Materi Pencinta Alam & Ke”MAHESA”an Oleh : Fajrul Iman Ibrahim N.S.A (003/MAHESA/PEN DIRI/2007) “Mahesa akhirnya memilih untuk menggunakan kalimat Pencinta Alam dengan harapan bisa memberikan kesejukan dan ketentraman bagi orang yang ada di sekita rnya didalam aktivitasnya sehari-hari sebagaimana yang dimaknakan dalam unsur ka ta Cinta dan Alam.” Ingatlah hai engkau penjelah alam : 1. Take nothing, but pictu res [jangan ambil sesuatu kecuali gambar] 2. Kill nothing, but times [jangan bun uh sesuatu kecuali waktu] 3. Leave nothing, but foot-print [jangan tinggalkan se suatu kecuali jejak kaki] dan senantiasa ; 1. Percaya kepada Tuhan Yang Maha Kua sa 2. Percaya kepada kawan [dalam hal ini kawan adalah rekan penggiat dan perala tan serta perlengkapan, tentu saja juga harus dibarengi bahwa diri kita sendiri juga dapat dipercaya oleh “teman” tersebut dengan menjaga, memelihara dan melindungi nya] 3. Percaya kepada diri sendiri, yaitu percaya bahwa kita mampu melakukan se gala sesuatunya dengan baik. Sejarah Pencinta Alam Serta Perkembangannya Apabila sejenak kita merunut dari belakang, sebetulnya sejarah manusia tidak jauhjauh a mat dari alam. Sejak zaman prasejarah dimana manusia berburu dan mengumpulkan ma kanan, alam adalah "rumah" mereka. Gunung adalah sandaran kepala, padang rumput adalah tempat mereka membaringkan tubuh, dan gua-gua adalah tempat mereka bersem bunyi. Namun sejak manusia menemukan kebudayaan, yang katanya lebih "bermartabat ", alam seakan menjadi barang aneh. Manusia mendirikan rumah untuk tempatnya ber sembunyi. Manusia menciptakan kasur untuk tempatnya membaringkan tubuh, dan manu sia mendirikan gedung bertingkat untuk mengangkat kepalanya. Manusia dan alam ak hirnya memiliki sejarahnya sendiri-sendiri. Ketika keduanya bersatu kembali, mak a ketika itulah saatnya Sejarah Pecinta Alam dimulai : Pada tahun 1492 sekelompo k orang Perancis di bawah pimpinan Anthoine de Ville mencoba memanjat tebing Mon t Aiguille (2097 m), dikawasan Vercors Massif. Saat itu belum jelas apakah merek a ini tergolong pendaki gunung pertama. Namun beberapa dekade kemudian, orang-or ang yang naik turun tebing-tebing batu di Pegunungan Alpen adalah para pemburu c hamois, sejenis kambing gunung. Barangkali mereka itu pemburu yang mendaki gunun g. Tapi inilah pendakian gunung yang tertua pernah dicatat dalam sejarah. Di Ind onesia, sejarah pendakian gunung dimulai sejak tahun 1623 saat Yan Carstensz men emukan "Pegunungan sangat tinggi di beberapa tempat tertutup salju" di Papua. Na ma orang Eropa ini kemudian digunakan untuk salah satu gunung di gugusan Pegunun gan Jaya Wijaya yakni Puncak Cartensz. Pada tahun 1786 puncak gunung tertinggi p ertama yang dicapai manusia adalah puncak Mont Blanc (4807 m) di Prancis. Lalu p ada tahun 1852 Puncak Everest setinggi 8840 meter ditemukan. Orang Nepal menyebu tnya Sagarmatha, atau Chomolungma menurut orang Tibet. Puncak Everest berhasil d icapai manusia pada tahun 1953 melalui kerjasama Sir Edmund Hillary dari Selandi a Baru dan Sherpa Tenzing Norgay yang tergabung dalam suatu ekspedisi Inggris. S ejak saat itu, pendakian ke atap-atap dunia pun semakin ramai. Di Indonesia seja rah pecinta alam dimulai dari sebuah perkumpulan yaitu "Perkumpulan Pentjinta Al am"(PPA). Berdiri 18 Oktober 1953. PPA merupakan perkumpulan Hobby yang diartika n sebagai suatu kegemaran positif serta suci,
terlepas dari 'sifat maniak'yang semata-mata melepaskan nafsunya dalam corak neg atif. Tujuan mereka adalah memperluas serta mempertinggi rasa cinta terhadap ala m seisinya dalam kalangan anggotanya dan masyarakat umumnya. Sayang perkumpulan ini tak berumur panjang. Penyebabnya antara lain faktor pergolakan politik dan s uasana yang belum terlalu mendukung sehingga akhirnya PPA bubar di akhir tahun 1 960. Awibowo adalah pendiri satu perkumpulan pencinta alam pertama di tanah air mengusulkan istilah pencinta alam karena cinta lebih dalam maknanya daripada gem ar/suka yang mengandung makna eksploitasi belaka, tapi cinta mengandung makna me ngabdi. "Bukankah kita dituntut untuk mengabdi kepada negeri ini?." Sejarah penc inta alam kampus pada era tahun 1960-an. Pada saat itu kegiatan politik praktis mahasiswa dibatasi dengan keluarnya SK 028/3/1978 tentang pembekuan total kegiat an Dewan Mahasiswa dan Senat Mahasiswa yang melahirkan konsep Normalisasi Kehidu pan Kampus (NKK). Gagasan ini mula – mula dikemukakan Soe Hok Gie pada suatu sore, 8 Nopember 1964, ketika mahasiswa FSUI sedang beristirahat setelah mengadakan k erjabakti di TMP Kalibata. Sebenarnya gagasan ini, seperti yang