© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan BAB XII
EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TUMBUHAN SEBAGAI DASAR PENYUSUNAN STRATEGI PENGELOLAAN PENYAKIT TUMBUHAN Disease management will be most effective if a practitioner or researcher maintains at least three perspectives: disease management is an integral component of crop production, it employs a logical system of technologies, and it requires accurate understansing of the destructive potensial of disease W.E Fry (1982)
A. Pendahuluan Berbagai bidang ilmu yang mempelajari penyakit tumbuhan sesungguhnya mempunyai satu tujuan akhir yang sama yaitu memberikan dasar untuk memahami dan atas dasar pemahaman tersebut kemudian untuk mengelola penyakit yang diderita tanaman. Tujuan akhir tersebut juga berlaku dalam mempelajari epidemiologi penyakit tumbuhan. Bahkan, berbeda dengan bidang ilmu lainnya yang juga mempelajari penyakit tumbuhan, epidemiologi penyakit tumbuhan justeru memberikan dasar yang dapat diaplikasikan langsung dalam merancang suatu strategi pengelolaan penyakit tumbuhan. Berbagai aspek epidemiologi penyakit tumbuhan yang dapat digunakan dalam berbagai tahapan pengelolaan penyakit tumbuhan telah diuraikan pada bab-bab terdahulu. Misalnya, dalam pengelolaan penyakit tumbuhan diperlukan informasi mengenai keberadaan penyakit tumbuhan. Berkaitan dengan itu telah diuraikan cara melakukan pemercontohan (Bab VIII), cara mengukur kuantitas penyakit (Bab III), cara mengukur faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit (Bab IX), cara menganalisis perkembangan penyakit dalam waktu dan ruang (Bab VI dan Bab VII), dan sampai cara menentukan apakah suatu penyakit sangat merugikan atau kurang merugikan (Bab X). Tidak ada bidang ilmu lain yang memberikan dasardasar sedemikian langsung terhadap pengelolaan penyakit tumbuhan selain epidemiologi penyakit tumbuhan. Terlepas dari berbagai aspek terapan epidemiologi penyakit tumbuhan sebagaimana telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, pada bab ini akan diuraikan penggunaan prinsipprinsip epidemiologi dalam perencanaan strategi pengelolaan penyakit tumbuhan. Uraian dibatasi pada prinsip-prinsip dasar, sedangkan uraian yang lebih ri nci dapat diperoleh antara lain dari Fry (1982) dan Zadoks & Schein (1979).
B. Tujuan Instruksional Setelah membaca dan mempelajari materi yang diuraikan pada bab ini mahasiswa diharapkan dapat: 1) Menjelaskan peranan epidemiologi penyakit tumbuhan dalam berbagai tahap pelaksanaan pengelolaan penyakit tumbuhan 2) Menjelaskan prinsip dasar epidemiologi penyakit tumbuhan yang dapat digunakan dalam merancang strategi pengelolaan penyakit tumbuhan. 3) Menjelaskan penerapan berbagai metode pengendalian penyakit tumbuhan berdasarkan prinsip-prinsip dasar epidemiologi penyakit tumbuhan.
C. Materi 1. Pengelolaan, Pengendalian, dan Pemberantasan Penyakit Tumbuhan Istilah pengelolaan penyakit tumbuhan merupakan istilah yang mengacu pada istilah yang telah terlebih dahulu ada, yaitu pengelolaan hama tumbuhan. Istilah pengelolaan hama tumbuhan sendiri sebenarnya berkembang dari konsep pengendalian hama terpadu (integrated pest control). Dalam perkembangan selanjutnya, istilah pengendalian hama terpadu yang berkembang menjadi pengelolaan hama diadopsi dalam bidang penyakit tumbuhan menjadi pengelolaan penyakit tumbuhan (Chiarappa 1974).
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
144
© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan Pengelolaan hama tumbuhan merupakan konsep pengendalian hama yang didasarkan atas pengetahuan mengenai ekosistem, dinamika populasi dan genetika hama, dan aspek ekonomi produksi tanaman untuk menekan populasi hama agar tetap berada di bawah ambang ekonomi (lihat kembali Bab X untuk memahami pengertian ambang ekonomi). Pengelolaan hama dilakukan dengan mempertimbangkan dan menggunakan lebih dari satu metode atau teknik pengendalian hama bukan untuk membasmi hama melainkan untuk mengatur populasi hama. Hama yang dimaksudkan dapat berupa satu spesies hama pada satu spesies tanaman tertentu atau juga beberapa spesies hama pada satu atau sejumlah spesies tanaman (FAO 1968). Pengelolaan hama merupakan reaksi terhadap kegagalan penggunaan insektisida sebagai satu-satunya cara untuk mengendalikan serangga hama. Hal ini berbeda dengan pengelolaan penyakit mengingat dalam pengendalian penyakit penggunaan beberapa metode atau teknik untuk mengendalikan suatu penyakit sudah merupakan modus operansi pengendalian penyakit sejak tahap awal perkembangannya. Hanya saja, pada awal perkembangan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan pengendalian penyakit tumbuhan, pertimbangan ekosistem dan ekonomis belum dimasukkan. Pengelolaan penyakit tumbuhan dengan demikian merupakan upaya pengaturan padat populasi