BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Ilmu kesehatan sangatlah fleksibel dengan mengikuti perkembangan zaman. Hal itu dapat dilihat dengan perkembangan penyakit dan cara mengatasinya. Penyakit sangatlah berbahaya bagi tubuh manusia, apalagi yang dapat mengganggu jiwa manusia. Karena itu ketika penyakit dapat membahayakan maka secepat mungkin harus dicari cara mengatasinya atau pengobatan terhadap penyakit yang diderita, demikian pula penyakit struma yang menyebabkan pembengkakan pada leher. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni) mencatat sekitar 20 persen pasien endokrin menderita gangguan fungsi tiroid. "Gangguan tiroid menempati urutan kedua daftar penyakit endokrin setelah diabetes," kata Ketua Perkeni Prof Dr Achmad Rudijanto di sela-sela Asia And Ocenia Thyroid Association Congress (AOTA) di Kuta, Bali, Minggu (21/10). Tingginya jumlah penderita gangguan hormon yang mengatur metabolisme tubuh disebabkan minimnya pengetahuan masyarakat akan gejala dan kelainan tiroid. Gangguan fungsi tiroid ada dua yaitu kekurangan hormon tiroid (hipotiroid) dan kelebihan (hipertiroid). Gejala umum dari keduanya secara umum adalah pembesaran kelenjarnya atau dikenal gondok atau struma. Kelainan hipotiroid pada perempuan risikonya lebih besar dibandingkan dengan pria. Diperkirakan sekitar 2,5 persen ibu hamil mengalami gangguan hormon tersebut. Maka dari itu pada kesempatan ini penulis akan memaparkan sebuahmakalah mengenai struma nodosa serta hal-hal yang menyangkut penyakit ini.
B. Rumusan Masalah Dalam makalah ini penulis membatasi masalah agar tidak membahas yang meluas, batasan makalah ini adalah : 1. Anatomi dan fisiologis kelenjar thyroid 2. Pengertian penyakit struma, hipertiroid, dan hipotirid
3. Etiologi dan patofisiologi penyakit struma, hipertiroid, dan hipotirid 4. Manifestasi klinik, komplikasi dan penatalaksanaan penyakit struma, hipertiroid, dan hipotirid 5. Diagnosa yang mungkin muncul pada penyakit struma, hipertiroid, dan hipotirid
C. Tujuan 1. Tujuan Umum Menjelaskan teori dan konsep penyakit struma, hipertiroid, dan hipotirid. 2. Tujuan Khusus a. Mahasiswa dapat mengetahui anatomi dan fisiologis kelenjar thyroid b. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian penyakit struma, hipertiroid, dan hipotirid c. Mahasiswa dapat mengetahui etiologi dan patofisiologi penyakit struma, hipertiroid, dan hipotirid d. Mahasiswa
dapat
mengetahui
manifestasi
klinik,
komplikasi
dan
penatalaksanaan penyakit struma, hipertiroid, dan hipotirid e. Mahasiswa dapat mengetahui diagnosa yang mungkin muncul pada penyakit struma, hipertiroid, dan hipotirid.
BAB II LANDASAN TEORITIS
A. Anatomi Fisiologi Kelenjar Thyroid 1. Anatomi Kelenjar tiroid merupakan kelenjar berwarna merah kecoklatan dan sangat vascular. Terletak di anterior cartilago thyroidea di bawah laring setinggi vertebra cervicalis 5 sampai vertebra thorakalis 1. Kelenjar ini terselubungi lapisan pretracheal dari fascia cervicalis dan terdiri atas 2 lobus, lobus dextra dan sinistra, yang dihubungkan oleh isthmus. Beratnya kira-kira 25 gr tetapi bervariasi pada tiap individu. Kelenjar tiroid sedikit lebih berat pada wanita terutama saat menstruasi dan hamil. Lobus kelenjar tiroid seperti kerucut. Ujung apikalnya menyimpang ke lateral ke garis oblique pada lamina cartilago thyroidea dan basisnya setinggi cartilago trachea 4-5. Setiap lobus berukuran 5x3x2 cm. Isthmus menghubungkan bagian bawah kedua lobus, walaupun terkadang pada beberapa orang tidak ada. Panjang dan lebarnya kira-kira 1,25 cm dan biasanya anterior dari cartilgo trachea walaupun terkadang lebih tinggi atau rendah karena kedudukan dan ukurannya berubah. Secara embriologi, tahap pembentukan kelenjar tiroid adalah: Kelenjar tiroid mulanya merupakan dua buah tonjolan dari dinding depan bagian tengah faring yang terbentuk pada usia kelahiran 4 minggu. Tonjolan pertama
disebut pharyngeal pouch, yaitu antara arcus brachialis 1 dan 2. Tonjolan kedua pada foramen ceacum, yang berada ventral di bawah cabang farings I. Pada minggu ke-7, tonjolan dari foramen caecum akan menuju pharyngeal pouch melalui saluran yang disebut ductus thyroglossus. Kelenjar tiroid akan mencapai kematangan pada akhir bulan ke-3, dan ductus thyroglossus akan menghilang. Posisi akhir kelenjar tiroid terletak di depan vertebra cervicalis 5, 6, dan 7. Namun pada kelainan klinis, sisa kelenjar tiroid ini juga masih sering ditemukan di pangkal lidah (ductus thyroglossus/lingua thyroid) dan pada bagian leher yang lain. a. Kelenjar tiroid dialiri oleh beberapa arteri: 1) Arteri thyroidea superior (arteri utama) 2) Arteri thyroidea inferior (arteri utama) 3) Terkadang masih pula terdapat arteri thyroidea ima, cabang langsung dari aorta atau arteri anonyma. b. Kelenjar tiroid mempunyai 3 pasang vena utama: 1) Vena thyroidea superior (bermuara di Vena jugularis interna) 2) Vena thyroidea medialis (bermuara di Vena jugularis interna) 3) Vena thyroidea inferior (bermuara di Vena anonyma kiri) c. Aliran limfe terdiri dari 2 jalinan: 1) Jalinan kelenjar getah bening intraglandularis 2) Jalinan kelenjar getah bening extraglandularis Kedua jalinan ini akan mengeluarkan isinya ke limfonoduli pretracheal lalu menuju ke kelenjar limfe yang dalam sekitar vena jugularis. Dari sekitar vena jugularis ini diteruskan ke limfonoduli mediastinum superior. d. Persarafan kelenjar tiroid: 1) Ganglion simpatis (dari truncus sympaticus) cervicalis media dan inferior 2) Parasimpatis, yaitu N. laryngea superior dan N. laryngea recurrens (cabang N.vagus) N. laryngea superior dan inferior sering cedera waktu operasi, akibatnya pita suara terganggu (stridor/serak). e. Vaskularisasi Kelenjar tiroid disuplai oleh arteri tiroid superior, inferior, dan terkadang juga arteri tiroidea ima dari arteri brachiocephalica atau cabang aorta. Arterinya
banyak dan cabangnya beranastomose pada permukaan dan dalam kelenjar, baik ipsilateral maupun kontralateral. Tiroid superior menembus fascia tiroid dan kemudian bercabang menjadi cabang anterior dan posterior. Cabang anterior mensuplai permukaan anterior kelenjar dan cabang posterior mensuplai permukaan lateral dan medial. tiroid inferior mensuplai basis kelenjar dan bercabang ke superior (ascenden) dan inferior yang mensuplai permukaan inferior dan posterior kelenjar.Sistem venanya berasal dari pleksus perifolikular yang menyatu di permukaan membentuk vena tiroidea superior, lateral dan inferior. f.
Sistem Limfatik Pembuluh limfe tiroid terhubung dengan plexus tracheal dan menjalar sampai nodus prelaringeal di atas isthmus tiroid dan ke nodus pretracheal serta paratracheal. Beberapa bahkan juga mengalir ke nodus brachiocephal yang terhubung dengan tymus pada mediastinum superior
2. Fisiologi Hormon tiroid dihasilkan oleh kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid memiliki dua buah lobus, dihubungkan oleh isthmus, terletak di kartilago krokoidea di leher pada cincin trakea ke dua dan tiga. Kelenjar tiroid berfungsi untuk pertumbuhan dan mempercepat metabolisme. Kelenjar tiroid menghasilkan dua hormon yang penting yaitu tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3). Karakteristik triioditironin adalah berjumlah lebih sedikit dalam serum karena reseptornya lebih sedikit dalam protein pengikat plasma di serum tetapi ia lebih kuat karena memiliki banyak resptor pada jaringan. Tiroksin memiliki banyak reseptor pada protein pengikat plasma di serum yang mengakibatkan banyaknya jumlah hormon ini di serum, tetapi ia kurang kuat berikatan pada jaringan karena jumlah reseptornya sedikit. a. Proses pembentukan hormon tiroid adalah: 1) Proses penjeratan ion iodida dengan mekanisme pompa iodida. Pompa ini dapat memekatkan iodida kira-kira 30 kali konsentrasinya di dalam darah. 2) Proses pembentukan tiroglobulin. Tiroglobulin adalah glikoprotein besar yang nantinya akan mensekresi hormon tiroid 3) Proses pengoksidasian ion iodida menjadi iodium. Proses ini dibantu oleh enzim peroksidase dan hidrogen peroksidase. 4) Proses iodinasi asam amino tirosin. Pada proses ini iodium (I) akan menggantikan hidrogen (H) pada cincin benzena tirosin. Hal ini dapat terjadi karena afinitas iodium terhadap oksigen (O) pada cincin benzena lebih besar daripada hidrogen. Proses ini dibantu oleh enzim iodinase agar lebih cepat.