dikemukakan Soe Hok Gie sendiri, diilhami oleh organisasi pencinta alam yang didirikan oleh bebe rapa orang mahasiswa FSUI pada tanggal 19 Agustus 1964 di Puncak gunung Pangrang o. Organisasi yang bernama Ikatan Pencinta Alam Mandalawangi itu keanggotaannya tidak terbatas di kalangan mahasiswa saja. Semua yang berminat dapat menjadi ang gota setelah melalui seleksi yang ketat. Sayangnya organisasi ini mati pada usia nya yang kedua. Pada pertemuan kedua yang diadakan di Unit III bawah gedung FSUI Rawamangun, didepan ruang perpustakaan. Hadir pada saat itu Herman O. Lantang y ang pada saat itu menjabat sebagai Ketua Senat Mahasiswa FSUI. Pada saat itu dic etuskan nama organisasi yang akan lahir itu IMPALA, singkatan dari Ikatan Mahasi swa Pencinta Alam. Setelah bertukar pikiran dengan Pembantu Dekan III bidang Mah alum, yaitu Drs. Bambang Soemadio dan Drs. Moendardjito yang ternyata menaruh mi nat terhadap organisasi tersebut dan menyarankan agar mengubah nama IMPALA menja di MAPALA PRAJNAPARAMITA. Alasannya nama IMPALA terlalu borjuis. Nama ini diberi kan oleh Bpk Moendardjito. Mapala merupakan singkatan dari Mahasiswa Pencinta Al am. Dan Prajnaparamita berarti dewi pengetahuan. Selain itu Mapala juga berarti berbuah atau berhasil. Jadi dengan menggunakan nama ini diharapkan segala sesuat u yang dilaksanakan oleh anggotanya akan selalu berhasil berkat lindungan dewi p engetahuan. Ide pencetusan pada saat itu memang didasari dari faktor politis sel ain dari hobi individual pengikutnya, dimaksudkan juga untuk mewadahi para mahas iswa yang sudah muak dengan organisasi mahasiswa lain yang sangat berbau politik dan perkembangannya mempunyai iklim yang tidak sedap dalam hubungannya antar or ganisasi. Dalam tulisannya di Bara Eka 13 Maret 1966, Soe mengatakan bahwa : “Tuju an Mapala ini adalah mencoba untuk membangunkan kembali idealisme di kalangan ma hasiswa untuk secara jujur dan benar-benar mencintai alam, tanah air, rakyat dan almamaternya. Mereka adalah sekelompok mahasiswa yang tidak percaya bahwa patri otisme dapat ditanamkan hanya melalui slogan-slogan dan jendela-jendela mobil. M ereka percaya bahwa dengan mengenal rakyat dan tanah air Indonesia secara menyel uruh, barulah seseorang dapat menjadi patriot-patriot yang baik” Para mahasiswa it u, diawali dengan berdirinya Mapala Universitas Indonesia, membuang energi mudan ya dengan merambah alam mulai dari lautan sampai ke puncak gunung. Mapala atau M ahasiswa Pecinta Alam adalah organisasi yang beranggotakan para mahasiswa yang m empunyai kesamaan minat, kepedulian dan kecintaan dengan alam sekitar dan lingku ngan hidup. Sejak itulah pecinta alam pun merambah tak hanya kampus (Kini, hampi r seluruh perguruan tinggi di Indonesia memiliki mapala baik di tingkat universi tas maupun fakultas hingga jurusan), melainkan ke sekolah-sekolah, ke bilik-bili k rumah ibadah, sudut-sudut perkantoran, lorong-lorong atau kampungkampung. Seak an-akan semua yang pernah menjejakkan kaki di puncak gunung sudah
terlepas dari 'sifat maniak'yang semata-mata melepaskan nafsunya dalam corak neg atif. Tujuan mereka adalah memperluas serta mempertinggi rasa cinta terhadap ala m seisinya dalam kalangan anggotanya dan masyarakat umumnya. Sayang perkumpulan ini tak berumur panjang. Penyebabnya antara lain faktor pergolakan politik dan s uasana yang belum terlalu mendukung sehingga akhirnya PPA bubar di akhir tahun 1 960. Awibowo adalah pendiri satu perkumpulan pencinta alam pertama di tanah air mengusulkan istilah pencinta alam karena cinta lebih dalam maknanya daripada gem ar/suka yang mengandung makna eksploitasi belaka, tapi cinta mengandung makna me ngabdi. "Bukankah kita dituntut untuk mengabdi kepada negeri ini?." Sejarah penc inta alam kampus pada era tahun 1960-an. Pada saat itu kegiatan politik praktis mahasiswa dibatasi dengan keluarnya SK 028/3/1978 tentang pembekuan total kegiat an Dewan Mahasiswa dan Senat Mahasiswa yang melahirkan konsep Normalisasi Kehidu pan Kampus (NKK). Gagasan ini mula – mula dikemukakan Soe Hok Gie pada suatu sore, 8 Nopember 1964, ketika mahasiswa FSUI sedang beristirahat setelah mengadakan k erjabakti di TMP Kalibata. Sebenarnya gagasan ini, seperti yang dikemukakan Soe Hok Gie sendiri, diilhami oleh organisasi pencinta alam yang didirikan oleh bebe rapa orang mahasiswa FSUI pada tanggal 19 Agustus 1964 di Puncak gunung Pangrang o. Organisasi yang bernama Ikatan Pencinta Alam Mandalawangi itu keanggotaannya tidak terbatas di kalangan mahasiswa saja. Semua yang berminat dapat menjadi ang gota setelah melalui seleksi yang