakai intubasi, dengan menggunakan premedikasi lidokain dan obat-
obatan sedative misalnya etomidate serta blok neuromuskuler.
Intubasi digunakan sebagai fasilitas untuk oksigenasi, proteksi
jalan nafas dan hiperventilasi bila diperlukan.
3) Elevasikan kepala sekitar 30O setelah spinal dinyatakan aman atau
gunakan posis trendelenburg untuk mengurangi tekanan intra kranial
dan untuk menambah drainase vena.
4) Berikan manitol 0,25-1 gr/ kg iv. Bila tekanan darah sistolik turun
sampai 90 mmHg dengan gejala klinis yang berkelanjutan akibat
adanya peningkatan tekanan intra kranial.
5) Hiperventilasi untuk tekanan parsial CO2 (PCO2) sekitar 30 mmHg
apabila sudah ada herniasi atau adanya tanda-tanda peningkatan
tekanan intrakranial (ICP).
6) Berikan phenitoin untuk kejang-kejang pada awal post trauma, karena
phenitoin tidak akan bermanfaat lagi apabila diberikan pada kejang
dengan onset lama atau keadaan kejang yang berkembang dari kelainan
kejang sebelumnya.
Terapi obat-obatan:
1) Gunakan Etonamid sebagai sedasi untuk induksi cepat, untuk
mempertahankan tekanan darah sistolik, dan menurunkan tekanan
intrakranial dan metabolisme otak. Pemakaian tiophental tidak
dianjurkan, karena dapat menurunkan tekanan darah sistolik. Manitol
dapat digunakan untuk mengurangi tekanan intrakranial dan memperbaiki
sirkulasi darah. Phenitoin digunakan sebagai obat propilaksis untuk
kejang – kejang pada awal post trauma. Pada beberapa pasien diperlukan
terapi cairan yang cukup adekuat yaitu pada keadaan tekanan vena
sentral (CVP) > 6 cmH2O, dapat digunakan norephinephrin untuk
mempertahankan tekanan darah sistoliknya diatas 90 mmHg.
2) Diuretik Osmotik
Misalnya Manitol : Dosis 0,25-1 gr/ kg BB iv.
Kontraindikasi pada penderita yang hipersensitiv, anuria, kongesti
paru, dehidrasi, perdarahan intrakranial yang progreasiv dan gagal
jantung yang progresiv.
Fungsi : Untuk mengurangi edema pada otak, peningkatan tekanan
intrakranial, dan mengurangi viskositas darah, memperbaiki sirkulasi
darah otak dan kebutuhan oksigen.
3) Antiepilepsi
Misalnya Phenitoin : Dosis 17 mg/ kgBB iv, tetesan tidak boleh
berlebihan dari 50 (Dilantin) mg/menit.
Kontraindikasi; pada penderita hipersensitif, pada penyakit dengan
blok sinoatrial, sinus bradikardi, dan sindrom Adam-Stokes.
Fungsi : Untuk mencegah terjadinya kejang pada awal post trauma.
8. Masalah dan Data yang perlu dikaji
a. Data pasien
b. Keluhan utama
c. Riwayat kesehatan sekarang
d. Riwayat kesehatan masa lalu
e. Riwayat kesehatan keluarga
f. Pengkajian psikososial kultural dan spiritual
1) Status psikologi dan perkembangan
2) Sosial ekonomi
3) Budaya
4) Spiritual
g. Pengkajian fisik
h. Pemeriksaan penunjang
Pengkajian pada pasien dengan epidural hematom meliputi :
a. Breathing : Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan
irama jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman,
frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia
breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana
karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada
jalan napas.
b. Blood : Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah
bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi
rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi
menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial.
Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi
dengan bradikardia, disritmia).
c. Brain : Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi
adanya gangguan otak akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran
sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus,
kehilangan pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan
hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus
cranialis, maka dapat terjadi :
1) Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian,
konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan
memori)
2) Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia,
kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia
3) Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada
mata.
4) Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
5) Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus
vagus menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
6) Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh
kesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan
menelan.
7) Pemeriksaan GCS
Pengkajian saraf kranial :
Pengkajian saraf kranial yang ditemui pada Epidural Hematom :
Saraf I : klien akan mengalami gangguan penciuman/anosmia unilateral dan
bilateral
Saraf II : klien yang mengalami hematom palpebra akan mengalami penurunan
lapang pandang dan mengganggu fungsi saraf optikus
Saraf III, IV, dan VI : klien mengalami gangguan anisokoria
Saraf V : klien mengalami gangguan koordinasi kemampuan dalam mengunyah
Saraf VII : persepsi pengecapan mengalami perubahan
Saraf VIII ; pendengaran mengalami perubahan
Saraf IX dan X : kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan dalam
membuka mulut
Saraf XI : klien tidak mampu mobilisasi
Saraf XII : indra pengecapan mengalami perubahan
d. Bladder : Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi,
inkontinensia uri, ketidakmampuan menahan miksi.
e. Bowel : Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual,
muntah (mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan
selera. Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya proses eliminasi
alvi.
f. Bone : Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese,
paraplegi. Pada kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena
imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan
antara otot-otot antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya
hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain
itu dapat pula terjadi penurunan tonus otot.