5) Proses organifikasi tiroid. Pada proses ini tirosin yang sudah teriodinasi (jika teriodinasi oleh satu unsur I dinamakan monoiodotirosin dan jika dua unsur I menjadi diiodotirosin) 6) Proses coupling (penggandengan tirosin yang sudah teriodinasi). Jika monoiodotirosin bergabung dengan diiodotirosin maka akan menjadi triiodotironin. Jika dua diiodotirosin bergabung akan menjadi tetraiodotironin atau yang lebih sering disebut tiroksin. Hormon tiroid tidak larut dalam air jadi untuk diedarkan dalam darah harus dibungkus oleh senyawa lain, dalam hal ini tiroglobulin. Tiroglobulin ini juga sering disebut protein pengikat plasma. Ikatan protein pengikat plasma dengan hormon tiroid terutama tiroksin sangat kuat jadi tiroksin lama keluar dari protein ini. Sedangkan triiodotironin lebih mudah dilepas karena ikatannya lebih lemah. (Guyton. 1997) b. Efek Hormon Tiroid 1) Efek
hormon
Meningkatkan
tiroid
dalam
jumlah
dan
meningkatkan aktivitas
sintesis
mitokondria
protein
serta
adalah
:
meningkatkan
kecepatan pembentukan ATP 2) Efek tiroid dalam transpor aktif : meningkatkan aktifitas enzim NaK-ATPase yang
akan
menaikkan
kecepatan
transpor
aktif
dan
tiroid
dapat
mempermudah ion kalium masuk membran sel. 3)
Efek pada metabolisme karbohidrat : menaikkan aktivitas seluruh enzim,
4) Efek pada metabolisme lemak: mempercepat proses oksidasi dari asam lemak. Pada plasma dan lemak hati hormon tiroid menurunkan kolesterol, fosfolipid, dan trigliserid dan menaikkan asam lemak bebas. 5) Efek tiroid pada metabolisme vitamin: menaikkan kebutuhan tubuh akan vitamin karena vitamin bekerja sebagai koenzim dari metabolisme.Oleh karena metabolisme sebagian besar sel meningkat akibat efek dari tiroid, maka laju metabolisme basal akan meningkat. Dan peningkatan laju basal setinggi 60 sampai 100 persen diatas normal. 6)
Efek Pada berat badan. Bila hormone tiroid meningkat, maka hampir selalu menurunkan berat badan, dan bila produksinya sangat berkurang, maka hampir selalu menaikkan berat badan. Efek ini terjadi karena hormone tiroid meningkatkan nafsu makan.
7) Efek terhadap Cardiovascular. Aliran darah, Curah jantung, Frekuensi deny jantung, dan Volume darah meningkat karena meningkatnya metabolism dalam jaringan mempercepat pemakaian oksigen dan memperbanyak produk akhir yang dilepas dari jaringan. Efek ini menyebabkan vasodilatasi pada sebagian besar jaringan tubuh, sehingga meningkatkan aliran darah.
8) Efek
pada
Respirasi.
Meningkatnya
kecepatan
metabolism
akan
meningkatkan pemakaian oksigen dan pembentukan karbondioksida. 9) Efek pada saluran cerna. Meningkatkan nafsu makan dan asupan makanan. Tiroid dapat meningkatkan kecepatan sekresi getah pencernaan dan pergerakan saluran cerna.
BAB III KONSEP KEPERAWATAN
A. Asuhan Keperawatan Struma 1. Pengertian Struma Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya. Dampak struma terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ di sekitarnya. Di bagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Struma dapat mengarah ke dalam sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia. Hal tersebut akan berdampak terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. Bila pembesaran keluar maka
akan memberi bentuk leher yang besar dapat asimetris atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia.
2. Etiologi Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain: a. Defisiensi iodium. Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah yang kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya daerah pegunungan. b. Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid. c. Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam kol, lobak, kacang kedelai). d. Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya: thiocarbamide, sulfonylurea dan litium).
3. Patofisiologi Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan hormon tyroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus, masuk ke dalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tyroid. Dalam kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimuler oleh Tiroid Stimulating Hormon kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul diyodotironin membentuk tiroksin (T4) dan molekul yoditironin (T3). Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi Tiroid Stimulating Hormon dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedang tyrodotironin (T3) merupakan hormon metabolik tidak aktif. Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme tyroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan balik negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hypofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran kelenjar tyroid.
4. Klasifikasi a. Berdasarkan Fisiologisnya 1) Eutiroidisme Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid yang disebabkan stimulasi kelenjar tiroid yang berada di bawah normal sedangkan kelenjar hipofisis menghasilkan TSH dalam jumlah yang meningkat. Goiter atau struma semacm ini biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali pembesaran pada leher yang jika terjadi secara berlebihan dapat mengakibatkan kompresi trakea. 2) Hipotiroidisme Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional kelenjar tiroid sehingga sintesis dari hormon tiroid menjadi berkurang. Kegagalan dari kelenjar untuk mempertahankan kadar plasma yang cukup dari hormon. Beberapa pasien hipotiroidisme mempunyai kelenjar yang mengalami atrofi atau tidak mempunyai kelenjar tiroid akibat pembedahan/ablasi radioisotop atau akibat destruksi oleh antibodi autoimun yang beredar dalam sirkulasi. Gejala hipotiroidisme adalah penambahan berat badan, sensitif terhadap udara dingin, dementia, sulit berkonsentrasi, gerakan lamban, konstipasi, kulit kasar, rambut rontok, mensturasi berlebihan, pendengaran terganggu dan penurunan kemampuan bicara. 3) Hipertiroidisme Dikenal juga sebagai tirotoksikosis atau Graves yang dapat didefenisikan sebagai respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid yang berlebihan. Keadaan ini dapat timbul spontan atau adanya sejenis antibodi dalam darah yang merangsang kelenjar tiroid, sehingga tidak hanya produksi hormon yang berlebihan tetapi ukuran kelenjar tiroid menjadi besar. Gejala hipertiroidisme berupa berat badan menurun, nafsu makan meningkat, keringat berlebihan, kelelahan, leboh suka udara dingin, sesak napas. Selain itu juga terdapat gejala jantung berdebar-debar, tremor pada tungkai bagian atas, mata melotot (eksoftalamus), diare, haid tidak teratur, rambut rontok, dan atrofi otot.
b. Berdasarkan Klinisnya 1) Struma Toksik Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa toksik dan struma nodusa toksik. Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada perubahan bentuk anatomi dimana struma diffusa toksik akan menyebar luas ke jaringan lain. Jika tidak diberikan tindakan medis sementara nodusa akan memperlihatkan benjolan yang secara klinik teraba satu atau lebih benjolan (struma multinoduler toksik). Struma diffusa toksik (tiroktosikosis) merupakan hipermetabolisme karena jaringan tubuh dipengaruhi oleh hormon tiroid yang berlebihan dalam darah. Penyebab tersering adalah penyakit Grave (gondok eksoftalmik/exophthalmic goiter), bentuk tiroktosikosis yang paling banyak ditemukan diantara hipertiroidisme lainnya. Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun telah diiidap selama berbulan-bulan. Antibodi yang berbentuk reseptor TSH beredar dalam sirkulasi darah, mengaktifkan reseptor tersebut dan menyebabkan kelenjar tiroid hiperaktif. Meningkatnya kadar hormon tiroid cenderung menyebabkan peningkatan pembentukan antibodi sedangkan turunnya konsentrasi hormon tersebut sebagai hasilpengobatan penyakit ini cenderung untuk menurunkan antibodi tetapi bukan mencegah pembentuknya. Apabila gejala-gejala hipertiroidisme bertambah berat dan mengancam jiwa penderita maka akan terjadi krisis tirotoksik. Gejala klinik adanya rasa khawatir yang berat, mual, muntah, kulit dingin, pucat, sulit berbicara dan menelan, koma dan dapat meninggal.
2) Struma Non Toksik Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang dibagi menjadi struma diffusa non toksik dan struma nodusa non toksik. Struma non toksik disebabkan oleh kekurangan yodium yang kronik. Struma ini disebut sebagai simple goiter, struma endemik, atau goiter koloid yang sering
ditemukan di daerah yang air minumya kurang sekali mengandung yodium dan goitrogen yang menghambat sintesa hormon oleh zat kimia. Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka pembesaran ini disebut struma nodusa. Struma nodusa tanpa disertai tandatanda hipertiroidisme dan hipotiroidisme disebut struma nodusa non toksik. Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Kebanyakan penderita tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme, penderita datang berobat karena keluhan kosmetik atau ketakutan akan keganasan. Namun sebagian pasien mengeluh adanya gejala mekanis yaitu penekanan pada esofagus (disfagia) atau trakea (sesak napas), biasanya tidak disertai rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul. Struma non toksik disebut juga dengan gondok endemik, berat ringannya endemisitas dinilai dari prevalensi dan ekskresi yodium urin. Dalam keadaan seimbang maka yodium yang masuk ke dalam tubuh hampir sama dengan yang diekskresi lewat urin. Kriteria daerah endemis gondok yang dipakai Depkes RI adalah endemis ringan prevalensi gondok di atas 10 %-< 20 %, endemik sedang 20 % - 29 % dan endemik berat di atas 30 %.
