Bab 2 Dasar Teori
2.1.
Prinsip Konversi Energi Angin
Energi kinetik dalam benda bergerak dirumuskan dengan persamaan
= 12 mv 2 E =
(2.1)
dimana: m : massa udara yang bergerak (kg) v : adalah kecepatan angin (m/s). Energi kinetik yang terkandung dalam angin inilah yang ditangkap oleh turbin angin untuk memutar rotor. Untuk menganalisis seberapa besar energi angin yang dapat diserap oleh turbin angin, digunakan teori momentum elementer betz. 2.1.1. Teori Momentum Elementer Betz
Teori momentum elementer Betz sederhana berdasarkan pemodelan aliran dua dimensi angin yang mengenai rotor menjelaskan prinsip konversi energi angin pada turbin angin. Kecepatan aliran udara berkurang dan garis aliran membelok ketika melalui rotor dipandang pada satu bidang. Berkurangnya kecepatan aliran udara disebabkan sebagian energi kinetik angin diserap oleh rotor turbin angin. Pada kenyataannya, putaran rotor menghasilkan perubahan kecepatan angin pada arah tangensial yang akibatnya mengurangi jumlah total energi yang dapat diambil dari angin. Walaupun teori elementer Betz telah mengalami penyederhanaan, namun teori ini cukup baik untuk menjelaskan bagaimana energi angin dapat dikonversi menjadi bentuk energi lainnya. Dengan menganggap bahwa kecepatan udara yang melalui penampang A adalah sebesar v, maka aliran volume udara yang melalui penampang rotor pada setiap satuan waktu adalah
& = vA V
(2.2)
dimana:
6
3
& = laju volume udara (m /s) V v = kecepatan angin (m/s) A = luas = luas area sapuan rotor (m2) Dengan demikian, laju aliran massa dapat dirumuskan dengan persamaan:
& = ρvA m
(2.3)
dimana 3
ρ = ρ = massa jenis udara (kg/m ) persamaan yang menyatakan energi kinetik yang melalui penampang A pada setiap satuan waktu dapat dinyatakan sebagai daya yang melalui penampang A adalah: P = 12 ρ v 3 A
(2.4)
dimana: P = daya mekanik (Watt) Energi kinetik dapat diambil dari angin dengan mengurangi kecepatannya. Artinya kecepatan udara di belakang rotor akan lebih rendah daripada kecepatan udara di depan rotor. Energi mekanik yang diambil dari angin setiap satuan waktu didasarkan pada perubahan kecepatannya dapat dinyatakan dengan persamaan: P = 12 ρ A1v13 − 12 ρ A2 v23 = 12 ρ A1 (v13 − v23 )
(2.5)
dimana: P
= daya yang diekstraksi (Watt)
ρ
= massa jenis udara (kg/m )
2
A1 = luas penampang aliran udara sebelum melalui melalui rotor (m2) 2
A2 = luas penampang aliran udara setelah melalui rotor (m ) v1 = kecepatan aliran udara sebelum melewati rotor (m/s) v2 = kecepatan aliran udara setelah melewati rotor (m.s)
dengan asumsi massa jenis tidak mengalami perubahan maka sesuai hukum kontinuitas sebagai berikut: ρ A1v1 = ρ A2v2
(2.6)
7
•
Erich Hau [1]
Gambar 2.1 kondisi aliran udara akibat ekstraksi energi mekanik aliran bebas maka:
& (v1 − v 2 ) P = 12 m
(2.7)
dari persamaan tersebut dapat disimpulkan bahwa daya terbesar yang diambil dari angin adalah jika
v2 bernilai nol, yaitu angin berhenti setelah melalui rotor,
namun hal ini tidak dapat terjadi karena tidak memenuhi hukum kontinuitas. Energi angin yang diubah akan semakin besar jika v2 semakin kecil, atau dengan kata lain rasio v1 /v2 harus semakin besar. Persamaan lainnya yang diperlukan untuk mencari besarnya daya yang dapat diambil adalah persamaan momentum
& (v1 − v2 ) F = m
(2.8)
dimana: F = gaya (N)