patogen atau penyakit tumbuhan dengan menggunakan satu atau beberapa metode atau teknik sekaligus dengan berdasarkan kepada informasi mengenai ekologi dan ekonomi tanaman dan penyakit. Dengan demikian, pengelolaan penyakit tumbuhan dapat berupa tindakan pembasmian maupun sekedar pengendalian, asalkan tidankan yang dilakukan didasarkan atas pertimbangan kelayakan ekologis dan ekonomis. Pengelolaan Penyakit sebagai Tujuan Mempelajari Epidemiologi Pe-nyakit Tumbuhan Semua bidang ilmu yang mempelajari penyakit tumbuhan mempunyai tujuan yang sama untuk memberikan dasar dalam pengambilan keputusan pengelolaan penyakit tumbuhan. Epidemiologi penyakit tumbuhan juga demikian, tetapi bahkan memberikan dasar yang jauh lebih bersifat terapan dan komprehensif. Sebagaimana diketahui, suatu usahatani dapat melibatkan lebih dari satu spesies tanaman. Setiap spesies tanaman biasanya dapat menderita lebih dari satu penyakit sekaligus. Persoalan yang kemudian timbul adalah apakah semua penyakit yang diderita harus dikendalikan. Bila suatu penyakit dikendalikan, apakah keputusan pengendalian yang diambil dapat menguntungkan petani. Persoalan terakhir timbul karena pengendalian penyakit tumbuhan merupakan keputusan yang memerlukan biaya yang pada akhirnya akan meningkatkan biaya produksi. Suatu tindakan pengendalian penyakit tanaman merupakan suatu proses yang terdiri atas beberapa tahap dalam langkah-langkah sebagai berikut: 1) Penentuan keberadaan penyakit 2) Pengambilan keputusan pengelolaan 3) Perancangan strategi pengelolaan 4) Penyiapan logistik pengelolaan 5) Pelaksanaan pengelolaan 6) Evaluasi pelaksanaan pengelolaan Penentuan keberadaan penyakit dilakukan melalui langkah-langkah diagnosis dengan menggunakan tanda dan/atau gejala atau dengan melalui isolasi dan identifikasi di laboratorium. Namun langkah-langkah diagnosis tersebut baru pada skala individu, sedangkan untuk pengambilan keputusan pengendalian diperlukan penentuan keberadaan penyakit pada skala populasi. Untuk maksud tersebut perlu dilakukan pengamatan intensitas penyakit dengan menerapkan rancangan dan teknik pemercontohan tertentu sebagaimana telah dibahas pada Bab III dan Bab VIII. Setelah melalui pengamatan dalam satuan wilayah tertentu dapat diketahui seberapa luas daerah sebaran penyakit dan bagaimana variasi intensitas penyakit dalam wilayah sebaran tersebut. Pengambilan keputusan pengelolaan penyakit tumbuhan tidak selalu harus didahului dengan informasi mengenai keberadaan penyakit. Untuk penyakit-penyakit tertentu yang berkembang sangat cepat, menunggu sampai terjadi penyakit untuk melakukan suatu tindakan 2.
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
145
© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan pengelolaan seringkali akan sangat terlambat. Pengambilan keputusan pengendalian penyakit dengan demikian dapat dipilahkan menjadi: 1) Pengambilan keputusan berdasarkan atas informasi keberadaan penyakit, bisanya hanya untuk penyakit yang berkembang lambat atau untuk suatu penyakit baru di suatu wilayah. wil ayah. 2) Pengambilan keputusan tanpa berdasarkan atas informasi mengenai keberadaan penyakit melainkan berdasarkan atas informasi mengenai faktor lingkungan yang mendukung perkembangan penyakit. Pengembilan keputusan dengan cara ini diperlukan untuk penyakit-penyakit yang berkembang dengan cepat. Pengambilan keputusan dilakukan dengan menggunakan pemrakira penyakit sebagaimana telah dibahas pada Bab XI. Pengambilan keputusan pengelolaan, selain berdasarkan atas informasi mengenai keberadaan penyakit atau faktor lingkungan yang mendukung perkembangan penyakit j uga perlu didasarkan atas pertimbangan ekonomis. Pertimbangan ekonomis diperlukan karena pengelolaan penyakit merupakan tindakan yang memerlukan biaya. Untuk menjustifikasi kelayakan ekonomis suatu tindakan pengelolaan perlu tersedia informasi mengenai kehilangan hasil yang dapat diakibatkan oleh suatu penyakit dan informasi mengenai biaya pengelolaan. Pertimbangan ekonomis dalam pengelolaan penyakit tumbuhan bermuara pada penentuan ambang ekonomi sebagaimana telah diuraikan pada Bab X. Setelah diambil keputusan untuk melakukan pengelolaan, langkah berikut yang harus dipertimbangkan adalah bagaimana strategi yang harus diambil dalam melaksanakan tindakan pengelolaan yang telah diputuskan. Penyusunan strategi pengelolaan penyakit merupakan langkah untuk menentukan metode pengendalian apa yang harus digunakan, bagaimana mengkombinasikan beberapa metode untuk memperoleh hasil yang optimal, dan bagaimana teknik penerapan metode atau kombinasi metode yang telah ditetapkan. Pemilihan metode dan teknik pengendalian suatu penyakit memerlukan informasi mengenai perkembangan penyakit, khususnya perkembangan penyakit dalam waktu sebagaimana telah dibahas pada Bab VI. Penggunaan