© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan BAB XI
SIMULASI DAN PRAKIRAAN EPIDEMI PENYAKIT TUMBUHAN The complexity of the interacting environment, host and pathogen has frustrated us … Now fast computers have made it easy to deal with complexity and new work begins. P.E. Waggoner (1978) Of the potential benefits of mathematical modeling to improving the efficiency of control of crop diseases, prediction stands foremost. C.A. Gilligan (1985)
A. Pendahuluan Pada Bab IV telah diuraikan dasar-dasar pemodelan yang merupakan tulang punggung dalam mempelajari epidemiologi penyakit tumbuhan. Melalui pemodelan, suatu proses epidemi yang kompleks dapat disederhanakan tanpa harus kehilangan esensi dari proses tersebut. Pemodelan yang telah diuraikan sejauh ini adalah pemodelan analitik, yaitu pemodelan yang melibatkan jumlah peubah yang terbatas dalam bentuk model-model yang masing-masing berdiri sendiri. Suatu bentuk lain dari pemodelan yang juga mempunyai peranan penting dalam epidemiologi penyakit tumbuhan adalah pemodelan simulasi, sebagaimana juga telah disinggung pada Bab IV. Simulasi merupakan suatu pemodelan yang menggabungkan banyak model tunggal ke dalam suatu sistem dengan bantuan pemrograman komputer. Pemodelan simulasi dengan demikian dimaksudkan untuk mempelajari suatu proses epidemi secara lebih komprehenif untuk berbagai tujuan. Salah satu tujuan dalam mempelajari pemodelan secara komprehensif semacam itu adalah untuk melakukan prakiraan penyakit tumbuhan (disease forecasting). Simulasi dan prakiraan penyakit tumbuhan sebenarnya merupakan dua hal yang berbeda, tetapi keduanya memerlukan dasar pemodelan. Pada bab ini akan diuraikan keduanya secara bersama-sama justeru untuk lebih memudahkan memahami persamaan dan perbedaan di antara keduanya. Uraian hanya akan diberikan sekedar sebagai pengantar, sedangkan pendalaman diharapkan dapat dilakukan dengan membaca buku-buku teks mengenai pemodelan dan prakiraan epidemi penyakit tumbuhan yang ada.
B. Tujuan Instruksional 1) 2) 3)
Setelah mengikuti kuliah mengenai bab ini mahasiswa diharapkan dapat: Menjelaskan pengertian prakiraan penyakit dan menyebutkan faktor-faktor yang menentukan keberhasilan penggunaannya. Menerangkan cara membuat forecaster dan memberikan contoh forecaster yang telah berhasil dibuat dan digunakan. Menjelaskan peranan prakiraan dalam pengelolaan epidemi penyakit tumbuhan dan keuntungannya dibandingkan dengan tanpa prakiraan.
C. Materi 1. Pengertian dan Kegunaan Simulasi dan Prakiraan Penyakit a. Simulasi Epidemi Penyakit Tumbuhan Simulasi merupakan proses perancangan model mengenai suatu sistem nyata dan pelaksanaan percobaan mengenai model tersebut untuk tujuan memahami perilaku sistem atau mengevaluasi strategi mengenai cara kerja sistem (Shannon, 1975). Simulasi pada dasarnya merupakan proses pemodelan mekanistik untuk memahami epidemi secara lebih baik dengan melibatkan lebih banyak komponen. Model mekanistik yang telah dibicarakan sebelumnya dikenal sebagai model analitik, sedangkan simulasi merupakan model mekanistik kategori kedua yang dimaksudkan untuk mewakili sistem yang kompleks (Jegger, 1986a).