& = laju aliran massa udara (kg/s) m sesuai dengan hukun ke-2 Newton bahwa gaya aksi akan sama dengan gaya reaksi, gaya yang diberikan udara kepada rotor akan sama dengan gaya hambat oleh rotor yang menekan udara ke arah yang berlawanan dengan arah gerak udara. Daya yang diperlukan untuk menghambat aliran udara adalah:
& (v1 − v2 )v' P = Fv' = m dimana:
8
v’ = kecepatan aliran udara pada rotor (m/s) Kedua persamaan diatas digabungkan menunjukkan hubungan 1 2
& (v12 − v22 ) = m& (v1 − v2 )v' m
sehingga v' = 12 (v1 − v 2 )
(2.9)
maka kecepatan aliran udara ketika melalui rotor adalah v' =
(v1 − v 2 ) 2
(2.10)
laju aliran massa menjadi
& = ρ Av' = 12 ρ A(v1 − v 2 ) m
(2.11)
2.1.2. Koefisien Daya
Koefisien daya adalah hal penting dalam merancang turbin angin karena menunjukkan berapa besar energi angin yang dapat diekstraksi dari energi kinetik angin yang melalui penampang rotor. Koefisien daya sangat mempengeruhi kinerja turbin angin, dan dipengaruhi oleh konstruksi turbin angin dan prinsip konversi energinya. Keluaran daya dari rotor dinyatakan dengan P = 14 ρ A(v12 − v 22 )(v1 − v 2 )
(2.12)
sedangkan daya yang melewati penampang rotor adalah P 0 = 12 ρ v13 A
(2.13)
perbandingan antara daya keluaran motor terhadap daya total yang melalui penampang rotor disebut koefisien daya c p. c p =
P P 0
=
1 4
ρ A(v12 − v22 )(v1 − v 2 ) 1 2
ρ v13 A
(2.14)
dimana: c p = koefisien daya ( power coefficient ) P = Daya mekanik yang dihasilkan rotor (Watt) P 0 = Daya mekanik total yang terkandung dalam angin yang melalui A (Watt)
9
persamaan di atas kemudian disederhanakan menjadi: 2
⎛ v ⎞ v = 12 1 − ⎜⎜ 2 ⎟⎟ ⋅ 1 + 2 c p = P 0 v1 ⎝ v1 ⎠ P
(2.15)
dengan memasukkan nilai v2/v1, maka c p dapat disajikan dalam bentuk tabel berikut:
- Erich Hau [1] Gambar 2.2 Koefisien daya terhadap rasio kecepatan aliran udara dengan demikian c p akan bernilai maksimum jika v2 /v1 = 1/3, ini disebut dengan Betz’s limit, dimana nilai koefisien daya tidak akan melebihi nilai ideal yaitu sebesar 0.593.
2.1.3. Gaya Aerodinamik Pada Rotor
Ada dua macam gaya yang menggerakkan rotor pada turbin angin, yaitu gaya lift dan drag . Gaya lift adalah gaya pada arah tegak lurus arah aliran yang dihasilkan ketika fluida bergerak melalui benda yang berpenampang airfoil. Jika penampang airfoil menyapu udara dengan kecepatan tertentu maka tekanan udara pada bagian atas sayap akan lebih kecil dari bagian bawah pesawat, hal ini menyebabkan adanya gaya angkat pada sayap tersebut yang disebut gaya lift .
10
Sedangkan gaya drag adalah gaya hambat yang arahnya berlawanan dengan arah gerak benda. Turbin angin jenis drag umumnya memiliki koefisien daya yang relatif rendah karena banyak terjadi rugi-rugi yang ditimbulkan oleh turbulensi yang terjadi. Kecepatan putar rotornya juga relatif rendah. Turbin angin jenis lift memiliki koefisien daya yang relatif besar dan kecepatan sudut rotor yang relatif tinggi dibandingkan dengan turbin angin jenis drag . Gaya lift dan drag bergantung pada koefisien lift C L dan koefisien drag C D, juga berbanding lurus dengan kecepatan angin. Luas penampang sudu dan sudut serang juga mempengaruhi besarnya gaya lift L dan drag L yang timbul. Lift dan drag dapat dihtung dengan menggunakan persamaan: L = C L
ρ 2 Av 2
(2.16)
ρ 2 Av 2
(2.17)
dan D = C D dimana: L = gaya lift (N) D = gaya drag (N)
•
Erich Hau [1]
Gambar 2.3 Gaya aerodinamik yang dialami sudu ketika dilalui aliran udara
11
2.2.