5. Tanda dan Gejala Berdasarkan pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan, maka tanda dan gejala pasien struma adalah : a. Status Generalis (umum) 1) Tekanan darah meningkat (systole) 2) Nadi meningkat 3) Mata : Exophtalamus a) Stellwag sign : jarang berkedip b) Von Graefe sign : palpebra mengikuti bulbus okuli waktu melihat ke bawah. c) Morbius sign : sukar konvergensi
d) Jeffroy sign : tak dapat mengerutkan dahi. e) Rossenbach sign : tremor palpebra jika mata ditutup. 4) Hipertoni simpatis : kulit basah dan dingin, tremor 5) Jantung : takikardi b. Status Lokalis : Regio Colli Anterior 1) Inspeksi : benjolan, warna, permukaan, bergerak waktu menelan 2) Palpasi : permukaan, suhu a) Batas atas—– kartilago tiroid b) Batas bawah — incisura jugularis c) Batas medial — garis tengah leher d) Batas lateral — m.sternokleidomastoid c. Gejala Khusus 1) Struma kistik a) Mengenai 1 lobus b) Bulat, batas tegas, permukaan licin, sebesar kepalan c) Kadang multilobularis d) Fluktuasi (+) 2) Struma Nodusa a) Batas jelas b) Konsistensi : kenyal sampai keras c) Bila keras curiga neoplasma, umumnya berupa adenocarsinoma tiroidea 3) Struma Difusa a) Batas tidak jelas b) Konsistensi biasanya kenyal, lebih kearah lembek.
4) Struma vaskulosa a) Tampak pembuluh darah (biasanya arteri), berdenyut b) Auskultasi : Bruit pada neoplasma dan struma vaskulosa c) Kelenjar getah bening : Paratracheal Jugular Vein.
6. Komplikasi Struma a. Penyakit jantung hipertiroid Gangguan pada jantung terjadi akibat dari perangsangan berlebihan pada jantung oleh hormon tiroid dan menyebabkan kontraktilitas jantung meningkat dan terjadi takikardi sampai dengan fibrilasi atrium jika menghebat. Pada pasien yang berumur di atas 50 tahun, akan lebih cenderung mendapat komplikasi payah jantung. b. Oftalmopati Graves Oftalmopati Graves seperti eksoftalmus, penonjolan mata dengan diplopia, aliran air mata yang berlebihan, dan peningkatan fotofobia dapat mengganggu kualitas hidup pasien sehinggakan aktivitas rutin pasien terganggu. c. Dermopati Graves Dermopati tiroid terdiri dari penebalan kulit terutama kulit di bagian atas tibia bagian
bawah
(miksedema
pretibia),
yang
disebabkan
penumpukan
glikosaminoglikans. Kulit sangat menebal dan tidak dapat dicubit.
7. Penatalaksanaan a. Pencegahan dengan pemberian kapsul minyak beriodium terutama bagi penduduk di daerah endemik sedang dan berat. b. Edukasi Program ini bertujuan merubah prilaku masyarakat, dalam hal pola makan dan memasyarakatkan pemakaian garam beriodium. c. Penyuntikan lipidol Sasaran penyuntikan lipidol adalah penduduk yang tinggal di daerah endemik diberi suntikan 40 % tiga tahun sekali dengan dosis untuk orang dewasa dan anak di atas enam tahun 1 cc, sedang kurang dari enam tahun diberi 0,2 cc – 0,8 cc. d. Tindakan operasi
Pada struma nodosa non toksik yang besar dapat dilakukan tindakan operasi bila pengobatan tidak berhasil, terjadi gangguan misalnya : penekanan pada organ sekitarnya, indikasi, kosmetik, indikasi keganasan yang pasti akan dicurigai. 8. Proses Keperawatan a. Pengkajian 1) Anamnesa a) Usia dan jenis kelamin b) Benjolan pada leher, lama dan pembesarannya c) Gangguan menelan, suara serak (gejala penekanan), nyeri d) Riwayat radiasi di daerah leher dan kepala e)
Asal/tempat tinggal
f)
Riwayat keluarga
g) Aktivitas/istirahat : insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat, atrofi otot. h) Eliminasi : urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam faeces, diare. i)
Makanan/cairan : kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan meningkat, makan banyak, makannya sering, kehausan, mual dan muntah, pembesaran tyroid, goiter
j)
Integritas ego ; mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik, emosi labil, depresi.
k) Keamanan ; tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan, alergi terhadap iodium (mungkin digunakan pada pemeriksaan), suhu meningkat di atas 37,5oC, diaforesis, kulit halus, hangat dan kemerahan, rambut tipis, mengkilat dan lurus, eksoptamus : retraksi, iritasi pada konjungtiva dan berair, pruritus, lesi eritema (sering terjadi pada pretibial) yang menjadi sangat parah. l)
Seksualitas ; libido menurun, perdarahan sedikit atau tidak sama sekali, impotensi.
b. Pemeriksaan Fisik 1) Inspeksi : a) Struma toksik : kurus meski banyak makan, irritable, keringat banyak, nervous, palpitasi, tidak tahan udara panas, hipertoni simpatikus (kulit basah, dingin dan tremor halus). b) Struma non toksik : gemuk, malas dan banyak tidur, ganggun pertumbuhan.
c) Pernafasan ; frekuensi pernafasan meningkat, takipnea, dispnea, edema paru (pada krisis tirotoksikosis). 2) Palpasi : a) Pada palpasi teraba batas yang jelas, bernodul satu atau lebih, konsistensinya kenyal. b) Rasa nyeri/kenyamanan ; nyeri orbital, foto fobia c) Derajat 0 : Tidak teraba pada pemeriksaan (1) Derajat 0a
: Tidak terlihat atau teraba tidak besar dari normal
(2) Derajat 0b
: Jelas teraba lebih besar dari normal, tetapi tidak
terlihat bila kepala ditegakkan d) Derajat I
:Teraba pada pemeriksaan, terlihat hanya kalau kepala
ditegakkan e) Derajat II : Mudah terlihat pada posisi kepala normal f)
Derajat III : Terlihat pada jarak jauh
c. Pemeriksaan Penunjang dan Radiologis 1) Pemeriksaan penunjang a) Human thyrologlobulin (untuk keganasan thyroid) b) Kadar T3, T4 Nilai normal T3=0,6-2,0 , T4= 4,6-11 (1) Darah rutin (2) Endo Crinologiie minimal tiga hari berturut turut (BMR) nilai normal antara –10s/d +15 (3) Kadar calsitoxin (hanya pada penderita yang dicurigai carsinoma meduler). 2) Pemeriksaan radiologis a) Dilakukan foto thorak posterior anterior b) Foto polos leher antero posterior dan lateral dengan metode soft tissu technig. c) Esofagogram bila dicurigai adanya infiltrasi ke osofagus. d. Diagnosa Keperawatan dan Perencanaan Adapun diagnosa yang sering muncul adalah : 1) Gangguan jalan nafas yang berhubungan dengan obstruksi trakhea secunder terhadap perdarahan, spasme laring yang ditandai dengan sesak nafas, pernafasan cuping hidung sampai dengan sianosis. Tujuan : Jalan nafas klien efektif
Kriteria : Tidak ada sumbatan pada trachea Intervensi a) Monitor
Rasional
pernafasan
dan Mengetahui
kedalaman dan kecepatan nafas b) Dengarkan
suara
perkembangan
dari
gangguan pernafasan.
nafas, Ronchi bisa sebagai indikasi adanya
barangkali ada ronchi
sumbatan jalan nafas.
c) Observasi kemungkinan adanya Indikasi adanya sumbatan pada stridor, sianosis
trakhea atau laring.
d) Atur posisi semifowler
Memberikan suasana yang lebih nyaman.
e) Bantu klien dengan teknik nafas Memudahkan pengeluaran sekret, dan batuk efektif
memelihara
bersihan
jalan
nafas.dan ventilasi. f)
Melakukan suction pada trakhea Sekresi dan mulut
g) Perhatikan
yang
menumpuk
mengurangi lancarnya jalan nafas. klien
dalam
hal Mungkin ada indikasi perdarahan
menelan apakah ada kesulitan.
sebagai efek samping opersi.
2) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan nyeri, kerusakan nervus laringeal yang ditandai dengan klien sulit berbicara dan hilang suara. Tujuan
: Klien dapat komunikasi secara verbal.
Kriteria hasil
: Klien dapat mengungkapkan keluhan dengan kata-kata.
Intervensi a) Kaji pembicaraan klien secara Suara periodik.
Rasional parau dan sakit
tenggorokan
merupakan
pada faktor
kedua dari odema jaringan / sebagai efek pembedahan. b) Kunjungi klien sesering mungkin c) Lakukan
komunikasi
dengan Mengurangi
singkat dengan jawaban ya/tidak.
respon
bicara
yang
terlalu banyak.
d) Kurangi kecemasan klien dan Klien dapat mendengar dengan jelas ciptakan lingkungan yang tenang.
komunikasi antara perawat dan klien.
3) Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan dampak pembedahan, udema otot, terputusnya jaringan syaraf, yang ditandai ekspresi wajah tampak tegang. Tujuan : Rasa nyeri berkurang Kriteria hasil
:Dapat menyatakan nyeri berkurang, tidak adanya perilaku uyg
menunjukkan adanya nyeri. Intervensi a) Atur posisi semi fowler, ganjal kepala /leher dengan bantal kecil
Rasional Mencegah hyperekstensi leher dan melindungi integritas pada jahitan pada luka.
b) Kaji respon verbal /non verbal lokasi, intensitas dan lamanya
Mengevaluasi nyeri, menentukan rencana tindakan keefektifan terapi.
nyeri. c) Intruksikan
pada
menggunakan
klien
tangan
agar Mengurangi ketegangan otot untuk
menahan leher pada saat alih posisi . d) Beri makanan /cairan yang halus seperti es krim. e) Lakukan dokter analgesik.
kolaborasi untuk
Makanan yang halus lebih baik bagi klien
yang
menjalani
kesulitan
dengan menelan. pemberian Memutuskan transfusi SSP pada rasa nyeri.
4) Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan salah interprestasi yang ditandai dengan sering bertanya tentang penyakitnya. Tujuan : Pengetahuan klien bertambah.
Kriteria hasil
:Klien berpartisipasi dalam program keperawatan
Intervensi a) Diskusikan
Rasional tentang Mempertahankan daya tahan tubuh
keseimbangan nutrisi.
klien.
b) Hindari makanan yang banyak Kontraindikasi pembedahan kelenjar mengandung
zat
goitrogenik thyroid.
misalnya makanan laut, kedelai, Lobak cina dll. c) Konsumsikan
makanan
tinggi Memaksimalkan suplai dan absorbsi
calsium dan vitamin D.
kalsium.
B. Asuhan Keperawatan Hipotyroidisme 1. Pengertian Hipotyroidisme Hipotyroid merupakan keadaan yang ditandai dengan terjadinya hipofungsi tiroid yang berjalan lambat dan diikuti oleh gejala-gejala kegagalan tiroid. Keadaan ini terjadi akibat kadar hormone tiroid berada dibawah nilai optimal. Hipotyroidisme (hiposekresi hormone tiroid) adalah status metabolic yang di akibatkan
oleh
kekurangan
hormone
tiroid.
Hipotiroidisme
kognital
dapat
mengakibatkan kretinisme. Hipotyroid adalah penurunan sekresi hormon kelenjar tiroid sebagai akibat kegagalan mekanisme kompensasi kelenjar tiroid dalam memenuhi kebutuhan jaringan tubuh akan hormon-hormon tiroid . (Hotma Rumahorbo S.kep,1999) Hipotiroid dibagi menjadi 3 tipe : a. Hipotyroid primer : kerusakan pada kelenjar tiroid b. Hipotyroid sekunder: akibat defisiensi sekresi TSH oleh hipofisis c. Hipotyroid Tersier : Akibat defiensi sekresi TRH oleh hipotalamus 2. Etiologi Hipotiroidisme biasanya terjadi pada pasien dengan riwayat hipertiroidisme yang mengalami terapi radioiodium, pembedahan, atau preparat antitiroid. Kejadian ini paling sering ditemukan pada wanita lanjut usia. Terapi radiasi untuk penanganan kanker kepala dan leher kini semakin sering menjadi penyebab hipotiroidime pada lansia laki-laki. Secara klinis dikenal 3 hipotiroidisme, yaitu : a. Hipotiroidisme sentral, karena kerusakan hipofisis atau hypothalamus b. Hipotiroidisme primer apabila yang rusak kelenjar tiroid
c. Karena sebab lain, seperti farmakologis, defisiensi yodium, kelebihan yodium, dan resistensi perifer. 3. Patofisiologi Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan hormon tyroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus, masuk ke dalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tyroid. Dalam kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimuler oleh Tiroid Stimulating Hormon kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul diyodotironin membentuk tiroksin (T4) dan molekul yoditironin (T3). Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi Tiroid Stimulating Hormon dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedang tyrodotironin (T3) merupakan hormon metabolik tidak aktif. Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme tyroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan balik negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hypofisis.
Keadaan
ini
menyebabkan
pembesaran
kelenjar
tyroid.(
Hotma
Rumahorbo,1999) Patofisiologi hipotiroidisme brdasarkan atas masing-masing penyebab yang dapat menyebabkan hipotiroidisme, yaitu : a. Hipotiroidisme sentral (HS) Apabila gangguan faal tiroid terjadi karena adanya kegagalan hipofisis, maka disebut hipotiroidisme sekunder, sedangkan apabila kegagalan terletak di hipothalamus disebut hipotiroidisme tertier. 50% HS terjadi karena tumor hipofisis. Keluhan klinis tidak hanya karena desakan tumor, gangguan visus, sakit kepala, tetapi juga karena produksi hormon yang berlebih (ACTH penyakit Cushing, hormon pertumbuhan akromegali, prolaktin galaktorea pada wanita dan impotensi pada pria). Urutan kegagalan hormon akibat desakan tumor hipofisis lobus anterior adalah gonadotropin, ACTH, hormon hipofisis lain, dan TSH. b. Hipotiroidisme Primer (HP) Hipogenesis atau agenesis kelenjar tiroid. Hormon berkurang akibat anatomi kelenjar.
Jarang
ditemukan,
tetapi
merupakan
etiologi
terbanyak
dari
hipotiroidisme kongenital di negara barat. Umumnya ditemukan pada program skrining massal. Kerusakan tiroid dapat terjadi karena Operasi, Radiasi, Tiroiditis autoimun, Karsinoma, Tiroiditis subakut, Dishormogenesis, dan Atrofi. 1) Pascaoperasi
Strumektomi dapat parsial (hemistrumektomi atau lebih kecil), subtotal atau total. Tanpa kelainan lain, strumektomi parsial jarang menyebabkan hipotiroidisme. Strumektomi subtotal M. Graves sering menjadi hipotiroidisme dan 40% mengalaminya dalam 10 tahun, baik karena jumlah jaringan dibuang tetapi juga akibat proses autoimun yang mendasarinya. 2) Pascaradiasi Pemberian RAI (Radioactive iodine) pada hipertiroidisme menyebabkan lebih dari 40-50% pasien menjadi hipotiroidisme dalam 10 tahun. Tetapi pemberian RAI pada nodus toksik hanya menyebabkan hipotiroidisme sebesar <5%. Juga dapat terjadi pada radiasi eksternal di usia <20 tahun : 52% 20 tahun dan 67% 26 tahun pascaradiasi, namun tergantung juga dari dosis radiasi. 3) Tiroiditis autoimun Disini terjadi inflamasi akibat proses autoimun, di mana berperan antibodi antitiroid, yaitu antibodi terhadap fraksi tiroglobulin (antibodi-antitiroglobulin, Atg-Ab). Kerusakan yang luas dapat menyebabkan hipotiroidisme. Faktor predisposisi meliputi toksin, yodium, hormon (estrogen meningkatkan respon imun, androgen dan supresi kortikosteroid), stres mengubah interaksi sistem imun dengan neuroendokrin. Pada kasus tiroiditis-atrofis gejala klinisnya mencolok. Hipotiroidisme yang terjadi akibat tiroiditis Hashimoto tidak permanen. 4) Tiroiditis Subakut (De Quervain) Nyeri di kelenjar/sekitar, demam, menggigil. Etiologi yaitu virus. Akibat nekrosis
jaringan,
hormon
merembes
masuk
sirkulasi
dan
terjadi
tirotoksikosis (bukan hipertiroidisme). Penyembuhan didahului dengan hipotiroidisme sepintas. 5) Dishormogenesis Ada defek pada enzim yang berperan pada langkah-langkah proses hormogenesis. Keadaan ini diturunkan, bersifat resesif. Apabila defek berat maka kasus sudah dapat ditemukan pada skrining hipotiroidisme neonatal, namun pada defek ringan, baru pada usia lanjut. 6) Karsinoma Kerusakan tiroid karena karsinoma primer atau sekunder, amat jarang. c. Hipotiroidisme sepintas Hipotiroidisme sepintas (transient) adalah keadaan hipotiroidisme yang cepat menghilang. Kasus ini sering dijumpai. Misalnya pasca pengobatan RAI, pasca tiroidektomi subtotalis. Pada tahun pertama pasca operasi morbus Graves, 40%
kasus mengalami hipotiroidisme ringan dengan TSH naik sedikit. Sesudah setahun banyak kasus pulih kembali, sehingga jangan tergesa-gesa memberi substitusi. Pada neonatus di daerah dengan defisiensi yodium keadaan ini banyak ditemukan, dan mereka beresiko mengalami gangguan perkembangan saraf. 4. Manifestasi Klinik Sering merasa kelelahan ketika bangun di pagi hari, kenaikan berat badan, sering merasa kedinginan sepanjang waktu terutama tangan dan kaki merupakan gejala umum dari hipotiroid. Adapun gejala umum hipotiroidisme yang lain, adalah : a. Depresi dan mudah stress. b. Nyeri / sakit pada seluruh anggota tubuh, terkadang diikuti sakit kepala. c. Insomnia atau susah tidur. d. Sembelit atau susah buang air besar. e. Kerontokan pada rambut dan sebagian lagi mengalami kekeringan. f.
