3
IMUNOLOGI DASAR Baratawidjaja, Iris Rengganis Karnen Garna Baratawidjaja, Rengganis
Imunologi Dasar dalam buku mi diuraikan Irnun, Antigen dan dalam 3 bab, yaitu Sistem Irnun, Antigen dan Reaksi Hipersensitivitas. Reaksi Hipersensitivitas. Antibodi, dan
1. Sistem Imun Non-spesifik Sistem Imun non-spesif 1k merupakan terdepan dalam pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapi serangan berbagai berbagai mikro mikroorga organisme nisme,, karena sistem imun spesifik memerlukaq waktu sebelum dapat memberikan responsnya. Sistem tersebut disebut non-spesifik, karena karena tid tidak ak ditujukan terhadap mikroorganisme tertentu.
SISTEM IMUN Keutuhan tubuh dipertahankan oleh sistem pertahanan yang terdiri atas sistem imun non-sistem imun non spesif1k (natural/innate) dan spesifik (adaptive/ acquired) (Garnbar 1).
__
HUMORAL/ SELB Kulit Selaputlendir Silia Blokimla Batuk Bersin
(Asam lambung ILisozim
(Komplemen
(Mononuklear (monosit dan makrofag) Fagosit I Polimorfonuklear/ PMN PMN dan eosinofil) eosinofil) I... (neutrotil dan ..~
Sal N Nol ol
Killer Cell 1Natural Killer Cell (sal NA) ($ffler Call (sal A)
~
Interferon dan Mastosit Sal Mediator fBasofil fBasofil dan Reactive Protein Humoral I C Reactive L (CAP) tTromlost .~
Gambar 1. Slstem Imun
SELULAR/
SELl Sal Tb Th2) (ThU Th2) Sal Ta Sol Tdh Sal Tc
Komponen-komponen sistem imun non-spesilik terdiri atas: A. Pertahanan fisis dan mekanis. B. Pertahanan biokimia. C. Pertahanan humoral. D. Pertahanan selular. A. Pertahanan Fisis dan Mekanis
Kulit, selaput lendir, silia saluran nafas, batuk, dan bersin dapat mencegah berbagai kunian patogen masuk ke dalam tubuh. KuRt yang rusak misalnya oleh luka bakar dan selaput lendir yang rusak oleh karena asap rokok akan meningkatkan risiko inteksi.
B. Pertahanan Biokimia
napas, kelenjsr sebaseus kulit, keleflrar kulit, telinga, spermin dalam semen merupakan bahan yang berperan dalam pertahanan tubuh. Asam hidrokiorik dalam cairan lambung, lisosim
dalam keringat, Iudah, air mata, dan air susu dapat melindungi tubuh terhadap kuman gram
posftif dengan JaPan menghancurkan dinding kurnan tersebut. Air susu ibu mengandung pula laktoferitin dan asam neurominik yang mempunyai sWat antibakterial terhadap E.coli dan stat ilokok. Lisozim yang dilepas makrotag dapat menghancurkan kuman gram negatit dengan bantuan komplemen. Laktoteiitin dan transtermn dalam serum dapat mengikat zat besi yang dibutuhkan untuk kehidupan kuman pseudo - monas (Gambar 2).
Bahan yang disekresi mukosa saluran
selcresi sebaseus
mata (11$)
sekresi lilIn. mk
mk
asi
kehngat
kulit
penetrasi
semen pH urin
Garnbar 2. Slstem Imun Nonspesiflt Pertahanan Fisis, Mekanis, dan Blokimla mk=mukus, lis=lisozim, as=asam, enz=enzim, asi=air susu ibu, ug=uroganital
4,
* bakten
fagosit
bakteri
Gambar 3. Fungal Komptemen Kelerangan gambar: 1. Komplemen dapat merusak (lisis) membran sal bakteri, 2. KomplØmendapat melepas bahan kemotaktik yang menarik makrofag ke tempat bakteri.
3. Komponen komplemen lain dapat menutupi permukaan bakteri (opsonisasi) sehingga memudahkan makrofag untuk mengenal dan memfagositosisnya.
C. Pertahanan Elumoral
1. Komplemen Komplemen mengaktitkan fagosit dan membantu destruksi bakteri dan parasit dengan jalan opsonisasi (Gambar 3). Kejadian-kejadian tersebut di atas adalah fungsi sistem imun nonspesitik, tetapi dapat pula terjadi atas pengaruh respons imun spesifik.