ketat. Sayangnya organisasi ini mati pada usia nya yang kedua. Pada pertemuan kedua yang diadakan di Unit III bawah gedung FSUI Rawamangun, didepan ruang perpustakaan. Hadir pada saat itu Herman O. Lantang y ang pada saat itu menjabat sebagai Ketua Senat Mahasiswa FSUI. Pada saat itu dic etuskan nama organisasi yang akan lahir itu IMPALA, singkatan dari Ikatan Mahasi swa Pencinta Alam. Setelah bertukar pikiran dengan Pembantu Dekan III bidang Mah alum, yaitu Drs. Bambang Soemadio dan Drs. Moendardjito yang ternyata menaruh mi nat terhadap organisasi tersebut dan menyarankan agar mengubah nama IMPALA menja di MAPALA PRAJNAPARAMITA. Alasannya nama IMPALA terlalu borjuis. Nama ini diberi kan oleh Bpk Moendardjito. Mapala merupakan singkatan dari Mahasiswa Pencinta Al am. Dan Prajnaparamita berarti dewi pengetahuan. Selain itu Mapala juga berarti berbuah atau berhasil. Jadi dengan menggunakan nama ini diharapkan segala sesuat u yang dilaksanakan oleh anggotanya akan selalu berhasil berkat lindungan dewi p engetahuan. Ide pencetusan pada saat itu memang didasari dari faktor politis sel ain dari hobi individual pengikutnya, dimaksudkan juga untuk mewadahi para mahas iswa yang sudah muak dengan organisasi mahasiswa lain yang sangat berbau politik dan perkembangannya mempunyai iklim yang tidak sedap dalam hubungannya antar or ganisasi. Dalam tulisannya di Bara Eka 13 Maret 1966, Soe mengatakan bahwa : “Tuju an Mapala ini adalah mencoba untuk membangunkan kembali idealisme di kalangan ma hasiswa untuk secara jujur dan benar-benar mencintai alam, tanah air, rakyat dan almamaternya. Mereka adalah sekelompok mahasiswa yang tidak percaya bahwa patri otisme dapat ditanamkan hanya melalui slogan-slogan dan jendela-jendela mobil. M ereka percaya bahwa dengan mengenal rakyat dan tanah air Indonesia secara menyel uruh, barulah seseorang dapat menjadi patriot-patriot yang baik” Para mahasiswa it u, diawali dengan berdirinya Mapala Universitas Indonesia, membuang energi mudan ya dengan merambah alam mulai dari lautan sampai ke puncak gunung. Mapala atau M ahasiswa Pecinta Alam adalah organisasi yang beranggotakan para mahasiswa yang m empunyai kesamaan minat, kepedulian dan kecintaan dengan alam sekitar dan lingku ngan hidup. Sejak itulah pecinta alam pun merambah tak hanya kampus (Kini, hampi r seluruh perguruan tinggi di Indonesia memiliki mapala baik di tingkat universi tas maupun fakultas hingga jurusan), melainkan ke sekolah-sekolah, ke bilik-bili k rumah ibadah, sudut-sudut perkantoran, lorong-lorong atau kampungkampung. Seak an-akan semua yang pernah menjejakkan kaki di puncak gunung sudah
merasa sebagai pecinta alam. Dan organisasi pencinta alam pun merambah MAHESA se jak awal berdirinya. Dimulai dari puncak Gunung Bawakaraeng (2.830 Mdpl) pada ta nggal 20 Mei 2007(Disepakati sebagai hari jadi MAHESA), oleh 9 orang pendiri Mah asiswa Ekonomi Program Reguler Sore UNHAS (Bintang Hidayat, Hastomo, Fajrul Iman Ibrahim, Apriansyah, Ahmad Nasarudin, Asriadi, Muh.Hisyam, Suhardiman Sultan, d an Armawan Abdullah) yang disetujui oleh M.Arfan yang pada waktu itu menjabat se bagai Ketua BEM Fakultas Ekonomi Reguler Sore UNHAS(yang di kemudian hari karena bersimpatik ikut bergabung dengan MAHESA dalam Angkatan I), kemudian disusul de ngan deklarasi yang diadakan di Puncak Gunung Bulusaraung (1.200 mdpl) pada tang gal 09 September 2007. Dalam perjalanan kali ini ikut serta Arnan Maulana, Seora ng Simpatisan (yang kemudian ditetapkan sebagai Simpatisan Pendiri). Pada period e pertama Bintang Hidayat ditetapkan sebagai ketua umum MAHESA. MAPALA, Konsekue nsi yang harus dihadapi dari sebuah konsistensi Apa yang diharapkan dengan mengi kuti sebuah organisasi bernama MAPALA? Banyak memandang sebelah mata pada organi sasi ini dan terkadang mengatakan bahwa kegiatannya hanya bersifat hura-hura yan g menghabiskan uang. Suara itu semakin santer terdengar bila ada pemberitaan men genai kecelakaan yang dialami oleh anggota Mapala pada waktu melakukan kegiatan di alam. Dalam sebuah diskusi (mengutip dalam artikel Kompas, Minggu 29 Maret 19 92) kegiatan Mapala dapat dikategorikan sebagai olahraga yang masuk ke dalam kal iber sport beresiko tinggi. Kegiatannya meliputi mendatangi puncak gunung tinggi , turun ke lubang gua di dalam bumi, hanyut berperahu di kederasan jeram sungai deras, keluar masuk daerah pedalaman yang paling dalam dan lainnya. umumnya kegi atan Mapala berkisar di alam terbuka dan menyangkut lingkungan hidup. Jenis akti fitas meliputi pendakian gunung (mountaineering), pemanjatan (climbing), penelus uran gua (caving), pengarungan arus liar(rafting), penghijauan dan lain sebagain ya. Tak ayal lagi bahwa kegiatan ini beresiko tinggi dan setiap anggotanya harus memahami konsekuensi resiko yang dihadapi dengan bergabung dengan organisasi in i. Resiko yang paling berat adalah cacat fisik permanen dan bahkan kematian. Unt uk bisa mempersiapkan diri menghadapi resiko yang tinggi ini, dibutuhkan kesiapa n mental, fisik dan skill yang memadai. Berbagai macam latihan dan pengalaman te rjun langsung ke alam dapat meminimalisir resiko yang akan dihadapi. Tapi, dilua r semua itu masih ada yang lebih berwenang untuk menentukan hidup dan mati seseo rang. MAPALA, Pencinta alam atau Petualang ? Dua nama, pencinta alam dan petuala ng seolah-olah merupakan satu kesatuan utuh yang tidak bisa di pisahkan antara k eduanya. Namun kalau dilihat secara etimologi kata dalam Kamus Besar Bahasa Indo nesia akan nampak kelihatan bahwa keduanya tidak ada hubungan satu sama lainnya. Dalam KBBI, pecinta (alam) ialah orang yang sangat suka akan (alam), sedangkan petualang ialah orang yang suka mencari pengalaman yang sulit-sulit, berbahaya, mengandung resiko tinggi dsb. Dengan demikian, secara etimologi jelas disiratkan dimana keduanya memiliki arah dan tujuan yang berbeda, meskipun ruang gerak akt ivitas yang dipergunakan keduanya sama, alam. Dilain pihak, perbedaan itu tidak sebatas lingkup “istilah” saja, tetapi juga langkah yang dijalankan. Seorang pencint a alam lebih populer dengan gerakan enviromentalisme-nya, sementara itu, petuala ng lebih aktivitasnya lebih lekat dengan aktivitas-aktivitas Adventure-nya seper ti pendakian gunung, pemanjatan tebing, pengarungan sungai dan masih banyak lagi kegiatan yang menjadikan alam sebagai medianya. Kini yang sering ditanyakan ket ika kerusakan alam di negeri ini semakin parah
dimanakah pencinta alam? begitupun dengan para petualang yang menggunakan alam s ebagai medianya. Bahkan Tak jarang aktivitas “mereka” berakhir dengan terjadinya tin dakan yang justru sangat menyimpang dari makna sebagai pecinta alam, misalkan te rjadinya praktek-paktek vandalisme. Inilah sebenarnya yang harus di kembalikan t ujuan dan arahnya sehingga jelas fungsi dan gerak merekapun bukan hanya sebagai ajang hura-hura belaka. keberadaaan mereka belum mencirikan kejelasan arah gerak dan pola pengembangan kelompoknya. Jangankan mencitrakan kelompoknya sebagai pe cinta alam, sebagai petualang pun tidak. Aktivitas mereka cenderung merupakan ak si-aksi spontanitas yang terdorong atau bahkan terseret oleh medan ego yang ting gi dan sekian image yang telah terlebih dulu dicitrakan, dengan demikian banyak diantara para “pencinta alam” itu cuma sebatas “gaya” yang menggunakan alam sebagai alat . MAHESA, Environmental+Intelektualis+Adventurer Akhir-akhir ini di mana degrada si lingkungan dirasa semakin parah, maka peran pencinta alam sangat penting untu k membantu melestarikan lingkungan. Untuk melengkapi perannya sebagai duta lingk ungan hidup, MAHESA sebagai organisasi pencinta alam yang Notabene anggotanya ad alah seorang Mahasiswa, dituntut pula untuk mengupgrade ilmu dan pengetahuan dan minat serta niat yang tulus untuk selalu belajar, menambah pengetahuannya bukan hanya hal-hal yang menyangkut tentang outdoor skill tetapi juga harus ber-etika dan ber-intelektual. Karena seorang anggota MAHESA notabene juga adalah seorang Mahasiswa(yang berintelek), seorang anggota MAHESA dituntut bukan hanya menguas ai skill tentang outdoor activities, tetapi juga haruslah sebagai mahasiswa yang rasionalis, analitik, kritis, universal, dan sistematis. MAHESA sadar dibutuhka n sisi Intelektual untuk menjembatani dan melengkapi sisi environmental dengan s isi adventurer. MAHESA sebagai organisasi intelektual dengan gerakan enviromenta lisme bermental adventure yang berjuang keras dalam menjaga keseimbangan alam in i sebagai satu gerakan untuk masa depan akan lebih berarti tindakannya dengan ko mitment dan loyalitas yang tinggi dari anggotanya. Sebuah harapan untuk mengemba likan keseimbangan alam ini, perbedaan pola fikir dan arah gerak environment den gan adventurer dijembatani oleh sisi intelektualis para anggotanya yang merupaka n spesialisasi dan menjadi ciri dari MAHESA yang memahami pentingnya menjaga, me melihara, melindung serta melestarikan alam Tanah Air tercinta ini dan melakukan nya secara aman dan tertib.. bukanlah suatu kemustahilan ketiga sisi tersebut be rsatu untuk masa depan lingkungan hidup Indonesia sehingga terciptanya lingkunga n hidup yang seimbang, stabil dan bermanfaat bagi kehidupan sekarang dan masa de pan.