Berkurangnya / menurunnya daya ingat dan konsentrasi.
g. Penurunan CO h. Kebutuhan oksigen menurun i.
Hiperlipidemia
j.
Hiperkolestrolemia
k. Anemia l.
Penurunan transportasi oksigen
m. Penurunan peristaltik n. Anoreksia o. Peningkatan BB p. Konstipasi q. absorbsi glukosa lambat r.
Pembesaran pada leher
s. Apatis t.
Berbicara lambat
u. Sering berkeringat v. Udema w. Dispnea
5. Komplikasi Komplikasi koma miksedema adalah komplikasi yang bisa mengancam nyawa pasien dengan hipotiroidisme. Selain itu, gagal pernafasan juga dikaitkan dengan hipotiroidisme biasanya dengan koma miksedema. Hipotiroidisme kronik dapat mengakibatkan gangguan kardiovaskuler. Tanda dan gejaala seperti nyeri dada dan dispnea. 6. Penatalaksanaan Tujuan primer penatalaksaan hipotioidisme adalah memulihkan metabolisme pasien kembali kepada keadaan metabolik normal dengan cara mengganti hormon yang hilang. Levotiroksin sintetik (Synthroid atau Levothroid) merupakan preparat terpilih untuk pengobatan hipotiroidisme dan supresi penyakit goiter nontoksik. Yang perlu diperhatikan adalah dosis awal dan cara menaikan dosis tiroksin. Tujuan pengobatannya : a. Meringankan keluhan dan gejala b. Menormalkan metabolisme c. Menormalkan TSH d. Membuat T3 dan T4 normal e. Menghindari komplikasi dan resiko Beberapa prinsip dapat digunakan dalam melaksakanan subsitusi : a. Makin berat hipotiroidisme, makin rendah dosisi awal dan makin landai meningkatan dosis. b. Geriatri dengan angina pektoris, CHF, gangguan irama, dosis harus hati-hati. Tiroksin dianjurkan minum pagi hari dalam keadaan peru kosong dan tidak bersama bahan lain yang menggangu serapan usus. Contohnya pada penyakit sindrom malabsorsi, short bowel sindrome, sirosis, obat (sukralfat, alluminium hidroksida, kolestiramin, formula kedele, sulfat, ferosus, kalsium kalbronat dll) ( Aru W. sudoyo:1939). Penatalaksanaan medis umum lainnya : a. Farmakoligi: Penggantian hormon tiroid seperti natrium levotiroksin (synthoroid), natrium liotironin (cytomel). b. Diet rendah kalori (Barbara Endang:569) c. Operasi/Pembedahan Pembedahan menghasilkan hipotiroidisme permanen yang kurang sering dibandingkan dengan yodium radioaktif. Terapi ini tepat untuk para pasien
hipotiroidisme yang tidak mau mempertimbangkan yodium radioaktif dan tidak dapat diterapi dengan obat-obat anti tiroid. Reaksi-reaksi yang merugikan yang dialami dan untuk pasien hamil dengan tirotoksikosis parah atau kekambuhan. Pada wanita hamil atau wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal (suntik atau pil KB), kadar hormon tiroid total tampak meningkat. Hal ini disebabkan makin banyak tiroid yang terikat oleh protein maka perlu dilakukan pemeriksaan kadar T4 sehingga dapat diketahui keadaan fungsi tiroid. Pembedahan dengan mengangkat sebagian besar kelenjar tiroid, sebelum pembedahan tidak perlu pengobatan dan sesudah pembedahan akan dirawat sekitar 3 hari. Kemudian diberikan obat tiroksin karena jaringan tiroid yang tersisa mungkin tidak cukup memproduksi hormon dalam jumlah yang adekuat dan pemeriksaan laboratorium untuk menentukan struma dilakukan 3-4 minggu setelah tindakan pembedahan. d. Yodium Radioaktif Yodium radioaktif memberikan radiasi dengan dosis yang tinggi pada kelenjar tiroid sehingga menghasilkan ablasi jaringan. Pasien yang tidak mau dioperasi maka pemberian yodium radioaktif dapat mengurangi gondok sekitar 50 %. Yodium radioaktif tersebut berkumpul dalam kelenjar tiroid sehingga memperkecil penyinaran terhadap jaringan tubuh lainnya. Terapi ini tidak meningkatkan resiko kanker, leukimia, atau kelainan genetik35 Yodium radioaktif diberikan dalam bentuk kapsul atau cairan yang harus diminum di rumah sakit, obat ini ini biasanya diberikan empat minggu setelah operasi, sebelum pemberian obat tiroksin. e. Pemberian Tiroksin dan obat Anti-Tiroid Tiroksin digunakan untuk menyusutkan ukuran struma, selama ini diyakini bahwa pertumbuhan sel kanker tiroid dipengaruhi hormon TSH. Oleh karena itu untuk menekan TSH serendah mungkin diberikan hormon tiroksin (T4) ini juga diberikan untuk mengatasi hipotiroidisme yang terjadi sesudah operasi pengangkatan kelenjar tiroid. Obat anti-tiroid (tionamid) yang digunakan saat ini adalah propiltiourasil (PTU) dan metimasol/karbimasol.
7. Proses Keperawatan a. Pengkajian 1) Identitas klien
Merupakan biodata klien yang meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa / ras, pendidikan, bahasa yang dipakai, pekerjaan, penghasilan dan alamat. 2) Keluhan utama Keluhan utama yaitu kurang energi, manifestasinya sebagai lesu, lamban bicara,
mudah
lupa,
obstipasi.
Metabolisme
rendah
menyebabkan
bradikardia, tidak tahan dingin, berat badan naik dan anoreksia. Kelainan psikologis meliputi depresi, meskipun nervositas dan agitasi dapat terjadi. Kelainan reproduksi yaitu oligomenorea, infertil, aterosklerosis meningkat. 3) Riwayat penyakit sekarang Pada orang dewasa, paling sering mengenai wanita dan ditandai oleh peningkatan laju metabolik basal, kelelahan dan letargi, kepekaan terhadap dingin, dan gangguan menstruasi. Bila tidak diobati, akan berkembang menjadi miksedema nyata. Pada bayi, hipotiroidisme hebat menimbulkan kretinisme. Sedangkan Pada remaja hingga dewasa, manifestasinya merupakan peralihan dengan retardasi perkembangan dan mental yang relatif kurang hebat serta miksedema disebut demikian karena adanya edematus, penebalan merata dari kulit yang timbul akibat penimbunan mukopolisakarida hidrofilik pada jaringan ikat di seluruh tubuh. 4) Riwayat penyakit dahulu Hipotiroidisme tidak terjadi dalam semalam, tetapi perlahan selama berbulanbulan, sehingga pada awalnya pasien atau keluarganya tidak menyadari, bahkan menganggapnya sebagai efek penuaan. Pasien mungkin kedokter ketika mengalami keluhan yang tidak khas seperti lelah dan penambahan berat badan. Dokter akan meminta pemeriksaan laboratorium yang tepat, yaitu kadar T4 rendah dan TSH yang tinggi, sehingga diagnosis hipotirodisme dapat diketahui pada tahap awal ketika gejalanya masih ringan. b. Pemeriksaan Fisik 1) Status Mental : Perhatian pendek, emosi labil, tremor, hyperkinesia 2) Perubahan Kardiovaskular : Tekanan darah sistolik meningkat, tekanan diastolik menurun, takikardi walaupun waktu istirahat, disritmia dan murmur. 3) Perubahan pada Kulit : Hangat, kemerahan dan basah 4) Perubahan pada Rambut : Halus dan menipis 5) Perubahan pada Mata : Lidlag, glovelag, diplopia, dan penglihatan kabur 6) Perubahan Nutrisi / Metabolik : Berat badan menurun, nafsu makan dan asupan makan bertambah serta kolesterol dantrigliserida serum menurun.
7) Perubahan Muskuloskeletal : Otot lemah, tonus otot kurang dan sulit berdiri dari posisi duduk c. Pemeriksaan Penunjang 1) Pemeriksaan kadar T3 dan T4 serum; pemeriksaan TSH (pada klien dengan hipotiroidisme primer akan terjadi peningkatan TSH serum, sedangkan pada yang sekunder kadar TSH dapat menurun atau normal). 2) Pemeriksaan sidik tiroid Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi, dan yang utama adalah fungsi bagian – bagian tiroid. 3) Pemeriksaan Ultrasonografi ( USG ) Dengan pemeriksaan USG dapat dibedakan antara yang padat, cair dan beberapa bentuk kalainan, tetapi belum dapat membedakan dengan pasti apakan suatu nodul ganas atau jinak 4) Biopsis aspirasi jarum halus Biopsi ini dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. 5) Termografi Adalah metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu kulit pada suatu tempat dengan memakai Dynamic Telethermographi. 6) Petanda Tumor Pada pemeriksaan ini yang diukur adalah peninggian tiroglobin ( TG ) serum. d. Diagnosa Keperawatan dan Perencanaan 1) Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan proses kognitif. Tujuan : Meningkatkan partisipasi dalam aktivitas dan kemandirian Kriteria hasil
: Klien mendapatkan istrahat yang adekuat, Klien mampu
beraktivasi sesuai dengan kebutuhan atau yang diinginkan. Intervensi
:
a) Atur interval waktu antar aktivitas untuk meningkatkan istirahat dan latihan yang dapat di tolerir. Rasional : Mendorong aktivitas sambil memberikan kesempatan untuk mendapatkan istirahat yang adekuat. b) Bantu aktivitas perawatan mandiri ketika pasien berada dalam keadaan lelah.