Sal jaringan
Sal resisten terhadap virus
2. interferon
Interferon adalah suatu glikoprotein yang dihasilkan berbagai sd manusia yang mengandung nukleus dan ditepas sebagai respons terhadap inteksi virus. Interferon mempunyai sifat antivirus dengan jalan menginduksi sd-set sekitar sel yang telah terserang virus tersebut. Di samping itu, interferon dapat puPa mengaktitkan natural killer celLIsel NK untuk membunuh virus (Gambar 4) dan sel neoplasma.
Gambar 4. Interferon dan Set NK
3. C-ReectlveProteln (CRP) CAP dibentuk tubuh pada keadaan infeksi. Perannya ialah sebagai opsonin dan dapat mengaktifkan koinplemen. (Gambar 5)
null cell. Set NK dapat menghancurkan set yang mengandung virus atau set neoplasma. Interferon mernpercepat pematangan dan meningkatkan efek sitotitik set NK.
2. Sistem Imun Spesifik
~
~bHit~~th [inieicsi
TF
{
4
4
Perbaikan
4
,.
~,
han [ieective protein (CRPIJ I Komplemenj
Opsonisasi
Gambar 5. C.ReectiveProteln (OAF )
D. Pertahanan Selular Fagosit/makrotag dan set NK berperan datam sistem imun non-spesitik selutar. 1. Fagosit
Meskipun berbagai set dalam tubuh dapat metakukan fagositosis, set utama yang berperan pada pertahanan non-spesifik adatah set mononuktear (monosit dan makrofag) serta set potimorfonuktear seperti neutrotil, Kedua gotongan set tersebut berasat dan set hemopoietik yang sama. Fagositosis dm1 yang efektit pada invasi kuman akan dapat mencegah timbutnya penyakit. Proses fagositosis terjadi datam beberapa tingkat sebagai berikut: kemotaksis, menangkap, membunuh, dan mencema. 2. Nature! Killer Cell (sat NK) Set NK adalah set timfosit tanpa ciri-ciri set timfoid sistem imun spesifik yang ditemukan dalarn sirkutasi. Oteh karena itu disebut juga set non B non T atau set populasi ketiga atau
Berbeda dengan sistem imun nonspesifik, sistem imun spesifik mempunyai kemampuan untuk mengenat benda yang dianggap asing bagi dirinya. Benda asing yang pertama timbut datam badan yang segera dikenat sistem imun spesitik, akan mensensitasi set-set imun tersebut. Bita set sistem tersebut terpajan ulang dengan benda asing yang sama, yang akhir akan dikenat Iebih cepat dan dihancurkannya. Oteh karena itu sistem tersebut disebut spesif 1k. Sistem imun spesifik dapat bekerja sendiri untuk menghancurkan benda asing yang berbahaya bagi badan, tetapi pada umumnya terjatin kerja sama yang balk antara antibodi, kompternen, fagosit dan antara set T-makrofag. OIeh karena komptemen turut diaktifkan, res pons imun yang terjadi sering disertai dengan reaksi inttarnasi. A. Sistem tmun Spesitik Humorat
Yang berperan datam sistem imun spesifik humorat adatah timtosit B atau set B. Set B tersebut berasat dan set asat muttipoten. Pada unggas set asat tersebut berdiferensiasi men jadi set B di dalam atat yang disebut Bursa FabriCius yang Ietaknya dekat ktoaka. Bita set B dirangsang benda asing, set tersebut akan berprotiferasi dan berditerensiasi menjadi set plasma yang dapat membenituk antibodi. Antibodi yang dilepas dapat ditemukan di datarn serum. Fungsi utama antibodi ialah mempertahankan tubuh terhadap infeksi bakteri, virus dan netratisasi toksin. B. Sistem Imun Speslftk Setular
Yang berperan datam sistem Imun spesifik selutar adalah timfosit T atau set T. Set tersebut juga berasal dan set asat yang sama seperti set B, tetapi protiferasi dan diterensiasinya tenjadi di datam ketenjar tirrius. Berbeda dengan set B, set T terdiri atas beberapa subset set yang mempunyai tungsi yang bertainan. Fungsi set T umumnya iatah: membantu set B datam memproduksi antibodi -