Jenis-Jenis Turbin Angin
Turbin angin sebagai mesin konversi energi angin dapat digolongkan berdasarkan prinsip aerodinamik yang dimanfaatkan rotornya dan berdasarkan konstruksinya. Berdasarkan prinsip aerodinamik yang digunakan, turbin angin dibagi menjadi 2 kelompok yaitu: 1. Jenis Drag (prinsip konversi energi memanfaatkan selisih koefisien drag ) 2. Jenis Lift (prinsip konversi energi memanfaatkan gaya lift ) Sedangkan bila dibedakan berdasarkan arah sumbu rotasi rotor, turbin angin dibagi menjadi dua kelompok yaitu: 1. Turbin angin sumbu vertikal 2. Turbin angin sumbu horizontal/ Turbin angin aksial Pengelompokan berdasarkan prinsip aerodinamik pada rotor yang dimaksud adalah apakah turbin angin menangkap energi angin dengan hanya memanfaatkan gaya drag dari aliran udara yang melalui rotor atau memanfaatkan gaya lift yang dihasilkan dari aliran udara yang melalui penampang aerodinamis sudu. Dua kelompok ini memiliki perbedaan yang jelas pada kecepatan putar rotornya. Rotor turbin angin jenis drag berputar dengan putaran rendah sehingga disebut juga turbin angin putaran rendah. Rotor turbin angin jenis lift pada umumnya berputar pada kecepatan tinggi jika dibandingkan dengan jenis drag sehingga disebut juga sebagai turbin angin putaran ti nggi. Turbin angin digolongkan menjadi dua kelompok berdasarkan arah sumbu rotornya yaitu turbin angin sumbu vertikal dan turbin angin aksial atau turbin angin sumbu horizontal. Turbin angin sumbu vertikal memiliki sudu yang bergerak pada sumbu putar yang tegak lurus dengan tanah. Turbin angin aksial atau turbin angin sumbu horizontal memiliki sudu yang berputar pada sumbu putar yang sejajar dengan tanah. Ada beberapa rancangan untuk masing-masing tipe, dan masing-masing memiliki keuntungan dan kekurangan.
2.2.1. Turbin Angin Sumbu Vertikal
Turbin angin sumbu vertikal adalah jenis turbin angin yang pertama dibuat manusia. Pada awalnya putaran rotornya hanya memanfaatkan efek magnus yaitu
12
karena adanya selisih gaya drag pada kedua sisi rotor sehingga menghasilkan momen gaya terhadap sumbu putar rotor. Satu diantara contoh turbin angin sumbu vertikal jenis drag adalah turbin angin savonius, terdiri dari dua atau tiga lembar pelat yang dilengkungkan pada arah tangensial yang sama terhadap sumbu putar. Turbin
angin
sumbu
vertikal
modern
menerapkan
bentuk
yang
aerodinamis pada rotornya untuk menghasilkan momen gaya. Contohnya adalah turbin angin Darrieus. Pada turbin angin Darrieus, sudu dibentuk melengkung dan berputar menyapu ruangan seperti tali yang berputar pada sumbu vertikal. Hal ini menyebabkan bentuk geometri sudunya rumit dan sulit untuk dibuat. Rotor turbin angin Darrieus pada umumnya terdiri atas dua atau tiga sudu. Variasi dari turbin angin Darrieus adalah yang disebut dengan Turbin angin H. Tersusun dari dua atau tiga sudu lurus yang dihubungkan dengan struktur rangka ke poros. Keuntungan dari konsep turbin angin sumbu vertikal adalah sederhana dalam perancangannya, diantaranya memungkinkan menempatkan komponen mekanik dan komponen elektronik, transmisi roda gigi dan generator dekat dengan permukaan tanah. Rotor turbin angin sumbu vertikal berputar tanpa dipengaruhi arah angin sehingga tidak mebutuhkan mekanisme pengatur arah seperti pada turbin angin aksial.
- Erich Hau [1] Gambar 2.4 Varian turbin angin sumbu vertikal
13
Pada penerapannya, turbin angin Savonius digunakan pada keperluan kecil dan sederhana, terutama untuk memutar pompa air. Turbin angin Savonius tidak sesuai digunakan untuk pembangkit listrik dikarenakan tip speed ratio dan faktor daya yang relatif rendah. Dengan rancangan aerodinamik yang optimal, turbin angin savonius akan mencapai faktor daya yang terbesar 0,25. Turbin angin Darrieus dapat digunakan untuk pembangkit listrik karena memiliki putaran yang lebih tinggi dan faktor daya yang lebih besar dibandingkan turbin angin Savonius.
2.2.2. Turbin Angin Aksial
Turbin angin aksial atau turbin angin sumbu horizontal mempunyai konstruksi yang khas, yaitu sumbu putar terletak sejajar dengan permukaan tanah, selain itu sumbu putar rotornya selalu searah dengan arah angin. Konsep turbin angin aksial adalah menyerupai baling-baling yang menangkap energi angin dan mengubahnya menjadi energi gerak rotasi poros. Berdasarkan letak rotor terhadap arah angin, turbin angin aksial dibedakan menjadi dua macam yaitu: 1. Upwind 2. Downwind Turbin angin jenis upwind memiliki rotor yang menghadap arah datangnya angin sedangkan turbin angin jenis downwind memiliki rotor yang membelakangi arah datang angin.