MOUNTAINEERING I. PENDAHULUAN Aktivitas mendaki gunung akhir-akhir ini nampaknya bukan lagi merupakan suatu kegiatan yang langka, artinya tidak lagi hanya dilak ukan oleh orang tertentu (yang menamakan diri sebagai kelompok Pencinta Alam, Pe njelajah Alam dan semacamnya). Melainkan telah dilakukan oleh orang-orang dari k alangan umum. Namun demikian bukanlah berarti kita bisa menganggap bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan aktivitas mendaki gunung, menjadi bidang ketrampil an yang mudah dan tidak memiliki dasar pengetahuan teoritis. Didalam pendakian s uatu gunung banyak hal-hal yang harus kita ketahui (sebagai seorang pencinta ala m) yang berupa : aturan-aturan pendakian, perlengkapan pendakian, persiapan, car a-cara yang baik, untuk mendaki gunung dan lain-lain. Segalanya inilah yang terc akup dalam bidang Mountaineering. Mendaki gunung dalam pengertian Mountaineering terdiri dari tiga tahap kegiatan, yaitu : 1. Berjalan (Hill Walking) Secara khu sus kegiatan ini disebut mendaki gunung. Hill Walking adalah kegiatan yang palin g banyak dilakukan di Indonesia. Kebanyakan gunung di Indonesia memang hanya mem ungkinkan berkembangnya tahap ini. Disini aspek yang lebih menonjol adalah daya tarik dari alam yang dijelajahi (nature interested) 2. Memanjat (Rock Climbing) Walaupun kegiatan ini terpaksa harus memisahkan diri dari Mountaineering, namun ia tetap merupakan cabang darinya. Perkembangan yang pesat telah melahirkan bany ak metode-metode pemanjatan tebing yang ternyata perlu untuk diperdalam secara k husus. Namun prinsipnya dengan tiga titik dan berat dan kaki yang berhenti, tang an hanya memberi pertolongan. 3. Mendaki gunung es (Ice & Snow Climbing) Kedua j enis kegiatan ini dapat dipisahkan satu sama lain. Ice Climbing adalah cara-cara pendakian tebing/gunung es, sedangkan Snow Climbing adalah teknik-teknik pendak ian tebing gunung salju. Dalam ketiga macam kegiatan di atas tentu didalamnya te lah mencakup : Mountcamping, Mount Resque, Navigasi medan dan peta, PPPK pegunun gan, teknikteknik Rock Climbing dan lain-lain. II. PERSIAPAN MENDAKI GUNUNG 1. P engenalan Medan Untuk menguasai medan dan memperhitungkan bahaya obyek seorang p endaki harus menguasai menguasai pengetahuan medan, yaitu membaca peta, mengguna kan kompas serta altimeter. Mengetahui perubahan cuaca atau iklim. Cara lain unt uk mengetahui medan yang akan dihadapi adalah dengan bertanya dengan orang-orang yang pernah mendaki gunung tersebut. Tetapi cara yang terbaik adalah mengikut s ertakan orang yang pernah mendaki gunung tersebut bersama kita. 2. Persiapan Fis ik Persiapan fisik bagi pendaki gunung terutama mencakup tenaga aerobic dan
kelenturan otot. Kesegaran jasmani akan mempengaruhi transport oksigen melelui p eredaran darah ke otot-otot badan, dan ini penting karena semakin tinggi suatu d aerah semakin rendah kadar oksigennya. 3. Persiapan Tim Menentukan anggota tim d an membagi tugas serta mengelompokkannya dan merencanakan semua yang berkaitan d engan pendakian. 4. Perbekalan dan Peralatan Persiapan perlengkapan merupakan aw al pendakian gunung itu sendiri. Perlengkapan mendaki gunung umumnya mahal, teta pi ini wajar karena ini merupakan pelindung keselamatan pendaki itu sendiri. Gun ung merupakan lingkungan yang asing bagi organ tubuh kita yang terbiasa hidup di daerah yang lebih rendah. Karena itu diperlukan perlengkapan yang memadai agar pendaki mampu menyesuaikan di ketinggian yang baru itu. Seperti sepatu, ransel, pakaian, tenda, perlengkapan tidur, perlengkapan masak, makanan, obat-obatan dan lain-lain. III. BAHAYA DI GUNUNG Dalam olahraga mendaki gunung ada dua faktor y ang mempengaruhi berhasil tidaknya suatu pendakian. 1. Faktor Internal Yaitu fak tor yang datang dari si pendaki sendiri. Apabila faktor ini tidak dipersiapkan d engan baik akan mendatangkan bahaya subyek yaitu karena persiapan yang kurang ba ik, baik persiapan fisik, perlengkapan, pengetahuan, ketrampilan dan mental. 