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
130
© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan Mengingat dimaksudkan untuk mewakili sistem yang kompleks, simulasi sesungguhnya sesungguhnya merupakan bagian integral dari analisis sistem (Bab II). Tujuannya adalah untuk memahami secara lebih baik hubungan sebab-akibat yang terjadi dalam perkembangan suatu epidemi penyakit tumbuhan (Hau et al., 1985; Jegger, 1986b). Karena melibatkan banyak komponen, simulasi dalam epidemiologi penyakit tumbuhan terdiri atas sejumlah sub-model yang bersifat analitik. Model yang terdiri atas sejumlah sub-model tersebut dikenal sebagai simulator. Simulator dibuat dengan dua tujuan utama, yait u: 1) Mengorganisasikan sejumlah besar pengetahuan yang tersedia mengenai suatu epidemi dan melalui pengamatan terhadap epidemi yang disimulasikan maka epidemi dapat dipahami secara lebih baik. 2) Melakukan manipulasi terhadap epidemi secara menyeluruh yang dalam realitas tidak mungkin dilakukan atau dialami. Prakiraan Penyakit Tumbuhan Pengelolaan penyakit merupakan aspek budidaya tanaman yang memerlukan biaya tinggi. Biaya yang diperlukan untuk mengelola penyakit dapat dikurangi seandainya dapat diketahui sejauh mana tanaman pada musim tanam tertentu akan menghadapi risiko penyakit. Mengingat perkembangan epidemi penyakit tumbuhan merupakan proses yang ditentukan oleh sejumlah faktor yang telah diketahui maka kemungkinan penyakit seyogianya dapat ditentukan berdasarkan informasi yang tersedia mengenai faktor-faktor yang mempengaruhinya. Proses penentuan kemungkinan terjadinya penyakit di masa yang akan datang berdasarkan informasi yang tersedia sekarang disebut prakiraan epidemi penyakit tumbuhan atau secara singkat prakiraan penyakit (disease forecasting). Prakiraan dilakukan dengan menggabungkan semua informasi yang diperlukan ke dalam suatu sistem pakar ( expert system) yang disebut sistem pemrakira ( forecaster ). forecaster system ) atau secara singkat pemrakira ( forecaster forecaster ). Pemrakira meramalkan ledakan atau peningkatan penyakit berdasarkan informasi yang tersedia mengenai cuaca, tanaman, atau patogen (Campbell dan Madden, 1990). Kebanyakan pemrakira yang fungsional sebenarnya tidak memprakirakan dalam pengertian yang sesungguhnya karena didasarkan atas keadaan masa lalu yang mendukung terjadinya penyakit sekarang. Karena bukan untuk menentukan penyakit yang akan terjadi pada masa yang akan datang, banyak pihak menganggap prakiraan sebagai istilah yang kurang tepat. Misalnya, Zadoks (1984) mengusulkan penggunaan istilah peringatan penyakit ( disease warning). Terlepas dari argumen tersebut, banyak pemrakira yang telah dibuat ternyata dapat digunakan secara fungsional sebagai alat bantu dalam pengelolaan penyakit tumbuhan. b.
Persamaan dan Perbedaan antara Simulasi dan Prakiraan Epidemi Penyakit Tumbuhan Mengacu pada uraian mengenai pengertian dan kegunaan simulasi dan prakiraan penyakit tumbuhan, dapat disimpulkan sejumlah persamaan dan perbedaan antara keduanya. Namun persamaan dan perbedaan tersebut pada umunya sedemikian samar sehingga beberapa perlu dipertegas untuk lebih dapat memahaminya. Simulasi dan prakiraan penyakit tumbuhan sama-sama bertumpu pada pemodelan. Namun simulasi merupakan pemodelan khusus yang melibatkan banyak peubah untuk membentuk sejumlah model satuan yang dirangkaikan satu sama lain melalui pemrograman komputer. Pada pihak lain, prakiraan dapat menggunakan pemodelan analitik maupun pemodelan simulasi. Simulasi dan prakiraan sama-sama merupakan penyederhanan sistem yang kompleks. Perbedaannya, penyederhanaan dalam simulasi dimaksudkan terutama untuk memudahkan pemahaman sedangkan dalam prakiraan dimaksudkan terutama untuk melakukan pengendalian. c.
2. Simulasi Epidemi Penyakit Tumbuhan a. Pembuatan Simulator Ditinjau dari data mengenai sistem nyata yang digunakan, pembuatan simulator dilakukan dengan menggunakan tiga pendekatan:
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
131
© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan 1) 2) 3)
Menggunakan data dari publikasi mengenai epidemi yang bersangkutan Menggunakan data dari hasil percobaan mengenai epidemi yang bersangkutan. Menggabungkan keduanya, yaitu menggunakan data publikasi dan data hasil percobaan sekaligus. Manapun pendekatan yang digunakan, simulator yang dihasilkan dapat bersifat sederhana atau sangat kompleks tergantung pada tujuan pembuatan simulator, pemahaman mengenai epidemi yang akan disimulasikan, dan ketersediaan data untuk berbagai sub-model yang akan dilibatkan. Pembuatan simulator pada dasarnya merupakan pemaduan sejumlah persamaan submodel dengan mempertimbangkan daur penyakit, memilahkan komponen yang menyusun daur, dan menentukan parameter laju perubahan untuk setiap peubah. Dengan demikian maka pembuatan simulator melibatkan sejumlah langkah berurutan yang memungkinkan dilakukan iterasi (langkah mundur untuk perbaikan)(Gambar 11.1). PERUMUSAN MASALAH
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA MENGENAI DUNIA NYATA
PERMUSAN MODEL MATEMATIS
PENDUGAAN PARAMETER PERSAMAAN MENGGUNAKAN DATA DARI DUNIA NYATA
EVALUASI MODEL DAN NILAI DUGA PARAMETERNYA terima PERUMUSAN PROGRAM KOMPUTER
VALIDASI
PERANCANGAN PERCOBAAN SIMULASI
ANALISIS DATA SIMULASI
Gambar 11.1. Perencanaan dan Pengembangan Pengembangan Percobaan Simulasi (Naylor et al., 1966) Dua langkah pertama merupakan penyusunan kerangka kerja dalam pembuatan simulator. Dalam perumusan masalah dikembangkan struktur model dengan mendaftar komponen-komponennya, menentukan interaksi antar komponen, dan menentukan mekkanisme penting yang terjadi pada tiap komponen. Langkah selanjutnya adalah menggambarkan hubungan semua komponen secara diagramatik menggunakan diagram hubungan (Gambar 11.2) dengan menentukan peubah yang terlibat pada setiap komponen sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam simulasi (deWit dan Goudriaan, 1978). Peubah simulasi dipilahkan menjadi lima kategori, yaitu: 1) Peubah keadaan (state variable), dinyatakan sebagai segi empat, menyatakan keadaan sistem pada suatu waktu tertentu, misalnya jumlah bercak per helai daun.