-
-
mengenAt dan menghancurkan set yang teni’-t~ksivirus ~-.ti!kan rn makrotag datamtagositosis menguntrol ambang dan kualitas sistem imun
Set T ~erdiriatas beberapa subset set sebagat berikut: 1. Se! Th (T helper)
Set Th dibagi menjadi Thi dan Th2. Th2 menolong Sei B datam memproduksi antibodi. tintuk rremproduksi antibodi, kebanyakan antigen (7 dependent antigen) hams dikenat tertebih dahuiu, baik oteh set T maupun set B. Set Th (Tht~berpengaruh atas set Tc datam mengenal se~ yang terkena infeksi virus, janingan cangkok atogenik dan set kanker. tst~iahs& T aiucer dipakai untuk menunjukkan aktivitas set in yang mengaktifkan subset set T ~atnnya. Set Th juga metepas timtokin; timfokin asa~ Thi mengaktifkan makrofag, sedang tŁmtokin asat set Th2 mengaktifkan set B/set ptasma yang membentuk antibodi. 2. Se! Ts (7
supresor)
Set Ts menekan aktivitas set T yang lain dan set B Menurut fungsinya, set Ts dapat dibagi menjadi set Ts spesitik untuk antigen teilentu dan set Ts non-spesifik.
3. Se! Tdh alau Td (deleyed hyperseneItlv!ty) Set Nh adalah set yang berperan pada pengeiahan makrofag dan set inftamasi tainnya ke tempat ierjadinya reaksi tambat. Datam fungs~nya, memertukan rangsangan dan set Thi. 4. Se! Tc ~cytotox!c,~
Set Tc mempunyai kemampuan untuk menghancuncan set atogenik, set sasaran yang menganaung virus dan set kanker. Set Th aan Ts disebut juga set T regulator sedang rei Tan dan set Tc disebut set efektor. Detain ~inya,set Tc memertukan rangsangan dare seFihi.
.5.Se!K Set K tau ADCC (Antibody Dependent Cell Cytotoxicity) adalah set yang tergotong datam sistem imun non-spesifik tetapi dalam
kerjanya memerlukan bantuan imunogtobutin (motekut dan sistem imun spesitik).
ANTIGEN DAN ANTIBODI
Antigen Antigen atau imunogen adatah setiap bahan yang dapat menimbutkan reaksi imun
spesifik pada manusia dan hewan. Komponen antigen yang disebut determinan antigen atau epitop adalah bagian antigen yang dapat mengikat antibodi. Satu antigen dapat memitiki beberapa epitop. Atbumin serum memitiki 6 epitop dan masing-masing dapat merangsang sistem imun untuk membentuk antibodi dan terbentuk 6 jenis antibodi yang bertainan. Hapten adatah determinan antigen dengan berat motekut yang rendah dan baru menjadi imunogen bita diikat oteh molekut besar (carrier) dan dapat rnengikat aritibodi. Hapten biasanya dikenat oteh set B dan carrier oteh set T. Carrier sering digabung dengan
hapten datam usaha imunisasi. Antigen poten atamiah terbanyak adatah protein besar dengan berat molekut lebih dan 40.000 dan potisakanida mikrobiat.
Antibodi Antibodi atau imunoglobutin (Ig) adaiah gotongan prctein yang dibentuk set ptasma (proliferasi set B) akibat kontak dengan antigen. Antibodi mengikat antigen yang me nimbutkannya secara spesifik. Bita serum protein tersebut dipisahkan secara elektroforests, Ig ditemukan terbanyak datam fraksi globulin y meskipun ada beberapa yang ditemukan juga datam fraksi globulin a dan 3. Semua molekut Ig mempunyai 4 potipeptid dasar yang terdiri atas 2 rantai berat (heavy chain) dan 2 rantai ringan (light chain) yang identik, dihubungkan satu dengan tainnya oteh ikatan disutfid (Gambar 6). A. tgG
tgG merupakan komponen utama imunoglobulin serum, dengan berat molekut 160.000. Kadamya datam serum yang sekitar 13 mg/mL merupakan 75% dart semua tg. tgG ditemukan juga dalam berbagai cairan lain antaranya cairan
8
Feb
Fc A
8 Feb
c.