2. Faktor Eksternal Yaitu faktor yang datang dari luar si pendaki. Bahaya ini datan g dari obyek pendakiannya (gunung), sehingga secara teknik disebut bahaya obyek. Bahaya ini dapat berupa badai, hujan, udara dingin, longsoran hutan lebat dan l ain-lain. Kecelakaan yang terjadi di gunung-gunung Indonesia umumnya disebabkan faktor intern. Rasa keingintahuan dan rasa suka yang berlebihan dan dorongan hat i untuk pegang peranan, penyakit, ingin dihormati oleh semua orang serta keterba tasanketerbatasan pada diri kita sendiri. IV. LANGKAH-LANGKAH DAN PROSEDUR PENDA KIAN Umumnya langkah-langkah yang biasa dilakukan oleh kelompok-kelompok pencint a alam dalam suatu kegiatan pendakian gunung meliputi tiga langkah, yaitu : 1. P ersiapan Yang dimaksud persiapan pendakian gunung adalah : • Menentukan pengurus p anitia pendakian, yang akan bekerja mengurus : Perijinan pendakian, perhitungan anggaran biaya, penentuan jadwal pendakian, persiapan perlengkapan/transportasi dan segala macam urusan lainnya yang berkaitan dengan pendakian. • Persiapan fisik dan mental anggota pendaki, ini biasanya dilakukan dengan berolahraga secara ru tin untuk mengoptimalkan kondisi fisik serta memeksimalkan ketahanan nafas. Pers iapan mental dapat dilakukan dengan mencari/mempelajari kemungkinan-kemungkinan yang tak terduga timbul dalam pendakian beserta cara-cara pencegahan/pemecahanny a. 2. Pelaksanaan Bila ingin mendaki gunung yang belum pernah didaki sebelumnya disarankan membawa guide/penunjuk jalan atau paling tidak seseorang yang telah p ernah mendaki gunung tersebut, atau bisa juga dilakukan dengan pengetahuan memba ca jalur pendakian. Untuk memudahkan koordinasi, semua peserta pendakian dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu : - Kelompok pelopor
- Kelompok inti - Kelompok penyapu Masing-masing kelompok, ditunjuk penanggungja wabnya oleh komandan lapangan (penanggungjawab koordinasi). Daftarkan kelompok a nda pada buku pendakian yang tersedia di setiap base camp pendakian, biasanya me nghubungi anggota SAR atau juru kunci gunung tersebut. Didalam perjalanan posisi kelompok diusahakan tetap yaitu : Pelopor di depan (disertai guide), kelompok i niti di tengah, dan team penyapu di belakang. Jangan sesekali merasa segan untuk menegur peserta yang melanggar peraturan ini. Demikian juga saat penurunan, pos isi semula diusahakan tetap. Setelah tiba di puncak dan di base camp jangan lupa mengecek jumlah peserta, siapa tahu ada yang tertinggal. 3. Evaluasi Biasakanla h melakukan evaluasi dari setiap kegiatan yang anda lakukan, karena dengan evalu asi kita akan tahu kekurangan dan kelemahan yang kita lakukan. Ini menuju perbai kan dan kebaikan (vivat et floreat). V. FISIOLOGI TUBUH DI PEGUNUNGAN Mendaki gu nung adalah perjuangan, perjuangan manusia melawan ketinggian dan segala konseku ensinya. Dengan berubahnya ketinggian tempat, maka kondisi lingkungan pun jelas akan berubah. Anasir lingkungan yang perubahannya tampak jelas bila dikaitkan de ngan ketinggian adalah suhu dan kandungan oksigen udara. Semakin bertambah ketin ggian maka suhu akan semakin turun dan kandungan oksigen udara juga semakin berk urang. Fenomena alam seperti ini beserta konsekuensinya terhadap keselamatan jiw a kita, itulah yang teramat penting kita ketahui dalam mempelajari proses fisiol ogi tubuh di daerah ketinggian. Banyak kecelakaan terjadi di pegunungan akibat k urang pengetahuan, hampa pengalaman dan kurang lengkapnya sarana penyelamat. 1. Konsekuensi Penurunan Suhu Manusia termasuk organisme berdarah panas (poikiloter m), dengan demikian manusia memiliki suatu mekanisme thermoreguler untuk mempert ahankan kondisi suhu tubuh terhadap perubahan suhu lingkungannya. Namun suhu yan g terlalu ekstrim dapat membahayakan. Jika tubuh berada dalam kondisi suhu yang rendah, maka tubuh akan terangsang untuk meningkatkan metabolisme untuk memperta hankan suhu tubuh internal (mis : dengan menggigil). Untuk mengimbangi peningkat an metabolisme kita perlu banyak makan, karena makanan yang kita makan itulah ya ng menjadi sumber energi dan tenaga yang dihasilkan lewat oksidasi. 2. Konsekuen si Penurunan Jumlah Oksigen Oksigen bagi tubuh organisme aerob adalah menjadi su atu konsumsi vital untuk menjamin kelangsungan proses-proses biokimia dalam tubu h, konsumsi dalam tubuh biasanya sangat erat hubungannya dengan jumlah sel darah merah dari konsentrasi haemoglobin dalam darah. Semakin tinggi jumlah darah mer ah dan konsentrasi Haemoglobin, maka kapasitas oksigen respirasi akan meningkat. Oleh karena itu untuk mengatasi kekurangan oksigen di ketinggian, kita perlu me ngadakan latihan aerobic, karena disamping memperlancar peredaran darah, latihan ini juga merangsang memacu sintesis sel-sel darah merah. 3. Kesegaran Jasmani K esegaran jasmani adalah syarat utama dalam pendakian. Komponen terpenting yang d itinjau dari sudut faal olahraga adalah system kardiovaskulare dan neuromuscular e. Seorang pendaki gunung pada ketinggian tertentu akan mengalami hal-hal yang k urang enak, yang disebabkan oleh hipoksea (kekurangan oksigen), ini disebut peny akit gunung (mountain sickness). Kapasitas kerja fisik akan menurun secara menyo lok