Pohon Masalah
Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
penghentian aliran darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral
2) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
(cedera pada pusat pernapasan otak).
3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau
kognitif. Penurunan kekuatan/tahanan. Terapi pembatasan /kewaspadaan
keamanan, misal: tirah baring, imobilisasi.
4) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik, biologis : trauma
Pre op
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik, biologis : trauma
2) Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
penghentian aliran darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral
Intra op
1) Resiko devicit volume berhubungan dengan perdarahan
2) Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan penurunan kesadaran
Post op
1) Nyeri akut berhubungan dengan luka insisi
2) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah
akibat efek anastesi
Rencana Tindakan Keperawatan
"No."Diagnosa "Tujuan dan Kriteria "Intervensi dan "
" "Keperawatan "Hasil "Rasional "
"1. "Ketidakefektif"NOC : tissue "Tentukan faktor-faktor"
" "an perfusi "perfusion : "yg menyebabkan "
" "jaringan "cerebral, "koma/penurunan perfusi"
" "serebral "circulation status "jaringan otak dan "
" "berhubungan " "potensial peningkatan "
" "dengan "Kriteria hasil : "TIK "
" "penghentian "Tidak ada "Rasional : Penurunan "
" "aliran darah "peningkatan TIK "tanda/gejala "
" "(hemoragi, "TIK normal pada "neurologis atau "
" "hematoma); "waktu istirahat : 10"kegagalan dalam "
" "edema cerebral"mmHg (136 mm H2O) "pemulihannya setelah "
" " "TIK tidak normal : >"serangan awal, "
" " "20 mm Hg "menunjukkan perlunya "
" " "TIK kenaikan berat :"pasien dirawat di "
" " "> 40 mm Hg "perawatan intensif. "
" " " "Pantau /catat status "
" " "Tanda-tanda vital "neurologis secara "
" " "dalam batas normal "teratur dan bandingkan"
" " " "dengan nilai standar "
" " " "GCS "
" " " "Rasional : Mengkaji "
" " " "tingkat kesadaran dan "
" " " "potensial peningkatan "
" " " "TIK dan bermanfaat "
" " " "dalam menentukan "
" " " "lokasi, perluasan dan "
" " " "perkembangan kerusakan"
" " " "SSP "
" " " "Evaluasi keadaan "
" " " "pupil, ukuran, "
" " " "kesamaan antara kiri "
" " " "dan kanan, reaksi "
" " " "terhadap cahaya "
" " " "Rasional : Reaksi "
" " " "pupil diatur oleh "
" " " "saraf cranial "
" " " "okulomotor (III) "
" " " "berguna untuk "
" " " "menentukan apakah "
" " " "batang otak masih baik"
" " " "Pantau tanda-tanda "
" " " "vital: TD, nadi, "
" " " "frekuensi nafas, suhu "
" " " "Rasional : Peningkatan"
" " " "TD sistolik yang "
" " " "diikuti oleh penurunan"
" " " "TD diastolik (nadi "
" " " "yang membesar) "
" " " "merupakan tanda "
" " " "terjadinya peningkatan"
" " " "TIK, jika diikuti oleh"
" " " "penurunan kesadaran. "
" " " "Pantau intake dan out "
" " " "put, turgor kulit dan "
" " " "membran mukosa. "
" " " "Rasional : Bermanfaat "
" " " "sebagai indikator dari"
" " " "cairan total tubuh "
" " " "yang terintegrasi "
" " " "dengan perfusi "
" " " "jaringan "
"2. "Ketidakefektif"NOC: respiratory "NIC: airway management"
" "an pola nafas "status : ventilation"Buka jalan nafas "
" "berhubungan "Respiratory status :"Rasional : mematenkan "
" "dengan "airway patency "jalan nafas "
" "kerusakan "Vital sign status "Posisikan pasien "
" "neurovaskuler "Kriteria Hasil: "Rasional : "
" "(cedera pada "Menunjukkan jalan "memaksimalkan "
" "pusat "nafas yang paten "ventilasi "
" "pernapasan "Tanda vital dalam "Pasang mayo "
" "otak). "rentang normal "Rasional : mencegah "
" " " "lidah jatuh ke "
" " " "belakang "
" " " "Berikan oksigen "
" " " "Rasional : memudahkan "
" " " "pasien bernafas "
" " " "Lakukan suction "
" " " "Rasional : "
" " " "membersihkan sekret di"
" " " "jalan nafas "
"3. "Hambatan "NOC : "NIC : exercise therapy"
" "mobilitas "Joint movement : "monitor tanda vital "
" "fisik "active "sebelum dan sesudah "
" "berhubungan "Mobility level "latihan "
" "dengan "Self care : ADLs "Rasional : mengetahui "
" "kerusakan "Kriteria Hasil : "tingkat toleransi "
" "persepsi atau "klien meningkat "pasien terhadap "