Arah angin
Upwind
downwind
Gambar 2.5 Turbin angin jenis upwind dan downwind
14
Terdapat beberapa karakteristik pada pengembangan turbin angin aksial yang menjadi perhatian besar dalam perancangannya, diantaranya: 1. Pada rancangan rotor, putaran rotor dan daya output dapat dikendalikan dengan mengatur sudut pitch (yaitu sudut kemiringan sudu terhadap bidang tangensial putaran rotor). Selain itu, pengaturan sudut pitch sudu rotor adalah cara yang paling efektif untuk mengatasi kecepatan angin yang terlalu tinggi dan kondisi angin yang ekstrim, terutama pada turbin angin berukuran besar. 2. Kinerja turbin angin sangat dipengaruhi oleh aspek aerodinamis sudu. Bentuk sudu yang aerodinamis akan memberikan efisiensi yang tinggi. Efisiensi yang tinggi akan diperoleh jika gaya lift yang dihasilkan besar dan gaya drag kecil. Rotor pada turbin angin aksial terdiri dari sejumlah sudu yang berputar menyapu bidang yang tegak lurus dengan arah angin. Turbin angin aksial jenis windmill memiliki sudu dengan jumlah banyak dan ukuran yang lebar, putarannya rendah dan faktor daya yang dicapai relatif rendah. Rotor turbin angin aksial modern memiliki tiga, dua, atau satu sudu yang terhubung ke poros. Bentuk sudu pada umumnya tirus atau parabolik, dengan bentuk penampang airfoil guna mendapatkan perbandingan lift terhadap drag yang besar. 2.3.
Merancang Rotor
Rotor terdiri dari komponen yang keseluruhannya berputar ketika beroperasi. Tempat terjadinya ekstraksi energi kinetik angin menjadi energi mekanik rotasi rotor. 2.3.1. Pemilihan Diameter Rotor dan Jumlah Sudu
Diameter rotor yang dipilih berkaitan dengan besar luaran daya yang diinginkan. Hugh Piggots merumuskan persamaan untuk menentukan diameter rotor jika daya dan putaran generator telah diketahui: 3
⎛ 47λ ⎞ D = P ⎜ ⎟ ⎝ n ⎠
(2.18)
5
15
dimana: D = diameter rotor (m) P = luaran daya yang diinginkan (Watt) λ = tip speed ratio Selain luaran daya, kecepatan angin mula juga menjadi pertimbangan pemilihan diameter rotor. Semakin besar diameter rotor, maka kecepatan angin minimal yang diperlukan untuk memutar rotor menjadi lebih kecil. Pemilihan jumlah sudu berkaitan dengan rasio kecepatan ujung ( tip speed ratio) yang diinginkan dan juga aspek keindahan. Jumlah sudu yang banyak akan menghasilkan tip speed ratio yang kecil, sedangkan jumlah sudu yang lebih sedikit akan mengasilkan tip speed ratio yang besar. Jumlah sudu yang umum pada turbin angin adalah satu sudu, dua sudu, atau tiga sudu, namun ada juga yang menggunakan hingga 20 sudu. 2.3.2. Tip speed ratio
Tip speed ratio (rasio kecepatan ujung) adalah rasio kecepatan ujung rotor terhadap kecepatan angin bebas. Untuk kecepatan angin nominal yang tertentu, tip speed ratio akan berpengaruh pada kecepatan putar rotor. Turbin angin tipe lift akan memiliki tip speed ratio yang relatif lebih besar dibandingkan dengan turbin angin tipe drag . Tip speed ratio dihitung dengan persamaan: λ =
π Dn 60v
(2.19)
dimana: λ = tip speed ratio D = diameter rotor (m) n = putaran rotor (rpm) v = kecepatan angin (m/s) Grafik berikut menunjukkan variasi nilai tip speed ratio dan koefisien daya c p untuk berbagai macam turbin angin.
16
- Erich Hau [1] Gambar 2.6 Nilai koefisien daya dan tip speed ratio untuk berbagai turbin angin 2.3.3. Profil Airfoil
Profil airfoil adalah elemen penting dalam konversi energi angin. Profil airfoil memberikan nilai koefisien drag yang kecil jika dibandingkan dengan lift yang
diberikan.
Terdapat
beberapa
variabel
yang
dinyatakan
dalam
menggambarkan bentuk airfoil diantaranya panjang profil airfoil (chord ), ketebalan (thickness), dan kelengkungan (chamber ). Bentuk airfoil untuk turbin angin pada umumnya melengkung pada bagian atas dan lebih datar atau bahkan cekung pada bagian bawah, ujung tumpul pada bagian depan dan lancip pada bagian belakang. Bentuk airfoil yang demikian menyebabkan kecepatan udara yang melalui sisi atas akan lebih tinggi dari sisi bawah sehingga tekanan udara di bagian atas akan lebih kecil daripada kecepatan udara di bagian bawah. Penampang sudu dengan profil airfoil memungkinkan efisiensi yang tinggi. Untuk turbin angin, profil airfoil yang digunakan bergantung pada
17
beberapa pertimbangan diantaranya aspek koefisien daya yang ingin dicapai, aspek estetika, dan aspek keterbuatan.