pada ketinggian 2000 meter, sementara kapasitas kerja aerobic akan menurun (deng an membawa beban 15 Kg) dan juga derajat aklimasi tubuh akan lambat. Mountain si ckness ditandai dengan timbulnya gejala-gejala : • Merasakan sakit kepala atau pus ing-pusing • Sukar atau tidak dapat tidur • Kehilangan control emosi atau lekas mara h • Bernafas agak berat/susah • Sering terjadi penyimpangan interpretasi/keinginanny a aneh-aneh, bersikap semaunya dan bisa mengarah kepenyimpangan mental. • Biasanya terasa mual bahkan kadang-kadang sampai muntah, bila ini terjadi maka orang ini harus segera ditolong dengan memberi makanan/minuman untuk mencegah kekosongan perut. • Gejala-gejala ini biasanya akan lebih parah di pagi hari, dan akan mencap ai puncaknya pada hari kedua. Apabila diantara peserta pendakian mengalami gejal a ini, maka perlu secara dini ditangani/diberi obat penenang atau dicegah untuk naik lebih tinggi. Bilamana sudah terlanjur parah dengan emosi dan kelakuan yang aneh-aneh serta tidak peduli lagi nasehat (keras kepala), maka jalan terbaik ad alah membuatnya pingsan. Pada ketinggian lebih dari 3000 m.dpl, hipoksea cerebra l dapat menyebabkan kemampuan untuk mengambil keputusan dan penalarannya menurun . Dapat pula timbul rasa percaya diri yang keliru, pengurangan ketajaman penglih tan dan gangguan pada koordinasi gerak lengan dan kaki. Pada ketinggian 5000 m, hipoksea semakin nyata dan pada ketinggian 6000 m kesadarannya dapat hilang sama sekali. 4. Program Aerobik Program/latihan ini merupakan dasar yang perlu menda patkan kapasitas fisik yang maksimum pada daerah ketinggian. Kapasitas kerja fis ik seseorang berkaitan dengan kelancaran transportasi oksigen dalam tubuh selai respirasi. Kebiasaan melakukan latihan aerobic secara teratur, dapat menambah ke lancaran peredaran darah dalam tubuh, memperbanyak jumlah pembuluh darah yang mr masuki jaringan, memperbanyak sintesis darah merah, menambah kandungan jumlah ha emoglobin darah dan juga menjaga optimalisasi kerja jantung. Dengan terpenuhinya hal-hal tersebut di atas, maka mekanisme pengiriman oksigen melalui pembuluh da rah ke selsel yang membutuhkan lebih terjamin. Untuk persiapan/latihan aerobic i ni biasanya harus diintensifkan selama dua bulan sebelumnya. Latihan yang teratu r ternyata juga dapat meningkatkan kekuatan (endurance) dan kelenturan (fleksibi lity) otot, peningkatan kepercayaan diri (mental), keteguhan hati serta kemauan yang keras. Didalam latihan diusahakan denyut nadi mencapai 80% dari denyut nadi maksimal, biasanya baru tercapai setelah lari selama 20 menit. Seorang yang dap at dikatakan tinggi kesegaran aerobiknya apabila ia dapat menggunakan minimal ok sigen per menit per Kg berat badan. Yang tentunya disesuaikan dengan usia latiha n kekuatan juga digunakan untuk menjaga daya tahan yang maksimal, dan gerakan ya ng luwes. Ini biasanya dengan latihan beban, Untuk baiknya dilakukan aerobic 2550 menit setiap harinya. VI. PENGETAHUAN DASAR BAGI MOUNTAINEER 1. Orientasi Med an A. Menentukan arah perjalanan dan posisi pada peta • Dengan dua titik di medan yang dapat diidentifikasikan pada gambar di peta. Dengan menggunakan perhitungan teknik/azimuth, tariklah garis pada kedua titik diidentifikasi tersebut di dala m peta. Garis perpotongan satu titik yaitu posisi kita pada peta. • Bila diketahui satu titik identifikasi. Ada beberapa cara yang dapat dicapai : 1. Kalau kita b erada di jalan setapak atau sungai yang tertera pada peta, maka perpotongan gari s yang ditarik dari titik identifikasi dengan jalan setapak atau