Gambar 6. Rumus Bangun Daser lmunogtobulln A rantai berat (BM 50000 77O00~ =
B = rantai ningan (BM 25.000)
saraf sentrat (CSF) dan juga urin. tgG dapat menembus plasenta dan masuk ke tetus dan berperan pada imunitas bayl sampai umur 6-9 bulan. lgG dapat mengaktifkan komptemen, me ningkatkan pertahanan badan melatui opsonisasi dan reaksi inflamasi. lgG mempunyai sifat opsonin yang efektif oleh karena monosit dan makrofag memiliki reseptor untuk traksi Fc dart lgG yang dapat mempererat hubungan antara fagosit dengan set sasaran. Setanjutnya opsonisasi dibantu reseptor untuk komptemen pada permukaan fagosit. lgG mempunyai 4 subketas yaitu lgl, tg2, 1g3, dan 1g4. tg4 dapat diikat oleh set mast dan basofit. B.tgA
lgA ditemukan datamjumlah sedikit datam serum, tetapi kadannya datam cairan sekresi saturan napas, saluran cerna, saluran kemih, airmata; keringat, ludah dan kotostrum tebih tinggi sebagai IgA sekretori (s IgA). Baik lgA dalam serum maupun datam sekret dapat menetratisasi toksin atau virus dan atau mencegah kontak antara toksin/virus dengan atat sasaran. Sekretori tgA diproduksi tebih dulu dan pada IgA datam serum dan tidak menembus plasenta.
Gambir 7. Rumus Bangun 1gM Manusta terdtrt Atas 5 Rantat Polipeptid. Rarilai.rantai 1gM mennpunyai 5 ikatan disulfid yang menghubungkannya melalui Cu3 dan cu4 dengan unit lain. Juga terlihat tempal rantai J.
C. tgM
gM mempunyai rumus bangun pentamer dan merupakan Ig terbesar. Molekul-molekut tersebut diikat rantai Y pada traksi Fc (Gambar 7).
Kebanyakan set B mempunyai 1gM pada permukaannya sebagal reseptor antigen. 1gM dibentuk paling dahulu pada respons imun
primer tetapi tidak bertangsung lama, karena
itu kadar 1gM yang tinggi merupakan tanda adanya infeksi dini.
Bayt yang baru dilahirkan hanya mempunyai gM 10% dan kadar 1gM dawasa oleh karena 1gM tidak menembus plasenta. Fetus umur 12 minggu sudah dapat membentuk 1gM bita set B-nya dirangsang oieh tnfeksi intnautenin seperti sifitis kongenital, rubela, toksoplasmosis, dan virus sitomegalo. Kadar gM anak mencapat kadar 1gM dewasa pada usia satu tahun. Kebanyakan antibodi atamiah
seperti isoaglutinin, gotongan darah AB, antibodi heterof it adatah 1gM. 1gM dapat mencegah
gerakan mikroorganisme patogen, memudah-
kan fagositosis dan merupakan agtutinaton kuat terhadap butir antigen. gM juga merupakan antibodi yang dapat mengikat komplemen dengan kuat dan tidak menembus plasenta.
tgD ditemukan dengan kadar yang sangat rendah dalam darah. tgD tidak mengikat kom-
plemen, mempunyai aktivitas antibodi tenhadap antigen berbagai makanan dan auto-antigen sepenti komponen nukleus. Setanjutnya IgD ditemukan bersama 1gM pada penmukaan set B sebagai reseptor antigen. E. IgE
IgE ditemukan datam serum dilam jumtah yang sangat sedikit. IgE mudah diikat mastosit, basofit, eosinofil, makrofag, dan trombosit yang pada permukaannya memitiki reseptor untuk frakst Fc dan IgE. IgE dibentuk juga setempat oteh set plasma datam selaput lendir saturan napas dan cerna. Kadar IgE serum yang tinggi ditemukan pada atergi, infeksi cacing, skistosomiasis, penyakit hidatid, trikinosis. Kecuali pads alergi, lgE diduga luga berperan pada imunitas parasit. IgE pada atergi dikenal sebagai antibodi reagin.