•
Eric Hau [1]
Gambar 2.7 Berbagai bentuk airfoil yang berkembang saat ini. 2.3.4. Geometri Sudu
Ada empat macam bentuk sudu secara umum yaitu persegi panjang (rectangular ), tirus (linear taper ), tirus terbalik (reverse linear taper ), tirus parabolik ( parabolic taper ).
•
Eric Hau [1]
Gambar 2.8 Geometri sudu bentuk tirus
Bentuk sudu tirus memiliki efisiensi yang lebih besar daripada bentuk persegi panjang, dan bentuk tirus parabolik memiliki efisiensi lebih besar daripada bentuk tirus lurus. Bentuk sudu yang memiliki efisiensi paling kecil adalah bentuk tirus terbalik, umumnya digunakan untuk pompa air ladang. Bentuk sudu adalah fungsi dari tip speed ratio, diameter rotor, dan jumlah sudu. Elemen-elemen penting yang dipilih dalam merancang sudu adalah bentuk planform sudu, lebar sudu (chord ) c, jari-jari pangkal (root radius), tebal sudu,
18
dan sudut pitch. Hugh Piggots [3] memberikan formulasi untuk menentukan lebar sudu sebagai fungsi jarak dari pusat rotasi dengan memakai pendekatan Betz: C =
16π ⋅ R( R / r ) 9 ⋅ λ 2 B
(2.20)
dengan: C = lebar sudu (chord ) (m) R = jari-jari rotor (m) r = jarak dari pusat rotasi (m) B = jumlah sudu Untuk menentukan sudut pitch β dapat digunakan persamaan:
⎛ 2 R ⎞ ⎟ − α ⎝ 3r λ ⎠
β = arctan⎜
(2.21)
dengan: α = sudut serang (derajat) R = jari-jari rotor (m) r = jarak dari pusat rotasi (m) λ = tip speed ratio
•
Eric Hau [1]
Gambar 2.9 Elemen Kecepatan yang terjadi pada sudu
Arah angin untuk setiap elemen berbeda, disebut apparent wind direction. Besarnya apparent wind wr merupakan resultan dari kecepatan angin bebas dan kecepatan tangensial elemen rotor yang dinyatakan dengan persamaan:
19
2
⎛ r ⎞ wr = v 1 + ⎜ λ ⎟ ⎝ R ⎠
(2.22)
dengan: wr = kecepatan angin resultan (m/s) v = kecepatan angin bebas (m/s) λ = tip speed ratio r = jarak elemen dari pusat rotasi (m) R = jari-jari rotor (m) Dan arah apparent wind dihitung dengan persamaan:
Φ = arctan
R r λ
(2.23)
dengan: ф = sudut apparent wind (derajat) R = Jari-jari rotor (m) r = jarak elemen dari pusat rotasi (m) λ = tip speed ratio
•
Eric Hau [1]
Gambar 2.10 Gaya-gaya yang terjadi pada sudu
Gaya-gaya yang terjadi pada rotor adalah gaya tangensial dan gaya aksial. Gaya tangensial dan gaya aksial diperoleh dengan persamaan: F t = L cos Φ + D sin Φ
(2.24)
F a = L sin Φ − D cos Φ
(2.25)
20
dimana: F t = gaya tangensial (N) F a = gaya aksial (N) L = gaya lift (N) D = gaya drag (N) Ф = sudut apparent wind (derajat) Gaya tangensial yang terjadi pada setiap stasiun direpresentasikan dalam bentuk momen gaya terhadap pusat rotasi dengan persamaan: σ = F t r
(2.26)
dimana: σ = momen gaya (Nm) r = jarak elemen terhadap pusat rotasi (m)
•
Eric Hau [1]
Gambar 2.11 kondisi kecepatan dan gaya yang terjadi pada sudu 2.3.5. Fenomena Stall
Stall dapat dipahami sebagai fenomena ketika sudut serang sangat besar atau kecepatan aliran terlalu besar sehingga udara tidak bisa mengalir laminar, aliran udara tidak bisa menyentuh bagian belakang sudu sehingga terjadi separasi
21
aliran pada bagian belakang sudu. Situasi ini secara signifikan menurunkan lift dan meningkatkan drag sehingga putaran rotor terhambat.