informasi mengenai perkembangan epidemi untuk menyusun strategi pengelolaan penyakit akan diuraikan pada sub-bab berikut. Langkah berikut yang harus dilakukan setelah strategi pengelolaan penyakit ditetapkan adalah penyiapan logistik. Logistik dalam pengelolaan penyakit mencakup bahan dan alat yang diperlukan, biaya yang diperlukan untuk pengadaan bahan dan alat, dan penyiapan tenaga pelaksana pengelolaan. Penyiapan logistik dapat dilaksanakan pada skala usaha tani oleh seorang petani atau dalam skala regional oleh instansi pemerintah yang bertanggung jawab menangani pengelolaan penyakit. Perlu dipahami bahwa pengelolaan penyakit pada dasarnya merupakan tanggung jawab petani dan pemerintah baru ikut terlibat bila terjadi ledakan penyakit dalam wilayah yang luas. Pelaksanaan pengelolaan mencakup aspek cara pelaksanaan dan waktu pelaksanaan. Cara pelaksanaan suatu tindakan pengelolaan sangat tergantung pada metode dan teknik yang ditetapkan dalam strategi pengelolaan penyakit. Waktu pengelolaan sangat tergantung pada keadaan penyakit dan ketersediaan logistik yang diperlukan. Semakin parah keadaan penyakit maka semakin mendesak waktu pengelolaan, tetapi apakah pengelolaan dapat dilaksanakan tergantung pada ketersediaan logistik pengelolaan. Pelaksanaan pengelolaan dapat berskala usahatani, tetapi bila penyakit sudah meluas maka pengelolaan harus dilakukan berskala regional. Pengelolaan penyakit yang sudah menyebar luas hanya dalam skala usahatani tidak akan memberikan hasil yang memuaskan dan bahkan mungkin akan merupakan tidakan pemborosan. Setelah dilaksanakan tindakan pengelolaan maka perlu dilakukan evaluasi. Evaluasi sedapat mungkin dilakukan tidak hanya untuk menentukan efektivitas pengendalian melainkan juga untuk menentukan efisiensi dan akibat sampingan yang mungkin terjadi. Efektivitas pengelolaan didasarkan atas kemampuan suatu metode dan teknik pengelolaan untuk menekan perkembangan penyakit, sedangkan efisiensi pengelolaan didasarkan atas kemampuan menekan perkembangan penyakit dan kelayakan ekonomis. Evaluasi juga perlu dilakukan terhadap akibat samping yang dapat ditimbulkan oleh suatu tindakan pengelolaan seperti misalnya berkembangnya ras patogen baru, pencemaran lingkungan, dan sebagainya. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan prinsip-prinsip pengamatan penyakit sebagaimana telah diuraikan pada
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
146
© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan Bab III, pemercontohan sebagaimana telah diuraikan pada Bab VIII, dan teknik-teknik lain di luar lingkup epidemiologi penyakit tumbuhan. Penggunaan Prinsip-prinsip Epidemiologi untuk Menyusun Strategi Pengelolaan Penyakit Tumbuhan Sebagaimana telah diuraikan, salah satu langkah dalam pengelolaan penyakit tumbuhan adalah penyusunan strategi pengelolaan. Penyusunan strategi pengelolaan tersebut didasarkan terutama atas prinsip-prinsip epidemiologi yang berkaitan dengan perkembangan penyakit dalam waktu. Perkembangan penyakit dlam waktu sebagaimana telah diuraikan pada Bab VI memilahkan penyakit menjadi dua kategori sebagai berikut: 1) Penyakit bunga tunggal yang perkembangannya sangat ter gantung pada inokulum awal atau intensitas penyakit awal. 2) Penyakit bunga berbunga yang perkembangannya tergantung pada inokulum awal atau intensitas penyakit awal dan laju perkembangan penyakit, tetapi laju perkembangan penyakit mempnyai peranan yang lebih menentukan. Dengan mengacu kepada kedua kategori perkembangan penyakit tumbuhan tersebut maka pengelolaan penyakit tumbuhan sebenarnya harus diarahkan pada: 1) Penurunan padat populasi inokulum awal atau i ntensitas penyakit awal. 2) Penurunan laju perkembangan intrinsik penyakit. Suatu metode atau teknik pengendalian tertentu dapat melakukan salah satu atau keduanya sebagaimana disajikan pada Tabel 12.1. Efektivitas penurunan inokulum awal atau penyakit awal maupun laju perkembangan intrinsik penyakit yang dapat diperoleh dari penerapan suatu metode atau teknik pengendalian penyakit dapat dijelaskan dengan menggunakan kurva perkembangan penyakit sebagaimana disajikan pada Gambar 12.1. Pada gambar tersebut perkembangan penyakit dinyatakan sebagai garis lurus (Garis 1). Tindakan pengendalian terdiri atas tindakan a dan d untuk menurunkan inokulum awal, b dan e untuk menunda infestasi penyakit, c untuk menurunkan laju intrinsik pada awal epidemi, dan f untuk menurunkan laju intrinsek setelah epidemi berkembang. Gambar 12.1 menunjukkan bahwa penurunan inokulum maupun penundaan infestasi penyakit memberikan pengendalian yang kurang efektif dibandingkan dengan penurunan laju intrinsik perkembangan penyakit. Namun untuk penyakit kategori bung tunggal, penurunan inokulum atau penundaan infestasi penyakit merupakan pilihan yang dapat dilakukan. 3.