REAKSI HIPERSENSITIVITAS Hipersensitivttas adatah respons imun
yang benlebihan dan yang tidak diinginkan karena dapat menimbulkan kerusakan jaringan tubuh. Aeaksi tersebut oteh Gelt dan Coombs dibagi dalam 4 tipe reaksi menurut kecepat-
annya dan mekanisme imun yang terjadi. Reaksi mi dapat terjadi sendini-sendiri, tetapi di datam ktinis dua atau tebih jents reaksi tersebut seningtetjadi bersamaan (Gambar 8 dan Tabel 1). Tabs! 1. Mantfestasi dan Mekanisme Reakst tlipersenstttvttas Tipe Manifeslasi I
Reaksi hipensensitivitas cepat
IgE dan Ig lain
Antibodi terhadap eel
IgO atau gM
It
lii
Kompleks antibodi-antigen
iv
Mekanisme
Hipensensitivitas lambat
biasanya gO eel yang disensitisasi
Reaksi Tipe 1 Reaksi Tipe I yang disebut juga reaksi cepat, reaksi anafilaksis atau reaksi alergi dikenat sebagai reaksi yang segera timbul
sesudah alergen masuk ke datam tubuh. tstilah alengi yang pertama kati digunakan Von Pirquet pada tahun 1906 diartikan sebagai areaksi pejamu yang berubah” bita terjadi kontak dengan bahan yang sama untuk kedua kali atau lebih. Antigen yang masuk tubuh akan ditangkap oleh fagosit, diprosesnya latu dipresentasikan ke set Th2. Set yang akhin melepas sitokin yang merangsang set B untuk membentuk IgE. tgE akan diikat terutama oteh set mast melalui reseptor Fc (juga oleh basotil dan eosinofil). Bita ada atergen yang sama masuk tubuh, akan diikat oteh IgE tadi (spesifik) dan me nimbuikan degranutasi set mast Degranulasi tersebut mengeluarkan berbagai mediator antara lain histamin (Gambar 9) yang didapat datam gnanul-granul set dan menimbutkan gejala pada reaksi hipersensitivitas tipe 1. Penyakit-penyakit yang timbut segera sesudah tubuh terpajan dengan atergen adatah asma bronkial, rinitis, urtikania, dan dermatitis atopik. Di samping histamin, mediator lain seperti prostaglandin, dan teukotnin (SRS-A)
yang dihasilkan metabolisme asam arakidonat, berperan pada tase lambat dan reaksi tipe I yang sering timbut beberapa jam sesudah kontak dengan alergen.
Garnbar B. Empat TIps Reaksl Hipersensitivitas Tipe I. Mastosit mengikatlgE melatui receptor Fc. Ikatan
Tipe III. Kompf eke imun diendapkan di daiam jaringan. Kom-
piernen diaktitkan, eel poiimorIonuklear dikerahkan
antigen dan IgE tersebut akan menimbulkan degranutasi mastosit yang metepas mediator Tipe
Ii.
Antibodi dibentuk terhadap antigen yang meru- Tipe pakan bagian dad set pejamu. Kompleks yang di~ bentuk oieh antigen dan antibodi menimbulkan respons sitotoksik sd K (sebagai afekton ADCC) dan atau isis eel meiaiui aktivasi komplemen,
ke tempat kompieks.
iv.
Sd I yang disensitisasi meiepas iimtokirt akibat kontak ulang dengan antigen yang sama. Limtokin mengenahkan dan mengaktitkan makrotag yang selanjutnya melepas mediator dan menim~ buikan nespons inflamasi.
c~QJJ~~ p~duksigE
~
mencetuskan
mediator S.
ASMA R1NiTI5 DERMATiTIS ATOPI
URT1KARIA
0 Gambar 9. Reakst TIps I
-4
Reaksi Tipe II Reaksi tipe
It yang
disebut juga reaksi
sitotoksik tenjadi oteh karena dibentuk antibodi jenis IgG atau 1gM terhadap antigen yang merupakan bagian set pejamu. Antibodi tensebut dapat mensensitasi sd K sebagai efektor anti - body dependent cell cytotoxicity (ADCC) atau
Pembentukan kompteks imun datam pembutuh darah tertihat pada gambar 10. Antigen (Ag) dan antibodi (Ab) bersatu membentuk kompleks imun. Setanjutnya kompIcks imun mengaktitkan C yang metepas Caa dan Csa dan merangsang basof it dan trombosit metepas berbagai mediator antara lain histamin yang meningkatkan permeabititas vaskutan.