Rasional : Memberi kesempatan pada pasien untuk berpartisipasi dalam aktivitas perawatan mandiri. c) Berikan
stimulasi
melalui
percakapan
dan
aktifitas
yang
tidak
menimbulkan stress. Rasional : Meningkatkan perhatian tanpa terlalu menimbulkan stress pada pasien. d) Pantau respons pasien terhadap peningkatan aktititas. Rasional : Menjaga pasien agar tidak melakukan aktivitas yang berlebihan atau kurang. 2) Perubahan suhu tubuh berhubungan dengan peningkatan produksi panas. Tujuan : Pemeliharaan suhu tubuh yang normal. Kriteria hasil
: Suhu tubuh klien dalam rentang normal (36,0-37,50 C)
Intervensi
:
a) Berikan tambahan lapisan pakaian atau tambahan selimut. Rasional
: Meminimalkan kehilangan panas.
b) Hindari dan cegah penggunaan sumber panas dari luar (misalnya bantal pemanas, selimut listrik atau penghangat). Rasional
: Mengurangi risiko vasodilatasi perifer dan kolaps vaskuler.
c) Pantau suhu tubuh pasien dan melaporkan penurunannya dari nilai dasar suhu normal pasien. Rasional
: Mendeteksi penurunan suhu tubuh dan di mulainya koma
miksedema. d) Lindungi terhadap pajanan hawa dingin dan hembusan angin. Rasional
: Meningkatkan tingkat kenyamanan pasien dan menurunkan
lebih lanjut kehilangan panas. 3) Konstipasi berhubungan dengan penurunan gastrointestinal Tujuan
: Pemulihan fungsi usus yang normal.
Kriteria hasil
: Pola defekasi klian dalam batas normal.
Intervensi
:
a) Dorong peningkatan asupan cairan. Rasional
: Meminimalkan kehilangan panas.
b) Berikan makanan yang kaya akan serat. Rasional
: Meningkatkan masa feses dan frekuensi buang air besar.
c) Ajarkan kepada klien, tentang jenis-jenis makanan yang banyak mengandung air. Rasional
: Untuk peningkatan asupan cairan kepada pasien agar feses
tidak keras.
d) Pantau fungsi usus. Rasional
: Memungkinkan deteksi konstipasi dan pemulihan kepada
pola defekasi yang normal. e) Dorong klien untuk meningkatkan mobilisasi dalam batas-batas toleransi latihan. Rasional f)
: Meningkatkan evakuasi feses.
Kolaborasi : untuk pemberian obat pecahar dan enema bila di perlukan. Rasional
4) Kurangnya
: Untuk mengencerkan feses. pengetahuan
tentang
program
pengobatan
untuk
terapi
penggantian tiroid seumur hidup. Tujuan
: Pemahaman dan penerimaan terhadap program pengobatan
yang di resepkan Intervensi
:
a) Jelaskan dasar pemikiran untuk terapi penggantian hormon tiroid. Rasional
: Memberikan rasional penggunaan terapi penggantian hormon
tiroid seperti yang diresepkan, kepada pasien. b) Uraikan efek pengobatan yang dikehendaki pada pasien. Rasional
: Mendorong pasien untuk mengenali perbaikan status fisik
dan kesehatan yang akan terjadi pada terapi hormon tiroid. c) Bantu
pasien
menyusun
jadwal
dan
cheklist
untuk memastikan
pelaksanaan sendiri terapi penggantian hormon tiroid. Rasional
: Memastikan bahwa obat yang di gunakan seperti yang di
resepkan d) Uraikan tanda-tanda dan gejala pemberian obat dengan dosis yang berlebihan dan kurang. Rasional
:
Berfungsi
sebagai
pengecekan
bagi
pasien
untuk
menentukan apakah tujuan terapi terpenuhi. e) Jelaskan perlunya tindak lanjut jangka panjang kepada pasien dan keluarganya. Rasional
: Meningkatkan kemungkinan bahwa keadaan hipo atau
hipertiroidisme akan dapat di deteksi dan di obati. 5) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi ventilasi Tujuan
: Perbaikan status respiratorius dan pemeliharaan pola napas
yang normal. Intervensi
:
a) Pantau frekuensi seperti kedalaman, pola pernapasan, oksimetri denyut nadi dan gas darah arterial.
Rasional
: Mengidentifikasi hasil pemeriksaan dasar untuk memantau
perubahan selanjutnya dan mengevaluasi efektifitas intervensi. b) Dorong pasien untuk napas dalam dan batuk Rasional
: Mencegah aktifitas dan meningkatkan pernapasan yang
adekuat. c) Berikan obat (hipnotik dan sedatip) dengan hati-hati Rasional
: Pasien hipotiroidisme sangat rentan terhadap gangguan
pernapasan akibat gangguan obat golongan hipnotik-sedatif. d) Pelihara saluran napas pasien dengan melakukan pengisapan dan dukungan ventilasi jika di perlukan Rasional
: Penggunaan saluran napas artifisial dan dukungan ventilasi
mungkin di perlukan jika terjadi depresi pernapasan. 6) Perubahan pola berpikir berhubungan dengan gangguan metabolisme dan perubahan status kardiovaskuler serta pernapasan. Tujuan
: Perbaikan proses berpikir.
Intervensi
:
a) Orientasikan pasien terhadap waktu, tempat, tanggal dan kejadian di sekitar dirinya. b) Berikan stimulasi lewat percakapan dan aktifitas yang tidak bersifat mengancam Rasional
: Memudahkan stimulasi dalam batas-batas toleransi pasien
terhadap stress. c) Jelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa perubahan pada fungsi kognitif dan mental merupakan akibat dan proses penyakit Rasional
:
Meyakinkan
pasien
dan
keluarga
tentang
penyebab
perubahan kognitif dan bahwa hasil akhir yang positif di mungkinkan jika di lakukan terapi yang tepat. C. Asuhan Keperawatan Hyperthyroid 1. Pengertian Hyperthyroid Hipertiroidisme (tiroid terlalu aktif) adalah suatu kondisi di mana kelenjar tiroid menghasilkan terlalu banyak hormon tiroksin. Hipertiroidisme dapat secara signifikan mempercepat metabolisme tubuh, menyebabkan penurunan berat badan tiba-tiba, detak jantung yang cepat atau tidak teratur, berkeringat dan gelisah atau mudah tersinggung (Anonim, 2010).
Tirotoksikosis merupakan suatu kondisi dimana didapatkan kelebihan hormon tiroid karena ini berhubungan dengan suatu kompleks fisiologis dan biokimiawi yang ditemukan bila suatu jaringan memberikan hormon tiroid berlebihan (Rani., et.al., 2006). 2. Etiologi Penyebab Hipertiroidisme adalah adanya Imuoglobulin perangsang tiroid (Penyakit Grave), sekunder akibat kelebihan sekresi hipotalamus atau hipofisis anterior, hipersekresi tumor tiroid. Penyebab tersering hipertiroidisme adalah penyakit Grave, suatu penyakit autoimun, yakni tubuh secara serampangan membentuk
thyroid-stymulating
immunoglobulin
(TSI),
suatu
antibodi
yang
sasarannya adalah reseptor TSH di sel tiroid (Sherwood, 2002). 3. Patofisiologi Tirotoksikosis ialah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar dalam sirkulasi. Hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjar tiroid yang hiperaktif. Apapun sebabnya manifestasi klinisnya sama, karena efek ini disebabkan ikatan T3 dengan reseptor T3-inti yang makin penuh. Rangsang oleh TSH atau TSH-like substance (TSI, TSAb), autonomi intrinsik kelenjar menyebabkan tiroid meningkat, terlihat dari radioactive neck-uptake naik. Sebaliknya pada destruksi kelenjar misalnya karena radang, inflamasi, radiasi, akan terjadi kerusakan sel hingga hormon yang tersimpan dalam folikel keluar masuk dalam darah. Dapat pula karena pasien mengkonsumsi hormon tiroid berlebihan. Dalam hal ini justru radioactive neck-uptake turun. Membedakan ini perlu, sebab umumnya peristiwa kedua
ini,
toksikosis
tanpa
hipertiroidisme,
biasanya
self-limiting
disease
(Djokomoeljanto, 2009). 4. Klasifikasi Hipertiroidisme dapat timbul spontan atau akibat asupan hormon tiroid yang berlebihan. Terdapat dua tipe hipertiroidisme spontan yang paling sering dijumpai yaitu penyakit Graves dan goiter nodular toksik. Pada penyakit Graves terdapat dua kelompok gambaran utama yaitu tiroidal dan ekstratiroidal, dan keduanya mungkin tak tampak. Ciri-ciri tiroidal berupa goiter akibat hiperplasia kelenjar tiroid, dan hipertiroidisme akibat sekresi hormon tiroid yang berlebihan. Pasien mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan panas, keringat semakin banyak bila panas, kulit lembab, berat badan menurun, sering disertai dengan nafsu makan yang meningkat, palpitasi dan takikardi, diare, dan kelemahan serta atropi otot. Manifestasi ekstratiroidal
oftalmopati ditandai dengan mata melotot, fisura palpebra melebar, kedipan berkurang, lig lag, dan kegagalan konvergensi. Goiter nodular toksik, lebih sering ditemukan pada pasien lanjut usia sebagai komplikasi goiter nodular kronik, manifestasinya lebih ringan dari penyakit Graves (Schteingart, 2006). 5. Manifestasi Klinik a. Umum
: Tak tahan hawa panas hiperkinesis, capek, BB turun, tumbuh cepat, toleransi obat, hiperdefekasi, lapar
b. Gastrointestinal
: Makan banyak, haus, muntah, disfagia, splenomegaly
c. Muskular
: Rasa lemah
d. Genitourinaria
: Oligomenorea, amenorea, libido turun, infertil, ginekomasti
e. Kulit
: Rambut rontok, kulit basah, berkeringat, silky hair dan
onikolisis f.