" "kognitif, "dalam aktivitas "latihan yang diberikan"
" "penurunan "fisik "bantu klien "
" "kekuatan/tahan"mengerti tujuan dari"menggunakan alat bantu"
" "an. Terapi "peningkatan "Rasional : mencegah "
" "pembatasan "mobilitas "terjadinya cedera "
" "/kewaspadaan "memperagakan "latih pasien dalam "
" "keamanan, "penggunaan alat "pemenuhan kebutuhan "
" "misal: tirah "bantu "ADLs secara mandiri "
" "baring, " "Rasional : pasien "
" "imobilisasi " "mampu melakukan ADL s "
" " " "secara mandiri "
" " " "dampingi pasien saat "
" " " "mobilisasi "
" " " "Rasional : mencegah "
" " " "cedera "
" " " "ajarkan pasien "
" " " "mengubah posisi "
" " " "Rasional : mencegah "
" " " "terjadinya luka "
" " " "dekubitus "
"4. "Nyeri akut "NOC: pain level dan "NIC:Pain Managament "
" "berhubungan "pain control "lakukan pengkajian "
" "dengan agen "Kriteria Hasil: "nyeri secara "
" "injuri fisik, "Pasien mampu "komprehensif "
" "biologis : "mengontrol nyeri "(P=penyebab, "
" "trauma "(tahu penyebab nyeri"Q=kualitas dan "
" " "dan mampu "kuantitas, R=daerah "
" " "menggunakan teknik "dan penyebarannya, "
" " "nonfarmakologi untuk"S=seberapa kuat nyeri "
" " "mengurangi nyeri) "yang dirasakan, "
" " "Mampu mengenali "T=waktu terjadinya "
" " "nyeri (skala, "nyeri) "
" " "intensitas, "Rasional : mengetahui "
" " "frekuensi) "skala nyeri yang "
" " "Menyatakan rasa "dirasakan pasien "
" " "nyaman setelah nyeri"kontrol lingkungan "
" " "berkurang "pasien yang dapat "
" " " "mempengaruhi nyeri "
" " " "seperti suhu ruangan, "
" " " "pencahayaan, dan "
" " " "kebisingan "
" " " "Rasional : memberikan "
" " " "kenyamanan bagi pasien"
" " " "ajarkan tentang teknik"
" " " "non farmakologi "
" " " "seperti teknik "
" " " "relaksasi nafas dalam "
" " " "Rasional : mengalihkan"
" " " "rasa nyeri yang "
" " " "dirasakan pasien "
" " " "tingkatkan istirahat "
" " " "Rasional : manajemen "
" " " "energi pasien "
" " " "evaluasi keefektifan "
" " " "control nyeri "
" " " "Rasional : "
" " " "mengevaluasi hasil "
" " " "tindakan dan "
" " " "menentukan intervensi "
" " " "lanjutan "
DAFTAR PUSTAKA
1) Smeltzer , Suzanna C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta: EGC
2) Kusuma, Hardi&Amin Huda Nurarif. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatab
Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA. Yogyakarta: Media Action
Publishing
3) Nanda International. 2011. Diagnosis Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC
4) Joanne McCloskey Dochterman&Gloria M. Bulechek. 2004. Nursing
Interventions Classification (NIC) Fourth Edition. Mosby: United States
America
5) Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta:
Media Aesculapius FK UI
6) Muttaqin, Arif. 2012. Pengantar Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
7)
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&u
act=8&ved=0CDUQFjAB&url=http%3A%2F%2Ftiarasalsabilatoniputri.files.wordpr
ess.com%2F2012%2F04%2Fpenatalaksanaan-cedera-
kepala.doc&ei=nc6KU9bjK9Tc8AWC34GgCw&usg=AFQjCNEEcLjZ43SL0GBIXx5jmLryf47w
&sig2=Odq4mYJZUHEE3_g31u1QjA&bvm=bv.67720277,d.dGc diakses tanggal 1
Juni 2014
8) Batticaca Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Persarafan.Jakarta : Salemba Medika
9) Pierce A. Grace & Neil R. Borley. 2006. Ilmu Bedah. Jakarta : Erlangga
-----------------------
Trauma kepala
Terputusnya kontinuitas jaringan kulit, otot, dan vaskuler
Gangguan suplai darah
Girus medialis lobus temporalis tergeser
iskemia
Perubahan sirkulasi cairan serebrospinal
Herniasi unkus
Peningkatan TIK
Perdarahan, hematoma
Mesensefalon tertekan
Gangguan kesadaran
Resiko cedera
imobilisasi
Defisit perawatan diri
Resiko gangguan integritas kulit
hipoksia
Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
Kerusakan sel otak
Meningkatkan rangsangan simpatis
Meningkatkan tahanan vaskuler sistemik dan tekanan darah
Menurunkan tekanan pembuluh darah pulmonal
Peningkatan tekanan hidrostatik
Kebocoran cairan kapiler
Oedem paru
Difusi oksigen terhambat
Ketidakefektifan pola nafas
Mual muntah, papilodema, pandangan kabur, penurunan fungsi pendengaran,
nyeri
Gangguan persepsi sensori
Resiko kekurangan volume cairan
Defisiensi pengetahuan
Nyeri akut