•
Eric Hau [1]
Gambar 2.12 Fenomena stall pada kondisi angin dan sudut pitch tertentu menyebabkan separasi aliran udara Fenomena stall dapat dimanfaatkan sebagai pengereman pasif maupun aktif, karena rotor akan mengurangi kecepatannya pada kecepatan angin yang tinggi. Hal ini menguntungkan, karena menghindari putaran tinggi artinya mengurangi resiko kegagalan. Pengaturannya dilakukan secara pasif bergantung kecepatan angin maupun secara aktif menggunakan mekanisme pengatur sudut pitch. 2.4.
Pemilihan Sistem Transmisi Daya
Ketika putaran rotor dan daya motor sudah ditentukan, maka generator yang digunakan dipilih. Generator yang tersedia di pasaran memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain. Setiap generator memiliki kondisi kerja masingmasing meliputi: putaran kerja nrate, daya kerja N rate, peak ratio, dan sebagainya. Untuk meneruskan daya yang dihasilkan rotor ke generator, perlu sistem transmisi yang konfigurasinya disesuaikan dengan kebutuhan daya yang ditransmisikan, putaran, dan konfigurasi turbin angin. Sistem transmisi daya dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok menurut rasio putaran masukan dan keluarannya yaitu:
22
1. Direct Drive 2. Speed Reducing 3. Speed Increasing Direct drive yang dimaksud adalah transmisi daya langsung dengan menggunakan poros dan pasangan kopling. Yang penting dalam sistem transmisi direct drive adalah tidak ada penurunan atau peningkatan putaran. Sistem transmisi speed reducing adalah sistem transmisi daya dengan penurunan putaran, putaran keluar lebih rendah daripada putaran masuk. Sistem transmisi ini digunakan untuk meningkatkan momen gaya. Yang terakhir adalah sistem transmisi speed increasing , yaitu putaran keluar lebih tinggi dari putaran masuk, terjadi kenaikan putaran dengan konsekuensi momen gaya keluar menjadi lebih kecil. Pada penerapannya, sistem transmisi direct drive hanya menggunakan poros dan kopling jika diperlukan. Konstruksi direct drive lebih sederhana dibandingkan yang lainnya dan tidak memerlukan banyak ruang. Sedangkan untuk penerapan sistem transmisi speed reducing dan speed increasing diperlukan mekanisme pengubah putaran seperti pasangan roda gigi, atau sabuk dan puli. Turbin angin yang putaran rotornya berada dalam selang putaran kerja generator, maka transmisi daya yang digunakan adalah direct drive, rotor menggerakkan generator secara langsung. Sedangkan transmisi pengubah putaran yang biasa digunakan adalah transmisi speed increasing karena pada umumnya putaran yang diperlukan generator lebih tinggi daripada putaran rotor.
2.5.
Perancangan Konstruksi Turbin Angin
Bagian apa saja yang membangun turbin angin sangat dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya ukuran turbin angin, teknologi yang digunakan, biaya yang tersedia, dan banyak faktor lainnya. Namun dalam tugas akhir ini, bagian penting dari turbin angin yang akan dibuat adalah: 1. Rotor yang terdiri dari: a. Sudu b. Batang dan Sistem pengaturan sudut pitch
23
c. Hub 2. Transmisi daya yang terdiri dari: a. Poros b. Kopling c. Mekanisme pengereman d. Roda gigi/sabuk dan puli (Jika diperlukan) 3. Unit kelistrikan: a. Generator b. Unit kontrol c. Rangkaian elektronik berupa kabel, slip-ring , dan lain-lain 4. Penopang a. Rangka/base b. Menara c. Nacelle 5. Ekor
Ada beberapa komponen lainnya yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja dan menambah nilai estetika, diantaranya: 1. Mekanisme gerakan menggeleng turbin angin (yawing mechanism) 2. Mekanisme pengereman (pada rancangan ini memanfaatkan perubahan kedudukan ekor) 3. Hidung
2.5.1. Sudu
Tiga buah sudu terbuat dari kayu ringan yang dilapisi fiberglass, batangnya dipasangkan pada hub secara memutar dengan sudut 120º antara masing-masing sudu. Proses pembuatannya dengan membuat penampang airfoil dengan chord dan sudut pitch yang sudah tertentu pada setiap selang 125 mm. Pola yang sudah terbentuk kemudian digabungkan menjadi volume yang memiliki kontur sesuai dengan profil yang telah dibuat pada setiap stasiun.
24
2.5.2. Batang sudu
Batang sudu adalah bagian dari rotor yang menempel pada hub dan terhubung dengan sudu. Batang sudu ditempatkan pada area yang tidak tersapu oleh sudu. Panjang batang sudu ini dapat bervariasi bergantung pada radius terkecil sudu.