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
132
© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan 2)
3)
4)
5)
Peubah kendali (driving variable), dinyatakan di antara dua kurung kurawal atau gambar “awan”, menyatakan faktor yang mempengaruhi sistem dari luar tetapi tidak terpengaruh oleh proses yang terjadi dalam sistem, misalnya suhu atau kelembaban nisbi. Peubah laju (rate variable), dinyatakan sebagai gambar segilima terikat, menghitung laju perubahan peubah keadaan yang hasilnya ditentukan oleh peubah keadaan dan peubah kendali, misalnya laju infeksi. Peubah pengiring ( auxiliary variable), dinyatakan sebagai lingkaran atau oval, menyatakan rangkaian sementara dalam proses yang kompleks sehingga dapat memudahkan pemahaman, misalnya integrasi satuan suhu atau kelembaban nisbi menjadi waktu fisiologis. Peubah keluaran (output variable), merupakan peubah yang ditentukan sebagai tujuan simulasi, dapat berupa peubah keadaan, peubah kendali, atau peubah pengiring. SUHU
KERAPATAN
WAKTU
INOKULUM
FISIOLO-
AMBIEN
GIS
DAUN BELUM
DAUN
TERINFEKSI
TERINFEKSI LAJU INFEKSI
Gambar 11.2. Diagram Hubungan untuk Menyatakan Infeksi Daun dalam Perkem-bangan Penyakit Monosiklik. Perhatikan bentuk yang digunakan untuk menyatakan kategori peubah yang berbeda (Campbell dan Madden, 1990). Formulasi model matematik, pendugaan parameter, dan evaluasi model dan nilai duga parameter berperan untuk mengisi kesenjangan pengetahuan mengenai epidemi yang disimulasikan. Langkah-langkah tersebut dilakukan secara iteratif, artinya jika hasilnya tidak seoerti yang diharapkan maka dilakukan pengulangan lagi dari langkah sebelumnya. Evaluasi model dilakukan dengan memferifikasinya dengan menggunakan data yang digunakan untuk membuat model (menduga parameter model) dengan t ujuan untuk memastikan berfungsi seperti yang diharapkan. Setelah berhasil dievaluasi maka langkah selanjutnya adalah membuat program untuk menjalankan simulator pada komputer. Program simulasi dibuat dengan menggunakan bahasa pemrograman seperti misalnya FORTRAN. Program simulator biasanya diberi nama dan nama program tersebut digunakan sekaligus sebagai nama simulator, misalnya GEMETA adalah nama simulator penyakit tepung pada barley dan BLIGHTCAST adalah nama simulator hawar lambat pada kentang. Selanjutnya, simulator yang telah terkomputerisasi tersebut perlu divalidasi dengan menggunakan data yang tidak digunakan untuk membuatnya (menduga parameter model penyusun simulator). Validasi dilakukan melalui percobaan simulasi guna memperoleh data hasil simulasi dan data epidemi sebenarnya sebagai perbandingan. Contoh Simulator Sebagai contoh akan diuraikan simulator penyakit tepung pada barley, GEMETA, yang dibuat oleh Hau (1985) sebagai pengembangan simulator penyakit yang sama, EPIGRAM, yang sudah dibuat sebelumnya. Jika EPIGRAM menggunakan data terjadinya infeksi pada tanaman barley sebagai titik awal maka GEMETA dapat mensimulasikan seluruh daur infeksi penyakit tepung. GEMETA merupakan simulator yang bersifat deterministik yang hampir keseluruhan data untuk membangunya diperoleh dari percobaan terkendali yang dilakukan khusus untuk itu.
b.