Psikis dan saraf : Labil, iritabel, tremor, psikosis, nervositas, paralisis periodik dyspnea
g. Jantung
: hipertensi, aritmia, palpitasi, gagal jantung
h. Darah dan limfatik : Limfositosis, anemia, splenomegali, leher membesar i.
Skelet
: Osteoporosis, epifisis cepat menutup dan nyeri tulang.
6. Komplikasi Aritmia biasa terjadi pada pasien yang mengalami hipertiroid dan merupakan gejala yang terjadi pada gangguan tersebut. Setiap individu yang mengeluhkan aritmia harus dievaluasi untuk mengetahui terjadinyagangguan tiroid. Komplikasi hipertiroid yang mengancam jiwa adalah krisis tirotoksik ( badai tiroid), yang dapat terjadi secara spontan pada pasien hipertiroid, yang menjalani terapi atau selama pembedahan kelenjar tiroid, atau dapat terjadi pada pasien yang tidak terdiagnosis hipertiroid. Akibatnya adalah pelepasan TH dalam jumlah yang sangat besar yang menyebabkan takikardia, agitasi, tremor, hipertermia ( sampai 106oF) dan apabila tidak diobati terjadi kematian. 7. Penatalaksanaan Tidak ada pengobatan yang ditujukan untuk menghilangkan gejala penatalaksanaan bergantung pada etiologi hipertiroidisme. a. Farmakologi terapi dengan obat antihipertiroid.
b.
Iridasi termasuk pemberian I atau I untuk mendapatkan efek destruksi pada kelenjar tiroid
c. Pembedahan dengan pengangkatan sebagian besar kelenjar tiroid. Farmakoterapi a. Tujuan farmakoterapi untuk menghambat pelepasan atau sintetis hormone b. Pengobatan yang paling umum digunakan adalah propitiourasil (propacil, PTU), atau metimazol (tapazole) c. Tetapkan dosis rumatan, diikuti dengan penghentian obatan secara bertyahap selama beberapa bulan. d. Obat anti tiroid merupakan kontraindikasi pada kehamilan akhir, resiko untuk gondokkan dan kretinisme pada janin. Agen Beta-Adrenergik a. Mungkin digunakan untuk mengontrol efek saraf simpatis yang terjadi pada hipertiroidisme. b. Propandol digunakan untuk kegelisahan, takikardi, tremor, ansietas, dan intoleransi panas. Radioaktif Iodin ( I ) a. I diberikan untuk menghancurkan sel-sel tiroid yang overaktif . b. I merupakan kontraindikasi dalam kehamilan dan ibu menyusui karena radio iodine menembus plasenta dan sekresikan ke dalam ASI. 8. Proses Keperawatan a. Pengkajian 1) Usia dan jenis kelamin 2) Benjolan pada leher, lama dan pembesarannya. 3) Gangguan menelan, suara serak (gejala penekanan), nyeri. 4) Riwayat radiasi di daerah leher dan kepala. 5) Asal/tempat tinggal. 6) Riwayat keluarga 7) Aktivitas atau istirahat Gejala : Imsomnia, sensitivitas meningkat, Otot lemah,gangguan koordinasi, kelelahan berat Tanda : Atrofi otot 8) Sirkulasi Gejala : Palpitasi, nyeri dada (angina)
Tanda : Distritmia (vibrilasi atrium), irama gallop, murmur, peningkatan tekanan darah dengan tekanan nada yang berat. Takikardia saat istirahat, sirkulasi 9) Eliminasi Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria, nocturia), rasa nyeri/terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), infeksi saluran kemih berulang, nyeri tekan abdomen, diare, urine encer, pucat, kuning, poliuria (dapat berkembang menjadi oliguria atau anuria jika terjadi hipovolemia berat), urine berkabut, bau busuk (infeksi), bising usus lemah dan menurun, hiperaktif (diare). 10) Integritas / Ego Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang berhubungan dengan kondisi. Tanda : Ansietas peka rangsang 11) Makanan / Cairan Gejala : Hilang nafsu makan, mual atau muntah, tidak mengikuti diet, peningkatan masukan glukosa atau karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari periode beberapa hari/minggu, haus, penggunaan diuretik (tiazid) Tanda
:
Kulit
kering
atau
bersisik,
muntah,
pembesaran
thyroid
(peningkatanm kebutuhan metabolisme dengan pengingkatan gula darah), bau halitosis ataum manis, bau buah (napas aseton) 12) Neurosensori Gejala : Pusing atau pening, sakit kepala kesemutan, kelemahan pada otot parasetia, gangguan penglihatan. Tanda : Disorientasi, mengantuk, lethargi, stupor atau koma (tahap lanjut), gangguan memori baru masa lalu ) kacau mental. Refleks tendon dalam (RTD menurun;koma), aktivitas kejang ( tahap lanjut dari DKA). 13) Nyeri / Kenyamanan Gejala : Abdomen yang tegang atau nyeri (sedang / berat), wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati. 14) Pernapasan Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan / tanpa sputum purulen (tergantung adanya infeksi atau tidak) Tanda : sesak napas, batuk dengan atau tanpa sputum purulen (infeksi), frekuensi pernapasan meningkat 15) Keamanan Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit
Tanda : Demam, diaforesis, kulit rusak, lesi atau ulserasi, menurunnya kekuatan umum/rentang gerak, parastesia atau paralysis otot termasuk otot pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam) 16) Seksualitas Gejala : Rabas wanita ( cenderung infeksi ), masalah impotent pada pria. Tanda : Glukosa darah meningkat 100-200 mg/ dl atau lebih, aseton plasma positif secara mencolok, asam lemak bebas kadar lipid dengan kolosterol meningkat. b. Pemeriksaan Penunjang 1) Pemeriksaan T4 Serum Ditemukan peningkatan T4 serum pada hipertiroid.T4 serum normal antara 4,5 dan 11,5 mg/dl (58,5 hingga 150 nmol/L). Kadar T4 serum merupakan tanda yang akurat untuk menunjukkan adanya hipertiroid. 2) Pemeriksaan T3 Serum Kadar T3 serum biasanya meningkat. Normal T3 serum adalah 70-220 mg/dl (1,15 hingga 3,10 nmol/L). 3) Tes T3 Ambilan Resin Pada hipertiroid, ambilan T3 lebih besar dari 35% (meningkat). Normal ambilan t3 ialah 25% hingga 35% (fraksi ambilan relative: 0,25 hingga 0,35). 4) Tes TSH (Thyroid Stimulating Hormon) Pada hipertiroid ditemukan kenaikan kadar TSH serum. 5) Tes TRH (Thyrotropin Releasing Hormon) Tes TRH akan sangat berguna bila Tes T3 dan T4 tidak dapat dianalisa. Pada hipertiroidisme akan ditemukan penurunan kadar TRH serum. 6) Tiroslobulin Pemeriksaan Tiroslobulin melalui pemeriksaan radio immunoassay. Kadar tiroslobulin meningkat pada hipertiroid. 7) Pemeriksaan Fungsi tiroid a) BMR : (0,75 x N) + (0,74 + IN) – 72% b) PB I mendekati kadar hormone tiroid, normal 4-8 mg% c) Serum kolesterol meningkat pada hipertiroid (N: 150-300 mg%) d) Free tiroksin index : T3/T4 e) Hitung kadar FT4, TSH, Tiroglobulin, dan Calsitonin bila perlu 8) Needle biopsy a) Large Needle Cutting Biopsy : jarum besar, sering perdarahan b) Fine Needle Aspiration Biopsy : jarum no 22 9) Termografi
Yaitu suatu metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu kulit pada suatu tempat dengan memakai dynamic telethermografi. Pemeriksaan khusus pada curiga keganasan. Hasilnya disebut panas apabila perbedaan panas dengan sekitarnya > 0,9°C dan dingin apabila < 0,9°C. Pada penelitian Alves dkk didapatkan bahwa pada yang ganas semua hasilnya panas. c. Diagnosa Keperawatan dan Perencanaan 1) Risiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan hipertiroid tidak terkontrol, keadaan hipermetabolisme,peningkatan beban kerja jantung Tujuan : Klien akan mempertahankan curah jantung yang adekuat sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan kriteria : -
Nadi perifer dapat teraba normal
-
Vital sign dalam batas normal.