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
147
© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan Tabel 12.1. Berbagai Metode Pengendalian Penyakit dan Pengaruhnya Terhadap Fak-tor Penentu Perkembangan Penyakit (Zadoks & Schein 1979, dimodifikasi) Metode Pengendalian Penyakit Pengaruh Yo r t 1. Penghindaran dari Patogen a. Pemilihan wilayah geografis X X b. Pemilihan lokasi tanam pada suatu wilayah X X c. Pemilihan waktu tanam X X X d. Pengunaan bahan tanam bebas penyakit X e. Modifikasi praktik budidaya X X 2. Eksklusi patogen a. Perlakuan benih dan bahan tanam lainnya X b. Inspeksi dan sertifikasi benih dan bibit tanaman X c. Penerapan karantina tumbuhan X X d. Eliminasi serangga vektor X X X 3. Eradikasi Patogen a. Pengendalian hayati patogen tanaman X X b. Pergiliran tanaman X X c. Pembinasaan tumbuhan rentan atau sisa tumbuhan rentan 1) Roguing X X 2) Eliminasi inang penggilir dan gulma inang X 3) Sanitasi X d. Perlakuan panas dan kimiawi terhadap bahan tanam X e. Perlakuan tanah X 4. Perlindungan tanaman a. Penyemprotan atau pengabutan dan perlakuan lain untuk X melindungi dari infeksi b. Pengendalian serangga vektor patogen X c. Modifikasi lingkungan X d. Inokulasi dengan virus jinak untuk melindungi dari virus ganas X e. Modifikasi hara tanaman X 5. Pengembangan tanaman inang tahan a. Seleksi dan pemuliaan untuk memperoleh tanaman tahan 1) Ketahanan vertikal X 2) Ketahanan horizontal X 3) Ketahanan dua dimensi X X 4) Ketahanan populasi X b. Ketahanan dengan kemoterapi X c. Ketahanan dengan pemberian unsur hara X 6. Terapi yang diberikan terhadap tanaman sakit a. Kemoterapi X b. Perlakuan panas X c. Pembedahan X
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
148
© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan
TRANSFORMASI INTENSITAS intensitas Yp saat panen
1
2 ambang Yd kerusakan
3
4 50%
f
Y50
ambang Ya tindakan
e d c
inokulum Y0 awal
b
ta
t50
waktu ktu tin tindakan kan
waktu ktu 50%
WAKTU
a
awal epidemi
Gambar 12.1. Diagram untuk Menunjukkan Pengaruh Berbagai Metode Pengendalian Penyakit terhadap Y0, r, dan t. Baca teks untuk memperoleh penjelasan (Zadoks & Schein 1979, dimodifikasi) 4. Metode Pengelolaan Penyakit Tumbuhan a. Pengendalian untuk Menurunkan Inokulum Awal Sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 12.1, pengendalian untuk menurunkan inokulum awal dapat dilakukan dengan berbagai cara. Beberapa metode dan teknik pengendalian yang berpengaruh terutama terhadap inokulum awal adalah: 1) Penerapan karantina tumbuhan 2) Penggunaan bahan tanam bebas patogen 3) Penerapan teknik budidaya yang dapat menurunkan inokulum awal 4) Pemberian perlakuan fisik 5) Pemberian perlakuan kimia pra-tanam Setiap negara di dunia mempunyai peraturan perundang-undangan mengenai karantina tumbuhan. Peraturan perundang-undangan mengenai karantina yang berlaku saat ini di indonesia adala UU No. 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan. Khusus mengenai karantina tumbuhan, undang-undang tersebut dijabarkan dalam bentuk peraturan pemerintah, yaitu PP No. 14 Tahun 2002 tentang Karantina Tumbuhan. Menurut ketentuan peraturan perundang-undangan, petugas karantina bertugas untuk melakukan tindakan karantina yang terdiri atas pemeriksaan, pengasingan, pengamatan, perlakuan, penahanan,
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
149
© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan penolakan, pemusnahan, dan pembebasan. Tindakan karantina tersebut diharapkan dapat menekan inokulum awal karena dikenakannya persyaratan bahwa produk pertanian yang dimasukkan ke suatu negara atau wilayah karantina tertentu harus bebas patogen tertentu. Namun karantina yang berlaku hanya di suatu negara seringkali kurang efektif karena masih memungkinkan masuknya patogen melalui pintu belakang, yaitu masuknya suatu patogen melalui negara tetangga yang tidak mengenakan karantina terhadap patogen yang bersangkutan. Dari negara tetangga, patogen kemudian dapat masuk melalui mekanisme pemencaran alami. Untuk mengatasi hal ini diusulkan perlunya karantina regional yang melibatkan bebera negara. Penggunaan bahan tanam bebas patogen meliputi bahan tanam aseksual (bibit) dan bahan tanam seksual (benih). Untuk menjamin penggunaan bahan tanam bebas patogen, bibit dan benih yang diperjualbelikan untuk kepentingan budidaya tanaman dharuskan disertai dengan sertifikat yang dikeluarkan oleh instansi khusus yang menangani sertifikasi benih dan bibit. Penggunaan bibit bebas patogen mempunyai peranan yang penting untuk menurunkan inokulum awal penyakit-penyakit bawaan bibit yang pada umumnya menimbulkan penyakit bersifat sistemik seperti virus, viroid, micoplasm-like organisms (MLO) serta bakteria dan fungi yang berkembang secara sistemik, sedangkan penggunaan benih bebas patogen mempunyai peranan penting dalam menurunkan inokulum awal penyakit-penyakit bawaan benih seperti penyakit bawaan benih yang disebabkan oleh virus, bakteria, atau jamur (Tabel 12.2). Tabel 12.2. Contoh Patogen Bawaan Bibit dan Bawaan Benih (Fry 1982) Golongan Spesies Patogen Pembawa Penyakit Patogen Virus Barley stripe mosaic virus Benih barley Barley stripe mosaic Bakteria Stek bunga krisan Hawar Erwinia chrysanthemi Umbi bibit kentang Busuk cincin Corinebacterium spedonicum Benih buncis Hawar halo Pseudomonas phaseolicola Benih buncis Hawar buncis Xanthomonas phaseoli Xanthomonas campestris Benih kubis Busuk hitam Verticillium spp. Fungi Stek bunga krisan Layu Fusarium oxysporum f.sp. Stek bunga krisan Layu