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
133
© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan Program GEMETA ditulis dengan menggunakan FORTRAN 77 dengan langkah waktu satu hari, artinya perkembangan penyakit tepung diperbarui setiap hari. Bagian mengenai tanaman dari GEMETA dinyatakan sebagai perkembangan luas daun terhadap waktu dengan mempertimbangkan posisi daun mengingat ketahanan daun barley terhadap penyakit tepung tergantung pada umur daun. Perkembangan luas daun didasarkan atas data hasil pengamatan selama lima tahun. Model perkembangan luas daun yang digunakan dalam GEMETA mengabaikan pengaruh cuaca dan pengaruh penyakit tepung terhadap perkembangan daun. Bagian cuaca dari GEMETA terdiri atas suhu da n curah hujan. Suhu setiap jam dihitung berdasarkan data suhu maksimum harian dan data suhu minimum harian yang diasumsikan terjadi pada pukul 16.00 dan pukul 04.00 setiap harinya. Data curah hujan diperoleh dari stasiun hujan setempat. Bagian patogen dari GEMETA dimodelkan sebagai hubungan individual daur infeksi sedemikian sehingga daur penyakit dimulai dari sampainya inokulum pada permukaan daun. Komponen yang dimasukkan meliputi infeksi, inkubasi, perkembangan luka, dan sporulasi (Tabel 11.1). Faktor inang dan lingkungan yang mempengaruhi setiap komponen daur infeksi dinyatakan dalam bentuk persamaan linier dan non-linier secara serial. Tabel 11.1. Komponen Patogen yang Digunakan dalam Pembuatan GEMETA, simu-lator penyakit tepung pada barley (Hau, 1985). Komponen Infeksi
Inkubasi Perluasan Luka
Sporulasi
Sub-komponen Pengaruh suhu Pengaruh peubah meteorologis lain Pengaruh inang Pengaruh kondisi selama pembentukan konidia Pengaruh kepadatan konidia Pengaruh faktor meteorologis Pengaruh umur daun Perluasan pada suhu tetap Perluasan pada suhu berubah Pengaruh faktor meteorologis lain Pengaruh inang Pengaruh penghambatan oleh luka terhadap perluasannya Sporulasi pada suhu tetap Sporulasi pada suhu berubah Pengaruh faktor meteorologis lain Pengaruh inang Sporulasi dari banyak koloni pada daun Pemencaran spora Pembentukan kleistotesia
GEMETA divalidasi dengan menggunakan data lapangan selama periode awal Mei sampai awal Juli tahun 1975, 1976, 1978, 1979, 1980, dan 1981. Hasilnya ternyata bahwa hasil simulasi agak berbeda dengan data lapangan, namun perbedaan tersebut tetap dapat menggambarkan pola perkembangan epidemi yang serupa selama 60 hari (Gambar 11.3).
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
134
© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan
Gambar 11.3. Keparahan Tersimulasi (garis) dan Keparahan Teramati (titik) pada Perkembangan Epidemi Penyakit Tepung Selama Enam Musim Tanam (19751981). Selain GEMETA, kini sudah banyak simulator yang dibuat untuk berbagai jenis penyakit, beberapa di antaranya disajikan pada T abel 11.2. Tabel 11.2. Beberapa Contoh Simulator Penyakit Tumbuhan Inang
Patogen
Penyakit
Simulator
Anggur Apel Barley Gandum
Meloidogyne spp.
Puru akar Scab Karat daun Karat jalur
MELSIM EPIVEN BARSIM EPISIM
Venturia inaequalis Puccinia recondita Puccinia striiformis
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
Pustaka (dalam Campbel & Madden 1990) Ferris (1976; 1978) Kranz et al. (1973) Teng et al. (1980) Rijsdijk (1975)
135
© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan Septoria nodorum
Jagung
Bipolaris maydis
Kentang
Phytophthora infestans
Seledri
Cercospora apii
Tomat
Alternaria solami
Busuk daun dan malai Hawar daun jagung Hawar lambat
Hawar serkospora Hawar dini
EPISEPT
Rapilly (1977; 1979)
EPIMAY EPICORN EPIDEM EPITHORA SIMPHYT
Waggoner et al. (1972) Massie (1973) Waggoner (1968) Gurevich et al (1979) Stephan dan Gutsache (1980) Bruhn et al. (1980) Berger (1976)
LATEBLIGHT CERCOS EPIDEM
Waggoner dan Horsfall (1969)
3. Prakiraan Epidemi Penyakit Tumbuhan a. Faktor Pertimbangan dan Pendekatan Prakiraan Prakiraan penyakit harus dapat memberikan hasil yang tepat dan dapat dipercaya sehingga petani bersedia menggunakannya sebagai dasar pengambilan tindakan pengendalian penyakit. Untuk dapat membuat pemrakira yang dapat memrakirakan penyakit secara tepat dan dapat dipercaya maka diperlukan tiga hal sebagai berikut: 1) Pemahaman mengenai pengaruh lingkungan dan inang terhadap patogen dan perkembangan penyakit. Dalam pembuatan pemrakira, unsur-unsur paling berpengaruh dari kedua faktor tersebut harus diidentifikasi dan hanya unsur-unsur tersebut yang kemudian digunakan sebagai komponen untuk membuat pemrakira. 2) Pemahaman mengenai dinamika patogen dan penyakit sebagai pendekatan dalam perancangan prakiraan yang akan dibuat. 