mengaktifkan komptemen dan menimbutkan
tisis. Contoh reaksi tipe II adalah destruksi sel darah merah akibat reaksi tnansfusi dan penyakit anemia hemolitik pada bayi yang baru dilahirkan dan dewasa. Sebagian kerusakan jaringan pada penyakit autoimun sepetti miastenia gravis dan tirotoksikosis juga ditimbulkan metalui mekanisme reaksi tipe II. Anemia hemotttik dapat ditimbulkan oleh obat seperti penisitin, kinin, dan sulfonamid,
Reaksi Tipe III Reaksi tipe Ill yang juga disebut reaksi kompleks imun terjadi aktbat endapan kompleks antigen-antibodi datam janingan atau pembutuh darah. Antibodi di sini biasanya jenis lgG. Kompteks tersebut mengaktitkan komplemen yang kemudian metepas berbagai mediator tenutama macrophage chemotactic factor.
Mengapa Kompleks tmun Menetap? Dalam keadaan normal kompleks imun dimusnahkan oteh sel fagosit mononuklear tenutama dalam hati, timpa dan paru tanpa bantuan komplemen. Datam proses tersebut, ukuran kompleks imun menupakan taktor penting. Pada umumnya kompleks yang besar, mudah dan cepat dimusnahkan dalam hati. Kompleks yang larut yang terjadi bila antigen ditemukan jauh Iebih banyak dan pada antibodi, sulit untuk dimusnahkan dan oteh karena itu dapat Iebih lama ada datam sirkutasi. Kompteks imun yang ada datam sirkulasi meskipun untuk jangka waktu ama, biasanya tidak bettahaya. Permasalahan akan timbut bila kompleks imun menembos dinding pem-
buluh darah dan mengendap di jaringan. dapat Gangguan fungsi fa it did
Reaksi Tipe II Reaksi tipe
It yang
disebut juga reaksi
sitotoksik tenjadi oteh karena dibentuk antibodi jenis IgG atau 1gM terhadap antigen yang merupakan bagian set pejamu. Antibodi tensebut dapat mensensitasi sd K sebagai efektor anti - body dependent cell cytotoxicity (ADCC) atau
Pembentukan kompteks imun datam pembutuh darah tertihat pada gambar 10. Antigen (Ag) dan antibodi (Ab) bersatu membentuk kompleks imun. Setanjutnya kompIcks imun mengaktitkan C yang metepas Caa dan Csa dan merangsang basof it dan trombosit metepas berbagai mediator antara lain histamin yang meningkatkan permeabititas vaskutan.
mengaktifkan komptemen dan menimbutkan
tisis. Contoh reaksi tipe II adalah destruksi sel darah merah akibat reaksi tnansfusi dan penyakit anemia hemolitik pada bayi yang baru dilahirkan dan dewasa. Sebagian kerusakan jaringan pada penyakit autoimun sepetti miastenia gravis dan tirotoksikosis juga ditimbulkan metalui mekanisme reaksi tipe II. Anemia hemotttik dapat ditimbulkan oleh obat seperti penisitin, kinin, dan sulfonamid,
Reaksi Tipe III Reaksi tipe Ill yang juga disebut reaksi kompleks imun terjadi aktbat endapan kompleks antigen-antibodi datam janingan atau pembutuh darah. Antibodi di sini biasanya jenis lgG. Kompteks tersebut mengaktitkan komplemen yang kemudian metepas berbagai mediator tenutama macrophage chemotactic factor. Makrofag yang dikerahkan ke tempat tersebut akan merusak janingan sekitarnya. Antigen dapat berasat dan infeksi kuman patogen yang persisten (malaria), bahan yang terhirup (spora jamur yang menimbutkan alveotftts ekstrinsik atergi) atau dan janingan sendiri (penyakit autoimun). tnfeksi tensebut disertat antigen dalam jumlah yang berlebihan, tetapi tidak disertai respons antibodi efektit. Sebab-sebab reaksi tipe Ill dan atat tubuh yang sening merupakan sasaran penyakit kompleks imun terlihat pada tabet 2. Tabel 2. Penyakit Kompleks Imun: Sebab, Antigen dan Tempat Kompleks Mengendap Sebab
Antigen Tempat Kompieks Mengandap
inteksi persisten Autoimunitas Ekstrinsik
Antigen Organ yang diinteksi. ginjal miknoba Ginjai, sendi, pembuiuh Antigen darah, kulit sendini Paru Antigen iingkungan
Mengapa Kompleks tmun Menetap? Dalam keadaan normal kompleks imun dimusnahkan oteh sel fagosit mononuklear tenutama dalam hati, timpa dan paru tanpa bantuan komplemen. Datam proses tersebut, ukuran kompleks imun menupakan taktor penting. Pada umumnya kompleks yang besar, mudah dan cepat dimusnahkan dalam hati. Kompleks yang larut yang terjadi bila antigen ditemukan jauh Iebih banyak dan pada antibodi, sulit untuk dimusnahkan dan oteh karena itu dapat Iebih lama ada datam sirkutasi. Kompteks imun yang ada datam sirkulasi meskipun untuk jangka waktu ama, biasanya tidak bettahaya. Permasalahan akan timbut bila kompleks imun menembos dinding pem-
buluh darah dan mengendap di jaringan. Gangguan fungsi fagosit diduga dapat merupakan sebab mengapa kompleks imun sulit dimusnahkan.