-
Pengisian kapiler normal
-
Status mental baik
-
Tidak ada disritmia
Intervensi : a) Pantau tekanan darah pada posisi baring, duduk dan berdiri jika memungkinkan. Perhatikan besarnya tekanan nadi Rasional : Hipotensi umum atau ortostatik dapat terjadi sebagai akibat dari
vasodilatasi perifer yang berlebihan dan penurunan volume
sirkulasi b) Periksa kemungkinan adanya nyeri dada atau angina yang dikeluhkan pasien. Rasional : Merupakan tanda adanya peningkatan kebutuhan oksigen oleh otot jantung atau iskemia c) Auskultasi suara nafas, perhatikan adanya suara yang tidak normal (seperti krekels) Rasional : Murmur yang menonjol berhubungan dengan curah jantung meningkat pada keadaan hipermetabolik d) Observasi tanda dan gejala haus yang hebat,mukosa membran kering, nadi
lemah, penurunan produksi urine dan hipotensi
Rasional : Dehidrasi yang cepat dapat terjadi yang akan menurunkan volume sirkulasi dan menurunkan curah jantung.
e) Catat masukan dan keluaran Rasional : Kehilangan cairan yang terlalu banyak dapat menimbulkan dehidrasi berat 2) Kelelahan
berhubungan
kebutuhan
dengan
hipermetabolik
dengan
peningkatan
energy
Tujuan : Klien akan mengungkapkan secara verbal tentang peningkatan tingkat
energy
Intervensi : a) Pantau tanda vital dan catat nadi baik istirahat maupun saat aktivitas. Rasional : Nadi secara luas meningkat dan bahkan istirahat, takikardia mungkin ditemukan b) Ciptakan lingkungan yang tenang Rasional : Menurunkan stimulasi yang kemungkinan besar dapat menimbulkan agitasi, hiperaktif dan insomnia c) Sarankan pasien untuk mengurangi aktivitas Rasional : Membantu melawan pengaruh dari peningkatan metabolism d) Berikan tindakan yang membuat pasien merasa nyaman seperti massase Rasional : Meningkatkan relaksasi 3) Risiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan peningkatan metabolisme (peningkatan nafsu makan/pemasukan dengan penurunan berat badan) Tujuan : Klien akan menunjukkan berat badan stabil dengan kriteria : -
Nafsu makan baik.
-
Berat badan normal
-
Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
Intervensi : a) Catat adanya anoreksia, mual dan muntah Rasional
: Peningkatan
gangguan
sekresi
aktivitas adrenergic dapat
insulin/terjadi
resisten
yang
menyebabkan mengakibatkan
hiperglikemia b) Pantau masukan makanan setiap hari, timbang berat badan setiap hari Rasional : Penurunan berat badan terus menerus dalam keadaan masukan
kalori yang cukup merupakan indikasi kegagalan terhadap
terapi antitiroid c) Kolaborasi untuk pemberian diet tinggi kalori, protein, karbohidrat dan vitamin
Rasional : Mungkin memerlukan bantuan untuk menjamin pemasukan zat-zat
makanan yang adekuat dan mengidentifikasi makanan
pengganti yang sesuai. 4) Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan perubahan mekanisme perlindungan dari mata: kerusakan penutupan kelopak mata/eksoftalmus Tujuan : Klien akan mempertahankan kelembaban membran mukosa mata, terbebas dari ulkus Intervensi : a) Observasi adanya edema periorbital Rasional : Stimulasi umum dari stimulasi adrenergik yang berlebihan b) Evaluasi ketajaman mata Rasional : Oftalmopati infiltratif adalah akibat dari peningkatan jaringan retroorbita c) Anjurkan pasien menggunakan kaca mata gelap Rasional : Melindungi kerusakan kornea d) Bagian kepala tempat tidur ditinggikan Rasional : Menurunkan edema jaringan bila ada komplikasi 5) Ansietas berhubungan dengan faktor fisiologis: status hipermetabolik Tujuan : Klien akan melaporkan ansietas berkurang sampai tingkat dapat diatasi dengan kriteria : Pasien tampak rileks Intervensi : a) Observasi tingkah laku yang menunjukkan tingkat ansietas Rasional : Ansietas ringan dapat ditunjukkan dengan peka rangsang dan insomnia b) Bicara singkat dengan kata yang sederhana Rasional : Rentang perhatian mungkin menjadi pendek,konsentrasi berkurang, yang membatasi kemampuan untuk mengasimilasi informasi c) Jelaskan prosedur tindakan Rasional : Memberikan informasi yang akurat yang dapat menurunkan kesalahan interpretasi d) Kurangi stimulasi dari luar Rasional : Menciptakan lingkungan yang terapeutik 6) Risiko tinggi perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologik,
peningkatan
perubahan pola tidur
stimulasi
SSP/mempercepat
aktifitas
mental,
Tujuan : Mempertahankan orientasi realitas umumnya, mengenali perubahan dalam berpikir/berprilaku dan faktor penyebab. Intervensi : a) Kaji proses pikir pasien seperti memori, rentang perhatian, orientasi terhadap tempat, waktu dan orang Rasional : Menentukan adanya kelainan pada proses sensori b) Catat adanya perubahan tingkah laku Rasional : Kemungkinan terlalu waspada, tidak dapat beristirahat, sensitifitas
meningkat atau menangis atau mungkin berkembang
menjadi psikotik yang sesungguhnya c) Kaji tingkat ansietas Rasional : Ansietas dapat merubah proses pikir d) Ciptakan lingkungan yang tenang,turunkan stimulasi lingkungan Rasional
:
menurunan
stimulasi
eksternal
dapat
menurunkan
hiperaktifitas/refleks, peka rangsang saraf, halusinasi pendengaran e) Orientasikan pasien pada tempat dan waktu Rasional : Membantu untuk mengembangkan dan mempertahankan kesadaran pada realita/lingkungan f)
Anjurkan keluarga atau orang terdekat lainnya untuk mengunjungi klien. Rasional : Membantu dalam mempertahankan sosialisasi dan orientasi pasien.
g) Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi seperti sedatif/tranquilizer, atau obat anti psikotik. Rasional
:
saraf/agitasi
Meningkatkan
relaksasi,menurunkan
untuk meningkatkan proses pikir.
hipersensitifitas
BAB IV PENUTUP
Kesimpulan Setelah kami menyusun makalah yang berjudul ‘ Makalah Askep Gangguan Kelenjar Tiroid’ kami dapat menyimpulkan diagnosa yang mungkin muncul dari beberapa askep diatas yaitu: 1. Diagnosa yang mungkin muncul pada Askep Struma adalah sebagai berikut : a. Gangguan jalan nafas yang berhubungan dengan obstruksi trakhea secunder terhadap perdarahan, spasme laring yang ditandai dengan sesak nafas, pernafasan cuping hidung sampai dengan sianosis b. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan nyeri, kerusakan nervus laringeal yang ditandai dengan klien sulit berbicara dan hilang suara c. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan dampak pembedahan, udema otot, terputusnya jaringan syaraf, yang ditandai ekspresi wajah tampak tegang. d. Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan salah interprestasi yang ditandai dengan sering bertanya tentang penyakitnya. 2. Diagnosa yang mungkin muncul pada Askep Hipothyroid adalah sebagai berikut : a. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan proses kognitif b. Perubahan suhu tubuh berhubungan dengan peningkatan produksi panas. c. Konstipasi berhubungan dengan penurunan gastrointestinal d. Kurangnya pengetahuan tentang program pengobatan untuk terapi penggantian tiroid seumur hidup e. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi ventilasi f.
Perubahan pola berpikir berhubungan dengan gangguan metabolisme dan perubahan status kardiovaskuler serta pernapasan.
3. Diagnosa yang mungkin muncul pada Askep Hiperthyroid adalah sebagai berikut : a. Risiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan hipertiroid tidak terkontrol, keadaan hipermetabolisme,peningkatan beban kerja jantung b. Kelelahan berhubungan dengan hipermetabolik dengan peningkatan kebutuhan energy c. Risiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
peningkatan
metabolisme
(peningkatan
nafsu makan/pemasukan
dengan penurunan berat badan) d. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan perubahan mekanisme perlindungan dari mata: kerusakan penutupan kelopak mata/eksoftalmus e. Ansietas berhubungan dengan faktor fisiologis: status hipermetabolik f.
Risiko tinggi perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologik, peningkatan stimulasi SSP/mempercepat aktifitas mental, perubahan pola tidur
DAFTAR PUSTAKA
Santosa, Budi.2009-2011. Diagnosa Keperawatan NANDA. Jakarta : Prima Medikal. Closkey, Mc, et all.2007.Diagnosa Keperawatan NOC-NIC.St-Louis. Anonim.2008.Hipertiroidisme.http://www.medica store.com.Diunduh tanggal 23 Maret 2013 Anonim.2008.Mengenal Tiroid.http://www.demomedical.com.Diunduh tanggal 23 Maret 2013 Carpenito,Linda Juall.2008.Diagnosa Keperawatan.Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.