3) Ketersediaan teknologi pemantauan terhadap dan sarana komunikasi data mengenai faktor lingkungan, patogen, inang, maupun penyakit yang merupakan komponen pemrakira. Pemantauan terhadap komponen pemrakira harus dapat dilakukan dengan murah dan cepat tetapi tepat dan dapat dipercaya. Data hasil pemantauan harus segera diolah oleh pemrakira guna menghasilkan rekomendasi yang harus segera dapat diterima petani yang memerlukannya. Perancangan pemrakira dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan mekanistik atau empirik yang masing-masing akan menghasilkan pemrakira fundamental dan pemrakira empiris. Dengan pendekatan mekanistik, perancangan pemrakira dilakukan dengan menggunakan beberapa unsur kunci dari faktor lingkungan, inang, patogen, maupun penyakit sebagai komponen pemrakira (Madden dan Ellis, 1987). Pemilihan unsur utama tersebut dilakukan dengan menggunakan analisis sistem dan penggabungannya dilakukan seperti halnya dalam pembuatan simulator. Dalam hal ini, pemrakira fundamental pada dasarnya adalah simulator yang dibuat khusus untuk membantu pengambilan keputusan pengelolaan penyakit (lihat kembali Bab III). Pemrakira empiris dirancang dari pengumpulan dan analisis data historis dan data sekarang mengenai keadaan penyakit dan faktor biotik dan abiotik yang diduga mempengaruhi keadaan penyakit tersebut (Madden dan Ellis, 1987). Perancangan pemrakira tidak memerlukan percobaan mengenai hubungan sebab-akibat seperti halnya dalam perancangan pemrakira fundamental, melainkan memerlukan data lapangan yang dianalisis dengan analisis regresi guna menghasilkan persamaan prakiraan. Dasar dan Contoh Prakiraan 1) Pemrakira Berdasarkan Inokulum Awal atau Penyakit Awal Pemrakira berdasarkan inokulum awal atau penyakit awal dapat dipilahkan menjadi berdasarkan penilaian tidak langsung terhadap inokulum awal, penilaian langsung terhadap inokulum awal, atau penilaian terhadap efikasi inokulum awal. Berikut diuraikan pemrakira untuk layu stewart pada jagung (bakteri Erwinia stewartii), busuk putih pada bawang bombay
b.
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
136
© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan (jamur Sclerotium cepivorum), dan kudis pada apel (jamur Venturia inaequalis) sebagai contoh pemrakira untuk tiap-tiap kategori di atas. Pemrakira layu stewart pada jagung merupakan pemrakira generasi paling awal yang dibuat oleh Stevens pada tahun 1934 secara empirik dengan metode trial and error. Pemrakira o layu stewart pada jagung didasarkan pada jumlah rerata suhu udara harian (JRSUH, F) selama bulan Desember, Januari, dan Februari (musim dingin) di bagian Timur Laut Amerika Serikat. Berdasarkan pemrakira ini maka: 1) Penyakit tidak akan berkembang selama musim tanam berikutnya jika selama musim dingin JRSUH <90. 2) Berkembang dalam intensitas sedang selama musim tanam jika selama musim dingin JRSUH 90-100 3) Berkembang dalam intensitas tinggi yang sangat berusak selama musim tanam berikutnya jika selama musim dingin JRSUH >100. Penetapan batas-batas JRSUH seperti tersebut di atas dibuat secara coba-coba berdasarkan pengalaman dan sama sekali tidak berdasarkan pengetahuan mengenai perilaku patogen penyakit tersebut. Belakangan baru diketahui bahwa bakteri penyebab penyakit tersebut ditularkan melalui gigitan kumbang. Kumbang merupakan tempat bertah an bakteri selama musim dingin. Jika musim dingin sangat dingin maka populasi kumbang menurun drastis sehingga sedikit yang dapat menularkan bakteri pada musim tanam setelah musim dingin. Busuk putih bawang bombay merupakan penyakit penting di New Jersey bagian Selatan, Amerika Serikat. Jamur penyebab penyakit ini bertahan sebagai sklerotia. Berdasarkan hasil perhitungan langsung terhadap padat populasi sklerotia sebelum tanam, Adams (1979) memprakirakan insidensi busuk putih pada saat panen menggunakan persamaan: 2 Y = 6,41 + 12,38X - 0,65X [11.1] di mana Y adalah insidensi busuk putih pada saat panen dan X adalah padat populasi sklerotia per 100 g tanah sebelum tanam. Kudis merupakan penyakit terpenting pada tanaman apel di manapun apel ditanam di seluruh dunia. Jamur melewatkan musim dingin ( overwinter ) sebagai pseudotesia pada daun gugur dan inokulum awal dihasilkan sebagai askospora yang dilepaskan dari pseudotesia pada musim semi. Jumlah inokulum awal selalu tinggi tetapi efikasi inokulum awal tersebut sangat ditentukan oleh keadaan lingkungan. Oleh karena itu, pemrakira kudis apel dibuat berdasarkan suhu dan lama kebasahan daun terus menerus untuk menentukan periode infeksi (Gambar 11.4) yang mula-mula dikembangkan oleh Mills pada tahun 1944. Pemrakira tersebut kemudian dipasarkan dalam bentuk prediktor berbasis mikroprosesor (Jones et al., 1980). 2)
Pemrakira Berdasarkan Inokulum Sekunder atau Faktor Lingkungan yang Mendukung Perkembangan Penyakit. Sebagai ilustrasi akan diuraikan pemrakira hawar dini seledri (jamur Cercospora apii) yang dibuat berdasarkan penilaian terhadap produksi inokulum sekunder dan pemrakira hawar lambat kentang (jamur Phytophthora infestans) yang dibuat berdasarkan faktor lingkungan yang mendukung perkembangan penyakit.