Reaksi Tipe
IV
Reaksi tipe IV yang juga disebut reaksi hipensensitivitas lambat, timbut Iebih dart 24 jam setelah tubuh terpajan antigen. Reaksi terjadi karena nespons sal Thi yang sudah disensitisasi terhadap antigen tertentu. Dalam hal tidak ada peran antibodi. Akibat sensitasi tersebut sel Thi melepas limfokin antara lain MIF, MAF (lihat gambar). Makrofag yang diaktifkan metepas berbagai mediafor (sitokin, enzim dan sebagainya) sehingga dapat menimbutkan kenusakan janingan. Bila ada antigen menetap untuk jangka waktu ama, maknofag akan tenus menerus diaktifkan dan membentuk janingan gnanulomata.
mi
13
PembuIu~
a. Dalam pembuluh darah
b. Mengendap pada dindin~pembuluh darah
Ada 4jenis tipe IV sebagai berikut: 1. Reaksi Jones Mote 2. Hipersensitivitas kontak 3. Tipe tuberkulin 4.
Reaksi granulomata
Hal-hal yang tercantum dalam butir 1,2,3 timbul sesudah 20-72 jam, sedang reaksi
granulomata timbul beberapa rninggu sesudah tubuh terpajan antigen. A. Hipersensltivltas Jones Mote (Reaksl JM)
Reaksi JM ditandai oleh adanya intiltrasi leukosit basotil di bawah epidermis yang sering disebut hipersensitivitas basofil kulit yang dapat dicetuskan pada binatang percobaan. Hal tersebut biasanya ditimbulkan antigen yang larut.
Reaksi Granulomata Reaksi granulomata merupakan reaksi tipe IV yang dianggap paling penting oieh karena menimbulkan banyak efek patologis. Hal tersebut terjadi oleh karena adanya antigen yang persisten di dalam makrotag yang biasanya berupa mikroorganisme yang tidak dapat di. hancurkan atau kompleks imun yang menetap misalnya pada alveolitis alergik. Reaksi granulomata terjadi sebagai usaha badan untuk membatasi kehadiran antigen yang persisten dalam tubuh, sedangkan reaksi tuberkulin merupakan respons imun selular yang terbatas. Kedua reaksi tersebut dapat ter jadi akibat sensitasi terhadap antigen mikroorganisme yang sama misalnya M.tuberculosae dan M.lepra. Granulomata terjadi pula pada hipersensitivitas terhadap zerkonium sarkoidosis dan rangsangan bahan non-antigenik seperti
bedak (talcum). Dalam hal mi makrofag tidak B. Dermatitis Kontak Dermatitis kontak dikenal dalam klinik Sebagai dermatitis yang timbul pada kulit tempat kontak dengan alergen. Reaksi rnaksimal ter jadi setelah 48 jam dan merupakan reaksi epidermal. Sel Langerhans sebagai antigen pre - senting cell (APC), sel Thi, dan makrotag memegang peran pada reaksi di sini. C. Tipe Tuberkufln
Peaksi tuberkulin adalah reaksi dermal yang berbeda dengan reaksi dermatitis kontak dan terjadi 20 jam setelah terpajan antigen. Reaksi terdiri atas infiltrasi sal mononuklear (50% adalah lirnfosit dan sisanya monosit). Setelah 48 jam, timbul infiltrasi limfosit datam jumiah besar sekitar pembuluh darah yang me rusak hubungan serat-serat kotagen kulit. Bila reaksi menetap, reaksi tuberkulin dapat berlanjutmenimbulkan kavitas atau granulomata.