chrysanthemi atau f.sp. tracheiphilum Benih kubis Kaki hitam Phoma lingam Ustilago nuda Benih barley Gosong Teknik budidaya tanaman yang dapat diterapkan untuk menurunkan inokulum awal adalah pengendalian inang pengganti (alternatif host) dan inang penggilir (alternate host) dan pembukaan areal budidaya di tempat yang terisolasi. Banyak patogen mempunyai inang pengganti bila tanaman inang utamanya tidak ada. Inang pengganti tersebut menyediakan inokulum awal bagi tanaman inang utama yang dibudidayakan. Beberapa spesies patogen tertentu terutama jamur karat mempunyai inang penggilir yang juga berperan sama. Pengendalian inang penggani dan inang penggilir tersebut diharapkan dapat menurunkan inokulum awal, tetapi pelaksanaannya seringkali tidak mudah dilakukan. Pembudidayaan tanaman pada jarak tertentu dari daerah sebaran patogen dapat menurunkan inokulum awal yang akan menginfeksi tanaman, tetapi hal ini seringkali menghadapi kendala teknis budidaya lainnya. Perlakuan fisik dilakukan untuk menurunkan padat populasi maupun efikasi inokulum awal. Perlakuan fisik yang dapat diberikan untuk menurunkan padat populasi inokulum awal meliputi pemberian uap panas, penjemuran tanah, pembakaran, dan penggenangan. Pemberian uap panas lazim dilakukan terhadap tanah yang akan digunakan di rumah kaca. Penjemuran tanah yang ditutupi dengan pastik polietilena transparan dapat menurunkan padat populasi inokulum awal layu vertisilium (Verticilium dahliae) pada tanaman tomat. Penjemuran tanah
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
150
© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan akan lebih efektif bila sebelum penjemuran tanah dilembabkan terlebih dahulu untuk memfasilitasi perkecambahan patogen bawaan tanah sebelum dilakukan penjemuran. Pembakaran dilaporkan dapat menurunkan padat populasi inokulum awal beberapa spesies patogen tanaman bawaan tanah, misalnya pada pertanaman padi ladang untuk menurunkan inokulum awal Sclerotium oryzae penyebab penyakit busuk batang basah. Penggenangan ternyata efektif menurunkan padat populasi inokulum awal Fusarium oxysporum f.sp. cubensis, penyebab penyakit panama pada pisang, dan inokulum awal Sclerotinia sclerotiorum, penyebab busuk ungu pada seledri, tetapi hanya dapat diterapkan pada lahan datar yang mempunyai banyak sumber air. Perlakuan fisik yang dapat digunakan untuk menurunkan efikasi inokulum awal meliputi: 1) Alterasi suhu, misalnya efikasi inokulum awal Pythium ultimum penyebab dumping off dan busuk akar buncis akan menurun bila buncis ditanam pada saat suhu tanah cukup tinggi pada akhir musim semi. 2) Alterasi kelembaban, yang meliputi alterasi kelembaban tanah dan alterasi kelembaban udara. Misalnya efikasi inokulum awal Rizoctonia solani dapat dirurunkan dengan menanam dalam bedengan untuk menurunkan kelembaban tanah karena R. solani memerlukan tanah jenuh air. Contoh lainnya, efikasi inokulum awal Sclerotinia sclerotiourum penyebab kapang putih pada buncis dapat dikurangi dengan menanam buncis dalam barisan yang paralel dengan arah a rah angin pada umumnya. 3) Alterasi reaksi tanah, misalnya untuk menurunkan efikasi inokulum awal patogen penyakit layu fusarium dan efikasi Sclerotium rolfsii, pH tanah dinaikkan dengan cara pengapuran. Pada pihak lain, efikasi inokulum awal patogen kudis kentang, layu vertisilium, dan busuk akar kapas justeru dapat diturunkan dengan menurunkan pH tanah melalui pemberian pupuk organik. 4) Alterasi padat populasi tanaman, misalnya untuk patogen penyakit-penyakit yang padat populasi inokulum awalnya rendah serta penyakit yang bersifat sistemik dan monosiklik, efikasi inokulum awal dapat diturunkan dengan meningkatkan padat populasi tanaman (jarak tanam rapat). Namun hal ini tidak berlaku bagi patogen penyakit yang bersifat polisiklik karena tanaman yang telah terinfeksi dapat menjadi sumber inokulum awal bagi tanaman lain yang belum terinfeksi. Pemberian perlakuan kimiawi pra-tanam dimaksudkan terutama untuk menurunkan intensitas penyakit awal. Perlakuan yang dapat diberikan adalah sebagai berikut: 1) Perlakuan tanah, dalam bentuk perlakuan disinfestasi tanah, nematisidasi tanah, dan fungisidasi tanah. Disinfestasi dilakukan dengan fumigasi menggunakan metilbromida yang dicampur dengan kloroform. Nematisida dan fungisida yang diaplikasikan ke dalam tanah sebelum tanam dapat menurunkan intensitas penyakit awal penyakit-penyakit yang disebabkan oleh nematoda dan jamur bawaan t anah. 2) Perlakuan benih, misalnya perlakuan benih jagung dengan fungisida untuk menurunkan Peronosclerospora maydis. intensitas awal penyakit bulai yang disebabkan oleh Peronosclerospora Pengendalian untuk Membatasi Waktu Infestasi Tabel 12.1 menunjukkan bahwa tidak banyak yang dapat dilakukan untuk mengendalikan penyakit melalui pembatasan waktu infestasi tanaman oleh patogen. Beberapa teknik pengendalian yang dapat diterapkan adalah: 1) Pemilihan waktu tanam 2) Modifikasi praktik budidaya Sebagaimana telah dibahas pada Bab V dan Bab VI, proses perkembangan penyakit memerlukan kondisi lingkungan tertentu. Kondisi lingkungan yang paling dominan adalah lingkungan cuaca. Dalam kaitan ini, penyakit tertentu didukung perkembangannya oleh cuaca lembab pada musim hujan, sedangkan penyakit lainnya ol eh cuaca kering pada musim kemarau. Penanaman bawang putih yang lebih mendekati musim kemarau memungkinkan tanaman terpapar lebih singkat terhadap keadaan cuaca yang mendukung perkembangan penyakit tepung palsu yang disebabkan oleh Peronospora destructor .
b.