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
137
© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan
Gambar 11.4. Hubungan antara interval kebasahan daun dan suhu dalam menentukan peluang berkembangnya kudis apel. Berat, sedang, dan ringan mengacu kepada intensitas infeksi yang akan terjadi setelah tercapai periode kebasahan daun dan suhu tertentu (Mills, 1944). Pusat pertanaman seledri di Belle Glade, Florida, mempunyai keadaan cuaca yang selalu mendukung perkembangan hawar dini pada selederi. Oleh karenanya, prakiraan hawar dini tidak dapat dilakukan berdasarkan keadaan cuaca. Pemrakira hawar dini seledri lalu dibuat berdasarkan kepadatan spora yang dalam hal ini merupakan inokulum sekunder (Berger, 1969a,b). Berdasarkan kepadatan spora tersebut kemudian ditentukan jumlah penyemprotan fungisida per minggu untuk mengendalikan penyakit tersebut (Tabel 11.3) Tabel 11.3. Hubungan antara Jumlah Spora Cercospora apii per Hari yang Teramati Menggunakan Perangkap Spora dan Jumlah Penyemprotan Fungisida per Minggu yang Diperlukan untuk Menekan Hawar Dini pada Taraf yang Dapat Diterima (Berger, 1969a) *) Jumlah Spora Terperangkap per Hari Jumlah Penyemprotan Fungisida Per Minggu 0-100 1 100-300 2 300-500 3 >500 3-7 3 *) Volume udara percontoh adalah 0,46 m /jam Hawar lambat kentang merupakan penyakit terpenting pada kentang dan penyakit yang paling banyak telah dibuatkan pemrakiranya. Inokulum penyakit ini selalu tersedia, tetapi perkembangan penyakit sangat ditentukan oleh faktor lingkungan yang mendukung yang disebut hari sesuai hawar (HSH, blight favourable day). HSH adalah hari hari dengan rerata o suhu harian selama 5 hari adalah 25,5 C dan jumlah curah hujan selama 10 hari 3 cm. Di
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
138
© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan bagian Timur Amerika Serikat hawar lambat diprakirakan akan terjadi jika dicapai berturutturut 10 HSH (Hyre, 1954). Di bagian Tengah Barat Amerika Serikat, hawar lambat diprakirakan berdasarkan suhu rerata harian dan kelembaban nisbi. Hawar lambat diprakirakan berkembang jika rerata suhu o harian selama 8 hari <24 C dan kelembaban nisbi 90% setia setiap p hari hari sel selam amaa 10 har harii (Wal (Walli lin, n, 1951, 1962). Hubungan antara suhu rerata harian dan kelembaban nisbi 90% tersebut digunakan untuk menentukan nilai keparahan (severity values) dari 0 sampai 4 (Gambar 11.5). Hawar lambat diprakirakan berkembang 7-14 hari setelah terakumulasi 18-20 nilai keparahan sejak tanaman tumbuh di lapangan.
Gambar 11.5. Hubungan antara Periode dengan Kelembaban Nisbi Tinggi ( 90%) da dan Re Rerata Suhu Harian Selama Periode yang Sama dan Kemungkinan Terjadinya Infeksi oleh Phytophthora infestans dan Nilai Keparahan yang Dihasilkan. Pemrakira hawar lambat berdasarkan kriteria Hyre maupun Wallin ternyata kurang diterima petani kentang terutama karena memerlukan perhitungan yang rumit. Kedua pemrakira tersebut kemudian disederhanakan dan dikombinasikan untuk membuat pemrakira terkomputerisasi yang diberi nama BLITECAST (Krause et al., 1975). Prakiraan dan rekomendasi BLITECAST dapat dilihat pada Tabel 11.4. Tabel 11.4. Rekomendasi Penjadwalan Aplikasi Fungisida Fungisida yang Diberikan oleh BLITECAST BLITECAST berdasarkan HSH dan jumlah mingguan nilai keparahan (Krause et al., 1975) Jumlah Mingguan HSH 0-2 <5 Jangan Semprot 5 Jangan Semprot
Jumlah Mingguan Nilai Keparahan 3 4 5-6 Jangan Peringatan Semprot Semprot setiap 7 hari Peringatan Semprot Semprot setiap 7 hari setiap 5 hari
7 Semprot setiap 5 hari Semprot setiap 5 hari
Pelayanan BLITECAST mula-mula diberikan secara cuma-cuma selama 1970-1976 menggunakan komputer mainframe di Pennsylvania State University. Karena biaya pengoperasiannya mahal, pelayanan BLITECAST kemudian diberikan secara berlangganan tetapi ternyata kurang berhasil. Untuk mengatasi hal ini, sejak 1977 dipasarkan prediktor bernama BLITECASTER yang menggabungkan unit pengolah data dan unit pemrakira berbasis mikroprosesor yang dioperasikan dengan beterai.