dapat memusnahkan benda inorganik tersebut. Granulomata non-imunologis dapat dibedakan
dail yang imunologis oleh karena yang pertama tidak mengandung limfosit. Dalam reaksi granulomata ditemukan sel epiteloid yang diduga berasal
dan
sei-sel
makrofag. Sel-sel raksasa yang memiliki banyak nukleus disebut sel raksasa Langhans.
Sel tersebut mempunyai beberapa nukleus yang tersebar di bagian perifer set dan oleh karena itu diduga sal tersebut merupakan hasil diferensiasi terminal sel monositimakrofag. Granulomata imunologis ditandai oleh inti yang terdiri atas sal epiteloid dan makrofag, kadang-kadang ditemukan sel raksasa yang diketilingi oieh ikatan limfosit. Di samping itu dapat ditemukan fibrosis (endapan serat koiagen) yang terjadi akibat proliferasi fibroblas
dan peningkatan sintesis kolagen. Pada baberapa penyakit seperti tuberkulosis, di bagian sentral dapat ditemukan nekrosis dengan hilangnya struktur jaringan (Gambar 11). Sifatsifat penting keempat jenis reaksi hipersensitivitas lambat terlihat pada tabel 3.
15
15
Jaringan nekrotlk
Sd-sal inflamasi
Basil tubenkulosis
Gambar 11. Granutornata Tuberkulosis
Tabel 3. Sifat-Slfat Penttng Keempat Reaksl Hipersensitivitas Lambat
lipe
Jones
Kontak
Waktu reaksi esntuk klinis ~
24 jam 48 jam Pembengkakan kulit eksim
Gambaran histologis
Leukosit basofil, hmfosit sd
Sel mononukleer, edema, epidermis
mononuklear
menimbul
Ag intradermal mis. ovalbumin
Epidem~al mis. Nikel, karat dsb.
Antigen
Daftar Pustaka
Tuberkulin
Granuloma
48 jam Indurasi lokal dan bengkak~panas Sal mononuklean, limfosit, rnonosit, makrofag menurun
4 minggu indurasi kulit
Dermal:
Ag atau kompleks Ag/Ab atau talk
Tubenkulin dan mikrobakterium, leismania
7.
2. Baratawidjaja KB, Antigen dan antibodi. Dalam: Imunologi Dasar edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 1996. 16-26. 3. Baratawidjaja KB. Sel-sel sistem imun. Dalam: Imunologi Dasar edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FKuI;
8.
1996. 38-63. 4. Baratawidjaja KB. Reaksi hipersensitivitas. Dalam: Imunologi Dasar edisi 3, Jakarta: Balal Penerbit FKUI; 1996.76-97.
Male DK. Introduction. Dalam: Clinical Immunology, London: Mosby; 1994. 18-27.
5. Brostoff J,
dalam maknofag yang persisten
6. Brostoff J, Scadding GK, Male
Baratawidjaja Ke. Sistem imun. Dalam: Imunologi Dasanedisi 3. Jakarta: Bald Penerbit FKIJI; 1996. 3-15.
I.
Sal epiteloid. so! raksasa maknofag, nekrosis fibrosis –
9.
10.
D. Roitt IM. Introduction to immune responses. Dalam: Clinical Immunology, London: Gowen Madical Publishing; 1991. 1.1-.7. Rout I. Antibodies. Dalam: Essential Immunology. Oxford: Blackwell Scientitic Publications; 1994. 43-63. Sigal LH, Ron V. Cells and tissues of the immune system. Dalam: Immunology and Inflammation. New York: McGraw-Hill Inc; 1994. 15-36. Sigal LH. Ron V. Antibodies : structure and tunctions. Dalam: Immunology and Inflammation. New York: McGraw-Hill Inc, 1994. 37-62. Thomson NC, Kithwood EM, Lever RS. Basic immunological mechanism. Dalam: Handbook of Clinical Allergy. Oxford: Blackwell Scientific Publications; tahun 1990. 1-35.