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
151
© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan Modifikasi praktik budidaya yang dapat dilakukan untuk mempersingkat paparan tanaman terhadap penyakit adalah panen awal. Misalnya panen awal jagung segera setelah kering panen akan mengurangi paparan biji jagung pada tongkolnya terhadap penyakit busuk merah yang disebabkan oleh Fusarium oxysporum. Pengendalian untuk Menurunkan Laju Intrinsik Penyakit Tabel 12.1 menunjukkan bahwa berbagai metode dan teknik pengendalian dapat dilakukan untuk menurunkan laju intrinsik penyakit, di antaranya adalah sebagai berikut: 1) Perlakuan pestisida pasca-tanam 2) Pengendalian alami dan hayati 3) Penggunaan tanaman tahan penyakit 4) Modifikasi lingkungan fisik tanaman Pestisida yang diaplikasikan setelah tanam dimaksudkan untuk melindungi tanaman sehingga disebut pestisida protektan. Pestisida protectan dapat berupa fungisida untuk mengendalikan penyakit yang disebabkan oleh jamur, bakterisida untuk mengendalikan penyakit-penyakit yang disebabkan oleh bakteria, atau nematisida untuk mengendalikan penyakit-penyakit yang disebabkan oleh nematoda. Untuk menekan laju perkembangan penyakitpenyakit polisiklik, pestisida protektan harus diaplikasikan beberapa kali setelah tanam. Bila diaplikasikan hanya satu kali, pestisida protektan hanya akan menunda perkembangan epidemi dan bukan menekan laju perkembangannya (Gambar 12.2a). Aplikasi pestisida beberapa kali setelah tanam untuk menurunkan laju perkembangan penyakit (Gambar 12.2b) juga sekaligus dapat menurunkan intensitas awal penyakit. Akan tetapi, perlakuan aplikasi beberapa kali setelah tanam dan dengan penggunaan dosis aplikasi yang tinggi, meskipun dapat menekan laju intrinsik penyakit, juga potensial menimbulkan pengaruh samping berupa bahaya terhadap kesehatan manusia, dampak negatif terhadap lingkungan, induksi penyakit bukan sasaran, dan ketahanan penyakit sasaran. Selain itu, aplikasi pestisida beberapa kali dengan dosis tinggi juga akan meningkatkan biaya pengelolaan penyakit karena harus disediakan pestisida dalam jumlah yang lebih banyak dan biaya tenaga kerja yang juga semakin meningkat. Frekuensi dan dosis aplikasi fungisida dengan demikian harus ditentukan untuk meminimalkan dampak samping dan mengotimalkan biaya produksi terhadap nilai hasil tanaman yang dapat diselamatkan dengan melakukan melakukan aplikasi dengan frekuensi dan dosis dosis tertentu. Pelajari kembali uraian mengenai ambang ekonomi yang telah diberikan pada Bab X. c.
120
) 80 % ( 70 T I K 60 A Y 50 N E P 40 S A 30 T I R 20 E V E 10 S
) % ( 100 T I K A 80 Y N E P 60 S A T 40 I R E V 20 E S
0
0
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
0
WAKTU WA KTU (MINGGU) Fungi Fungicide cide Halted alted
Fungici ungicide de Contin ontinued ued
10
20
30
40
WAKTU WA KTU (HA RI) 0
0.22
0.67
1.79
(a) (b) Gambar 12.2. Pengaruh Perlakuan Fungisida Protektan terhadap Perkembangan Pe-nyakit: (a) Aplikasi satu kali tidak mengubah laju intrinsik penyakit hawar dini pada seledri dan (2) Penurunan laju intrinsik penyakit hawar lambat pada kentang akibat perlakuan insektisida protektan setiap minggu tergantung pada dosis aplikasi. Pengendalian alami dan hayati dapat menurunkan laju intrinsik bila musuh alami atau agen pengendali hayati yang digunakan bekerja setelah terjadinya perkembangan penyakit
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
152
© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan polisiklik. Pengendalian alami dan hayati dibedakan berdasarkan tidak ada atau adanya campur tangan manusia. Pada pengendalian alami, manusia tidak terlibat langsung dalam membiakkan dan melepaskan musuh alami yang digunakan. Sebaliknya pada pengendalian hayati musuh alami dipilih, dibiakkan, dan dilepaskan untuk mengendalikan suatu penyakit. Musuh alami yang digunakan dalam pengendalian hayati disebut agen pengendali hayati. Musuh alami atau agen pengendali hayati dalam pengendalian hayati penyakit pada umumnya berupa antagonis dan kompetitor, tetapi selain itu juga dapat berupa patogen dan predator (dalam pengendalian hayati nematoda). Beberapa musuh alami dan/atau agen pengendali hayati yang telah digunakan dalam pengendalian hayati penyakit disajikan pada Tabel 12.3. Tabel 12.3. Beberapa Musuh Alami dan/atau Agen Pengendali Hayati dalam Pengen-dalian Hayati Penyakit Tumbuhan Golongan Bakteria
Fungi
Agen Agrobacterium radiobacter var. tumefaciens (isolat non patogenik) Pseudomonas syringae (isolat non-patogenik) Pineopora gigantea
Patogen Agrobacterium radiobacter var. tumefaciens Ceratocystis ulmi
Penyakit Crown gall
Tanaman Stone fruit seedlings
Dutch elm disease
Ditch elm tree
Fomes anosus
Coniferous trees
Trichoderma harzianum
Rizoctonia solani dan Sclerotinia rolfsii
Busuk akar dan batang Dumping off dan layu Busuk buah Silver leaf Dumping off dan layu Busuk akar
strawberry Stone fruit trees Berbagai tanaman