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
139
© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan 3)
Pemrakira Berdasarkan Inokulum Awal dan Sekaligus Daur Sekunder Produksi Inokulum Pemrakira yang dibuat berdasarkan inokulum awal dan sekaligus daur sekunder produksi inokulum antara lain adalah pemrakira bercak daun cherry (jamur Coccomyces hiemalis). Inokulum awal penyakit ini adalah askospora yang berasal dari apotesia pada daun gugur cherry selama musim dingin. Selama musim semi dan musim panas, inokulum sekunder yang berperanan adalah konidia yang dihasilkan oleh Cylindrosporium padi yang merupakan anamorf C. hiemalis. Prakiraan bercak daun cherry didasarkan pada indeks sesuai lingkungan (ISL, environmental favorability indeks) yang dihitung berdasarkan periode kebasahan daun dan rerata suhu udara selama periode basah (Eisensmith dan Jones, 1981) untuk menghasilkan nomogram yang disajikan pada Gambar 11.6. Bercak daun cherry diprakirakan akan rendah, sedang, dan parah selama musim tumbuh jika ISL selama musim tersebut adalah berturut-turut 14, 28, dan 42.
Gambar 11.6. Nomogram Hubungan Periode Kebasahan Daun dan Rerata Suhu Udara selama Periode Basah untuk Menghasilkan ISL untuk Memprakirakan Bercak Daun Cherry (Eisensmith dan Jones, 1981). Pengganaan Prakiraan Sampai saat ini telah dibuat banyak pemrakira penyakit tumbuhan dan banyak di antara pemrakira yang telah dibuat yang memang benar-benar fungsional. Seperti telah diuraikan dalam contoh pemrakira, pemrakira dibuat sebagai alat bantu pengambilan keputusan pengendalian penyakit tumbuhan. Agar fungsional, pemrakira harus mempunyai karakteristik sebagai berikut: 1) Mampu memprakirakan dengan tepat sehingga harus dibuat berdasarkan data hayati dan lingkungan yang meyakinkan. 2) Sederhana sehingga dapat diterima dan digunakan dengan mudah oleh petani. 3) Penyakit yang diprakirakan harus merupakan penyakit yang penting yang meledak tanpa mengikuti pola waktu yang jelas. 4) Tersedia teknik pemantauan patogen dan lingkungan dan teknik pengelolaan penyakit setelah kemungkinan terjadinya ledakan penyakit dapat diprakirakan. c.
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
140
© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan 5)
Data yang diperlukan untuk melakukan prakiraan harus dapat tersedia dengan cepat dan dapat dikomunikasikan dengan mudah. 6) Peralatan yang dipergunakan untuk melakukan prakiraan suatu penyakit juga harus dapat dipergunakan untuk tujuan lain. 7) Biaya prakiraan dan penerapan hasilnya harus lebih murah dari nilai kehilangan tanaman yang ditimbulkan oleh penyakit seandainya penyakit tidak di kendalikan. Dalam kenyataannya, banyak pula pemrakira yang telah dibuat ternyata tidak fungsional karena tidak diterima petani. Beberapa kendala yang dihadapi adalah sebagai berikut: 1) Sikap petani yang cenderung menghindari risiko dengan cara melakukan penyemprotan fungisida secara preventif dan terjadwal sebagai asuransi. 2) Ketersediaan pemrakira yang biasanya hanya untuk satu penyakit tertentu dan penyebarannya yang hanya di wilayah pengembangannya. 3) Kebutuhan peralatan yang tidak dapat dijangkau petani dan tenaga trampil untuk melakukan pemantauan yang sulit diperoleh. 4) Biaya yang cukup tinggi, khususnya untuk pengadaan alat pemantauan berbasis mikroprosesor. 5) Ketidaknyamana dalam pelaksanaan program pengelolaan penyakit yang tidak dapat dilaksanakan secara teratur dan terjadwal. 6) Kesulitan implementasi hasil prakiraan benar-benar pada waktunya karena berbagai kesulitan di lapangan. 7) Keberadaan penyakit lain dan hama yang sebelumnya tidak merugikan dapat berubah menjadi penyakit dan hama yang merugikan. 8) Pengambilan keputusan dengan bantuan pemrakira didasarkan hanya pada pertimbangan teknis hayati dan belum mempertimbangkan faktor ekonomis seperti halnya ambang pengendalian (ambang ekonomi) dalam pengendalian hama terpadu. Kendala tersebut merupakan tantangan yang dihadapi dalam pembuatan dan penerapan pemrakira penyakit.