2.5.3. Hub
Hub adalah bagian tempat menempelnya tiga buah sudu dengan posisi sudut yang terbagi merata. Hub adalah bagian yang menghubungkan rotor dengan poros, artinya hub adalah bagian penting yang mentransmisikan daya mekanik dari rotor ke poros. Dalam pembuatannya, sangat mungkin terjadi unbalance pada rotor. Massa unbalance ini akan mengakibatkan getaran yang besar jika tidak diatasi. Satu diantara cara mengatasi unbalance adalah dengan menambahkan massa counter-balance pada rotor, hub adalah tempat yang sesuai untuk menempatkan massa counter-balance pada rotor.
2.5.4. Generator
Generator adalah bagian yang sangat penting dalam rantai konversi energi angin menjadi energi listrik. Ketika rotor mengubah energi kinetik angin menjadi energi mekanik rotasi rotor, generator mengubah energi mekanik gerak rotasi rotor menjadi energi listrik. Terdapat beberapa macam generator yang dapat digunakan. Berdasarkan arah arus yang dikeluarkan, generator dibagi menjadi dua macam yaitu: 1. Generator arus searah (DC) 2. Generator arus bolak-balik (AC) Generator arus searah (DC) menghasilkan tegangan yang arahnya tetap dan jika dihubungkan dengan beban, akan menghasilkan arus yang searah pula. Pada umumnya generator arus searah dapat menghasilkan listrik pada putaran yang tinggi. Untuk digunakan pada turbin angin, jenis generator ini memerlukan transmisi untuk menaikkan putaran.
25
Generator arus bolak-balik (AC) menghasilkan tegangan yang arahnya bolak-balik, jika dihubungkan dengan beban akan menimbulkan arus yang bolak balik pula. Generator AC dapat menghasilkan daya pada putaran yang bervariasi bergantung pada spesifikasi generator itu sendiri. Besar putaran minimal yang diperlukan generator AC untuk dapat menghasilkan listrik dan besar putaran kerja bergantung pada jumlah kumparan dalam generator, semakin banyak jumlah kumparan maka semakin kecil putaran minimal dan putaran kerjanya. Jumlah kumparan merupakan kelipatan dari jumlah kutub yang dimiliki generator. Generator AC pada umumnya memiliki tiga kutub yang masing-masing kutub memiliki selisih fasa 120° satu dengan yang lainnya. Generator yang dipilih adalah generator AC yang menggunakan magnet permanen. Generator ini disebut Permanent Magnet Generator (PMG) yang dapat mengahasilkan daya pada putaran yang cukup rendah. PMG dipasangkan pada base (dudukan) menggunakan baut.
2.5.5. Rangka/ base
Base yang dimaksud adalah bagian tempat dipasangkannya generator dan ekor. Pada base terdapat mekanisme gerakan menggeleng ( yaw mechanism) yang terhubung ke tiang. Base dirancang mampu menanggung beban berupa gaya gravitasi dari instrumen yang menempel maupun gaya thrust oleh angin terhadap rotor. Jika terjadi unbalance pada elemen yang berotasi, maka base akan mendapat beban dinamik yang besarnya bergantung pada kondisi unbalance serta putaran sistem.
2.5.6. Ekor
Ekor berfungsi untuk menjaga arah rotor agar selalu menghadap arah angin. Ekor diletakkan di belakang, yaitu lokasi yang berlawanan dengan letak rotor terhadap sumbu yaw mechanism. Pada umumnya ekor diletakkan pada jarak yang cukup jauh dari yaw mechanism sehingga angin yang menerpa ekor cukup untuk memberinya gaya, agar arahnya senantiasa menjauhi arah datangnya angin,
26
dengan demikian rotor akan selalu menghadap arah datangnya angin secara frontal.
2.5.7. Menara
Menara adalah struktur yang paling panjang terbuat dari baja, ukuran panjangnya bergantung pada ketinggian yang dibutuhkan oleh turbin angin. Ukuran dan konstruksi tiang menyesuaikan dengan besarnya beban yang harus ditanggung menara. Terdapat beberapa macam struktur menara yang digunakan untuk menopang turbin angin yaitu: 1. Menara massif 2. Menara Trusses 3. Tiang Menara massif biasanya terbuat dari beton yang diperkuat baja. Bentuk silindris menjadi ciri khas menara ini. Jenis menara ini biasa digunakan pada turbin angin berukuran besar. Jenis kedua adalah susunan rangka baja. Menara tersusun dari batang batang baja yang tersusun kokoh untuk menanggung beban di atasnya. Jenis yang lainnya adalah tiang yang ditegakkan dan ditopang dengan kabel baja pada tiga atau empat sisinya. Tiang hanya menanggung beban aksial pada arah gravitasi sedangkan kabel digunakan untuk menanggung beban pada arah lainnya. Struktur ini adalah struktur yang paling sederhana dan murah dibandingkan dengan struktur lainnya.