Busuk akar atau pangkal batang Busuk batang
jeruk
Trichoderma spp. Trichoderma viridae Laetisaria arvalis Pisolethus tinctorius atau Telephora terrestris (ektomikoriza) Glomus fasciculatus (endomikoriza) Fusarium lateritium
Sterum purpureum Rizoctonia solani dan Phytium spp. Phytophthora cinnamomi Phytophthora parasitica Eutypa armeniacae
Berbagai tanaman
Pinus echinata
Berbagai spesies
Tanaman tahan penyakit dapat menurunkan laju intrinsik penyakit bila ketahanannya bersifat horizontal (Tabel 12.1). Ketahanan horizontal adalah ketahanan tanaman yang dikendalikan oleh banyak gen yang masing-masing memberikan kontribusi kecil tetapi bekerja terhadap banyak isolat dalam jangka panjang (sehingga disebut horizontal). Misalnya, ketahanan kentang kultivar Sebago terhadap Phytophthora infestans adalah ketahanan horizontal. Ketahanan horizontal dikenal dengan banyak nama, meskipun tidak selamanya identik, misalnya ketahanan poligenik, ketahanan jangka panjang (durable), atau ketahanan lapangan. Ketahanan vertikal tidak menekan laju intrinsik penyakit, melainkan inokulum awal. Mekanisme ketahanan tanaman terhadap patogen, baik ketahanan horizontal maupun vertikal, dapat berupa mekanisme fisik-struktural atau fisiologis-biokemis. Mekanisme manapun yang bekerja, ketahanan tanaman merupakan sifat relatif. Namun ketahanan vertikal memberikan pengaruh yang lebih nyata dibandingkan ketahanan horizontal, tetapi mudah dipatahkan oleh berkembangnya ras patogen baru. Ketahanan pada tanaman tahan penyakit hasil pemuliaan pada dasarnya bersifat vertikal, sedangkan pada landraces tertentu bersifat horizontal. Modifikasi lingkungan fisik tanaman yang dapat dilakukan untuk menurunkan laju intrinsik penyakit adalah pengaturan tajuk tanaman dan alterasi tipe dan frekuensi irigasi. Laju intrinsik penyakit hawar dini seledri dapat ditekan dengan menggunakan jarak tanam longgar empat kali lebih longgar daripada jarak tanam normal. Pengairan dengan cara penggenangan dapat memacu perkembangan penyakit yang memerlukan kondisi tanah jenuh air untuk berkembang. Pada pihak lain, irigasi penyiraman (termasuk sprinkle) dapat memacu perkembangan penyakit yang memerlukan peride kebasahan daun tertentu. Peningkatan frekuensi irigasi pada umumnya memacu perkembangan banyak penyakit, tetapi pengurangan frekuensi irigasi justeru memacu perkembangan penyakit yang disebabkan oleh patogen lemah.
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
153
© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan 5. Kendala Pengelolaan Penyakit Berbagai metode dan teknik pengelolaan penyakit telah dikembangkan, mulai dari metode dan teknik yang sederhana sampai pada metode dan teknik yang paling canggih. Namun dengan perkembangan metode dan teknik pengelolaan penyakit tersebut, berbagai penyakit masih terus saja menyebabkan kehilangan hasil pada berbagai tanaman penting di seluruh dunia. Penelitian untuk mengembangkan metode dan teknik pengelolaan penyakit telah menggunakan biaya yang besar dan sementara itu nilai kehilangan hasil yang diakibatkan oleh berbagai penyakit masih sangat sulit dapat diturunkan. Keberhasilan pengelolaan penyakit agaknya tidak cukup hanya dengan tersedianya metode dan teknik pengendalian penyakit. Berbagai faktor ikut menentukan dan dari faktorfaktor tersebut, beberapa di antaranya justeru merupakan kendala dalam mencapai keberhasilan pengelolaan penyakit tanaman. Beberapa kandala yang sangat memperngaruhi keberhasilan pengelolaan penyakit adalah sebagai berikut: 1) Kendala teknis berupa prioritas pada penggunaan pestisida dan tanaman tahan bersifat vertikal. 2) Kendala ekonomis karena orientasi budidaya pertanian yang masih subsisten 3) Kendala politis karena batas-batas administratif pemerintahan terutama ba tas-batas negara. 4) Kendala sosial karena tingkat keterdidikan yang masih rendah 5) Kendala budaya karena kepercayaan dan tradisi lokasl yang menyulitkan penerapan pengelolaan penyakit. Penggunaan pestisida dan tanaman tahan hasil pemuliaan (ketahanan vertikal) memperoleh dukungan dari perusahaan besar berskala internasional. Dukungan tersebut memungkinkan penggunaan pestisida dan tanaman tahan hasil pemuliaan mudah dapat diterima masyarakat, lebih-lebih bila instansi pemerintah ikut bermain proyek bersama-sama dengan perusahaan yang bergerak dalam bidang tersebut. Dengan pertimbangan ekonomis, perusahaan cenderung mengembangkan pestisida berspektrum lebar dan tanaman tahan berketahanan vertikal. Padahal pestisida berspektrum lebar dan tanaman tahan berketahanan vertikal bukan merupakan penyelesaian masalah, melainkan hanya merupakan penundaan masalah. Pestisida berspektrum lebar menimbulkan berbagai akibat sampingan yang justeru bersifat kontraproduktif, sedangkan ketahanan vertikal sangat mudah dipatahkan oleh timbulnya ras baru patogen. Budidaya pertanian di negara-negara berkembang pada umumnya masih bersifat subsisten dan dijadikan tempat persembunyian pengangguran ( disguished unemployment ). ). Sumberdaya manusia yang terlibat dalam budidaya pertanian selalu merupakan sumberdaya manusia yang tidak terserap dalam sektor lain. Dalam keadaan demikian, penerapan metode dan teknik pengelolaan penyakit yang memerlukan biaya tinggi akan selalu tidak layak secara ekonomis. Nilai hasil tanaman yang dapat diselamatkan dengan menerapkan metode dan teknik pengendalian tertentu tidak dapat menutupi biaya pengendalian yang telah dikeluarkan. Oleh karena itu tidak mengherankan bila metode dan teknik pengelolaan penyakit yang memerlukan biaya hanya dapat diterapkan pada tanaman-tanaman yang bernilai ekonomis tinggi, khususnya pada tanaman perkebunan dan tanaman hortikultura tertentu. Batas batas administratif pemerintahan merupakan batas-batas buatan, sedangkan penyakit menyebar dalam batas-batas alami. Bila suatu wilayah administratif tidak bersedia melakukan pengendalian suatu penyakit maka penyakit tersebut akan senantiasa menjadi ancaman bagi wilayah tetangganya. Koordinasi antar tingkat pemerintahan tidak selamanya dapat dilakukan, lebih-lebih setelah diberlakukannya kebijakan otonomi daerah yang memungkinkan pemerintah daerah mengatur rumah tangganya secara otonom. Dalam hal demikian, keputusan untuk mengendalikan atau tidak mengendalikan suatu penyakit merupakan hak daerah otonom yang tidak mudah diintervensi. Tingkat keterdidikan masyarakat petani juga merupakan kendala yang besar dalam penerapan metode atau teknik pengelolaan penyakit tertentu. Penerapan metode atau teknik pengelolaan berdasarkan prakiraan penyakit atau ambang ekonomi penyakit akan menjadi hampir mustahil pada masyarakat petani yang kurang memahami aspek komersial pertanian dan perilaku ekologis suatu areal pertanian. Persoalannya menjadi semakin rumit manakala
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
154
© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan keterdidikan pada kalangan aparat pemerintah juga masih merupakan kendala. Persoalannya ada pada tingkat keterdidikan, bukan sekedar tingkat pendidikan formal yang diukur sekedar dengan menggunakan selembar ijasah. Pada kelompok masyarakat tertentu masih terdapat kepercayaan dan budaya tradisional yang dapat mempersulit penerapan metode dan teknik baru dalam pengelolaan penyakit. Budata tradisional perladangan tebas bakar misalnya, dari satu sisi dapat membantu mengendalikan penyakit yang disebabkan oleh patogen bawaan tanah. Namun pada sisi lain, budidaya tebas bakar juga mematikan mikroba yang menguntungkan seperti antagonis, kompetitor, dan mikoriza yang membantu mengendalikan penyakit tertentu. Tradisi untuk menanam kultivar tanaman tertentu akan menyulitkan dalam mengintroduksi kultivar baru yang diperlukan untuk mengendalikan penyakit tertentu.
D. Evaluasi Untuk mengukur kemampuan memahami materi yang telah diuraikan, jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini: 5) Jelaskan apa yang dimaksud dengan pengendalian penyakit, pengelolaan penyakit, dan strategi pengelolaan penyakit! 6) Mengapa untuk menyusun suatu strategi pengelolaan penyakit seseorang perlu memahami karakteristik epidemi penyakit yang bersangkutan? Berikan penjelasan! 7) Jelaskan mengapa pengelolaan penyakit dengan strategi menurunkan laju intrinsik penyakit hanya dapat diterapkan pada penyakit-penyakit polisiklik. 8) Terhadap suatu penyakit yang bersifat polisiklik, mana yang akan memberikan hasil yang lebih efektif, penggunaan tanaman tahan berketahanan vertikal atau aplikasi fungisida pasca-tanam secara berulang? Berikan penjelasan! 9) Pada saat ini telah tersedia metode pengendalian yang cukup efektif untuk mengendalikan penyakit busuk batang vanili. Jelaskan faktor apa yang menyebabkan penyakit tersebut tiba-tiba menimbulkan kerugian yang besar pada petani vanili di NTT!
E. Tugas Berstruktur Buatlah artikel pendek sepanjang maksimum 5 halaman spasi 1,5 mengenai salah satu dari topik sebagai berikut: 10) Efektivitas penerapan metode pengendalian penyakit yang dilaksanakan melalui proyek pada instansi pemerintah bidang pertanian 11) Keterlibatan perusahaan swasta dalam mempopulerkan penggunaan pestisida dan tanaman tahan penyakit berketahanan vertikal dan dampaknya terhadap metode pengendalian lain. 12) Pengaruh keterdidikan, tradisi, dan subsistensi orientasi usaha tani dalam penerapan metode pengendalian penyakit tertentu. Daftar Pustaka Campbell, C.L., & L.V. Madden 1990. Introduction to Plant Disease Epidemiology. John Wiley & Sons, New York. Fry, W.E. 1982. Principles of Plant Disease Management. Academic Press, New York. Zadoks J.C., & L.M. Koster 1976. A Historical Survey of Botabical Epidemiology:A Sketch of Development of Ideas in Ecological Phytopathology. Meded. Lanbouwhogeschool Wageningen 76-12:1-56. Zadoks, J.C., & R.D. Schein 1979. Epidemiologi and Plant Disease Management. Oxford University Press, New York (1, .2)
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
155