D. Evaluasi Untuk lebih memahami materi yang telah diuraikan pada bab ini, cobalah untuk mendiskusikan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini: 1) Apa dan jelaskan perbedaan antara pemodelan simulasi dengan pemodelan analitik yang telah diuraikan pada Bab Iv. 2) Untuk membuat simulator GEMETA digunakan sedemikian banyak peubah, tetapi setelah dilakukan validasi ternyata masih terjadi penyimpangan. Jelaskan apakah penyimpangan yang terjadi dapat dikurangi dengan menambah atau mengurangi peubah yang dilibatkan dalam model? 3) Jelaskan mengapa prakiraan penyakit tidak perlu dibuat untuk penyakit-penyakit yang selalu penting setiap musim tanam. 4) Di antara prakiraan penyakit yang telah diuraikan, manakah yang mempunyai kaitan dengan simulasi penyakit? Jelaskan dalam hal apa keterkaitannya dan mengapa? 5) Prakiraan penyakit diperlukan untuk pengambilan keputusan mengenai pengendalian penyakit. Bagaimana hubungannya dengan ambang ekonomi penyakit yang juga merupakan dasar pengambilan keputusan pengendalian penyakit tumbuhan?
E. Tugas Berstruktur Carilah dalam buku-buku teks atau jurnal mengenai penyakit tumbuhan uraian mengenai prakiraan penyakit tumbuhan di Indonesia. Buatlah uraian singkat mengenai penyakit yang dikendalikan, dasar prakiraan, dan cara penggunaannya. Jelaskan pula apakah prakiraan tersebut benar-benar pernah digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan pengendalian penyakit tumbuhan. Daftar Pustaka Adams, P.B. 1981. Forecasting Onion White Rot Disease. Phytopathology 71:1178-1181.
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
141
© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan Campbell, C.L., & L.V. Madden 1990. Introduction to Plant Disease Epidemiology. John Wiley & Sons, New York. DeWit, C.T., & J. Goudriaan 1978. Simulation of Ecological Processes. PUDOC, Wageningen. nd Draper, N.R., & H. Smith 1981. Applied Regression Analysis. 2 ed. John Wiley & Sons, New York. Edminster, T.W. 1978. Concepts for Using Modelling as a Research Tools. Technical Manual No. 520. USDA, Beltsville. Eisensmith, D.P., & A.L. Jones 1981. A Model for Detecting Infection Periods for Coccomyces hyemalis on Sour Cherry. Phytopathology 71:728-732. Hau, B. 1985. Epidemiologische simulatoren als Instrumente der Systemanalyse mit besonderer Berucksichtigung eines Modells der Gerstenmehltaus. Acta Pytomed. 9:1-101. Hau, B., S.P. Eisensmith, & J. Kranz 1985. Construction of Temporal Models II: Simulation of Aerial Epidemics. In: C.A. Gilligan (ed.). Advances in Plant Pathology, Vol. III: Mathematical Modelling of Crop Diseases. P. 31-65. Academic Press, New York. Hyre, R.A. 1954. Progress in Forecasting Late Blight of Potato and Tomato. Plant Dis. Rep. 38:245-253. Jegger, M.J. 1986a. Epidemics of Phymatotrichum Rot Rot ( Phymatotrichum omnivorum) in Cotton: Environmental Correlates of Final Incidence and Forecasting Criteria. Ann. Appl. Biol. 109:523-534. Jegger, M.J., 1986b. The Potential of Analytic Compared with Simulation Approaches to Modelling in Plant Disease Epidemiology. In: K.J. Leonard and W.E. Fry (eds.) p. 255281. Plant Disease Epidemiology, Vol. 1: Population Dynamics and Modelling. Macmillan Publishing Company, New York. Jones, A.L., A.L. Lillevik, P.D. Fisher, & T.C. Stebbins 1980. A Microcomputer-Based Instrument to Predict Primary Apple Scab Infection Periods. Plant Dis. 64:69-72. Krause, R.A., L.B. Massie, & R.A. Hyre 1975. Blitecast: A Computerized Forecast of Late Blight of Potato. Plant Dis. Rep. 59:95-98. Naylor, T.H., J.L. Bolintfy, J.S. Burdick, & K. Chu 1966. Computer Simulation Techniques. John Wiley & Sons, New York. nd Neter J., W. Wasserman, & M.H. Kutner, 1985. Applied Linear Statistical Models. 2 ed. Irwin, Homewood, Il. Shannon, R.E. 1975. Systems Simulation: The Art and Sci ence. Prentice-Hall, Englewood-Clift, NJ. Wallin, J.R. 1951. Forecasting Tomato and Potato Late Blight in the North Central Region (Abstr.). Phytopathology 41:37-38. Zadoks J.C., & L.M. Koster 1976. A Historical Survey of Botabical Epidemiology:A Sketch of Development of Ideas in Ecological Phytopathology. Meded. Lanbouwhogeschool Wageningen 76-12:1-56.
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
142