2.5.8. Yaw Mechanism
Turbin angin sumbu horizontal harus mampu menggerakkan sumbu rotor agar rotor selalu menghadap pada arah datangnya angin optimum. Mekanisme yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan ini adalah mekanisme gerakan menggeleng atau yaw mechanism. Mekanise gerakan menggeleng ditempatkan antara base dan tiang. Dengan dua buah bantalan gelinding ( roll bearing ) dan sebuah poros, gerakan menggeleng dapat dilakukan dengan leluasa.
27
2.5.9. Hidung
Hidung berfungsi diantaranya untuk melindungi hub dan sambungansambungan pada hub dan poros dari panas dan hujan (mengurangi perusakan oleh korosi). Hidung dibuat dengan bentuk yang mengurangi drag atau generasi turbulensi pada pusat rotor karena pembelokkan arah aliran. Hidung juga dibuat untuk mempercantik penampilan turbin angin dan mengurangi tahanan angin yang terjadi jika tanpa hidung.
2.6.
Sistem Kelistrikan
Sistem kelistrikan adalah bagian dari rantai konversi energi angin menjadi bentuk energi listrik. Sistem kelistrikan dapat menjadi lebih rumit dan lebih mahal daripada bagian yang lain. Ian Woovenden [7] memberikan penyederhanaan dalam memahami sistem kelistrikan turbin angin. Sistem kelistrikan ini dibedakan menjadi: 1. sistem kelistrikan lepas dari jaringan (off-grid wind-electric system) 2. sistem kelistrikan terhubung jaringan dengan dengan baterai ( grid tied wind-electric system with battery backup) 3. sistem kelistrikan tehubung jaringan tanpa baterai (batteryless grid tied wind-electric system) 4. sistem kelistrikan langsung tanpa baterai (direct-drive batteryless wind-electric system)
2.6.1. Sistem Kelistrikan Lepas Jaringan
Sistem listrik angin lepas jaringan berbasis pada penggunaan baterai. Sistem ini dipilih jika penggunaan energi tidak terhubung dengan jaringan atau akan mahal jika terhubung dengan jaringan karena memerlukan perangkat tambahan. Sistem lepas jaringan terbatas dalam kapasitas oleh ukuran sumber pembangkitan listrik, sumber energi angin, dan kapasitas baterai.
28
Baterai
Dummy Load
Beban rumah
Inverter
Controller
Gambar 2.13 Sistem kelistrikan lepas jaringan 2.6.2. Sistem Kelistrikan Terhubung Jaringan dengan Baterai
Menghubungkan sistem kelistrikan turbin angin dengan jaringan dan baterai adalah sistem yang terbaik untuk penggunaan rumah tangga. Kapasitas listrik tidak terbatas dan kelebihan listrik dapat dijual masuk ke dalam jaringan. Ketika jaringan listrik padam, kapasitas baterai (meskipun terbatas) dan turbin tetap dapat menyuplai energi listrik untuk baban rumah tangga. Kekurangannya adalah sistem ini mahal untuk diterapkan di rumah tangga.
KWH Meter
Dummy Load
Controller
Switcher
Inverter
Beban rumah
Baterai Gambar 2.14 Sistem kelistrikan terhubung jaringan dengan baterai 2.6.3. Sistem Kelistrikan Terhubung Jaringan Tanpa Baterai
Menghubungkan sistem kelistrikan turbin angin dengan jaringan tanpa menggunakan baterai merupakan pilihan yang efektif untuk aspek biaya dan lingkungan. Sistem ini mengeliminasi baterai yang mahal harganya maupun pemeliharaannya, juga secara signifikan mengurangi efisiensi sistem. Kekurangan
29
sistem ini adalah jika jaringan listrik padam, tidak ada sumber energi cadangan untuk mengatasi kekurangan listrik. Sistem tanpa baterai dapat meningkatkan efisiensi secara signifikan jika dibandingkan dengan sistem yang menggunakan baterai. Hal ini karena inverter dapat menyesuaikan beban angin lebih baik, menjalankan turbin angin pada kecepatan maksimal dan mengekstrak energi angin lebih besar.
KWH
Dummy
Kontroler
Switcher Inverter
Beban
Gambar 2.15 Sistem kelistrikan terhubung jaringan tanpa baterai 2.6.4. Sistem Kelistrikan Tanpa Baterai
Jenis ini adalah sistem kelistrikan turbin angin yang paling umum, biasanya digunakan untuk memompa air. Turbin angin dihubungkan dengan pompa air melalui kontroler atau langsung. Ketika angin bertiup, pompa air menaikkan air ke tangki penyimpanan. Penggunaannya dapat untuk irigasi ataupun keperluan lainnya.
kontroler beban Turbin angin
Gambar 2.16 Sistem kelistrikan tanpa baterai
30