sungai adalah kedudukan kita. 2. Menggunakan altimeter. Perpotongan antara garis yang ditarik dari titik identifikasi dengan kontur pada titik ketinggian sesuai dengan angka pada altimeter adalah kedudukan kita. 3. Dilakukan secara kira-kir a saja. Apabila kita sedang mendaki gunung, kemudian titik yang berhasil yang di peroleh adalah puncaknya, maka tarik garis dari titik identifikasi itu, lalu per kirakanlah berapa bagian dari gunung itu yang telah kita daki. B. Menggunakan ko mpas Untuk membaca peta sangat dibutuhkan banyak bermacam kompas yang dapat dipa kai dalam satu perjalanan atau pendakian, yaitu tipe silva, prisma dan lensa. C. Peta dalam perjalanan Dengan mempelajari peta, kita dapat membayangkan kira-kir a medan yang akan dilaui atau dijelajahi. Penggunaan peta dan kompas memang idea l, tetapi sering dalam praktek sangat sukar dalam menerapkannya di gunung-gunung di Indonesia. Hutan yang sangat lebat atau kabut yang sangat tebal acap kali me nyulitkan orientasi. Penanggulangan dari kemungkinan ini seharusnya dimulai dari awal perjalanan, yaitu dengan mengetahui dan mengenali secara teliti tempat per tama yang menjadi awal perjalanan. Gerak yang teliti dan cermat sangat dibutuhka n dalam situasi seperi di atas. Ada baiknya tanda alam sepanjang jalan yang kita lalui diperhatikan dan dihafal, mungkin akan sangat bermanfaat kalau kita kehil angan arah dan terpaksa kembali ketempat semula. Dari pengalaman terutama di hut an dan di gunung tropis kepekaan terhadap lingkungan alam yang dilalui lebih men entukan dari pada kita mengandalkan alatalat seperti kompas tersebut. Hanya seri ng dengan berlatih dan melakukan perjalanan kepekaan itu bisa diperoleh. 2. Memb aca Keadaan Alam A. Keadaan udara • Sinar merah pada waktu Matahari akan terbenam. Sinar merah pada langit yang tidak berawan mengakibatkan esok harinya cuaca bai k. Sinar merah pada waktu Matahari terbit sering mengakibatkan hari tetap bercua ca buruk. • Perbedaan yang besar antara temperature siang hari dan malam hari. Apa bila tidak angin gunung atau angin lembab atau pagi-pagi berhembus angin panas, maka diramalkan adanya udara yang buruk. Hal ini berlaku sebaliknya. • Awan putih berbentuk seperti bulu kambing. Apabila awan ini hilang atau hanya lewat saja be rarti cuaca baik. Sebaliknya apabila awan ini berkelompok seperti selimut putih maka datanglah cuaca buruk. B. Membaca sandi-sandi yang diterapkan di alam mengg unakan bahan-bahan dari alam, seperti : - Sandi dari batu yang dijejer atau ditu mpuk - Sandi dari batang/ranting yang dipatahkan/dibengkokkan - Sandi dari rumpu t/semak yang diikat Tujuan dari penggunaan sandi-sandi ini apabila kita kehilang an arah dan perlu kembali ke tempat semula atau pulang. 3. Tingkatan Pendakian g unung Agar setiap orang mengetahui apakah lintasan yang akan ditempuhnya sulit a tau mudah, maka dalam olahraga mendaki gunung dibuat penggolongan tingkat kesuli tan setiap medan atau lintasan gunung. Penggolongan ini tergantung pada karakter tebing atau gunungnya, temperamen dan penampilan fisik si pendaki, cuaca, kuat dan
rapuhnya batuan di tebing, dan macam-macam variabel lainnya. Kelas 1 : Berjalan. Tidak memerlukan peralatan dan teknik khusus. Kelas 2 : Merangkak (scrambling). Dianjurkan untuk memakai sepatu yang layak. Penggunaan tangan mungkin diperluka n untuk membantu. Kelas 3 : Memanjat (climbing). Tali diperlukan bagi pendaki ya ng belum berpengalaman. Kelas 4 : Memanjat dengan tali dan belaying. Anchor untu k belaying mungkin diperlukan. Kelas 5 : Memanjat bebas dengan penggunaan tali b elaying dan runner. Kelas ini dibagi lagi menjadi 13 tingkatan. Kelas 6 : Pemanj atan artificial. Tali dan anchor digunakan untuk gerakan naik. Kelas ini sering disebut kelas A. Selanjutnya dibagi dalam 5 tingkatan. MANAJEMEN PERJALANAN & PE RALATAN Perencanan perjalanan Hal pertama yang harus dilakukan adalah mencari in formasi. Untuk mendapatkan datadata kita dapat memperoleh dari literatur- litera tur yang berupa buku-buku atau artikel-artikel yang kita butuhkan atau dari oran g-orang yang pernah melakukan pendakian pada objek yang akan kita tuju. Tidak sa lah juga bila meminta informasi dari penduduk setempat atau siapa saja yang meng erti tentang gambaran medan lokasi yang akan kita daki. Selanjutnya buatlah ROP (Rencana Operasi Perjalanan). Buatlah perencanaan secara detail dan rinci, yang berisi tentang daerah mana yang dituju, berapa lama kegiatan berlangsung, perlen gkapan apa saja yang dibutuhkan, makanan yang perlu dibawa, perkiraan biaya perj alanan, bagaimana mencapai daerah tersebut, serta prosedur pengurusan ijin menda ki di daerah tersebut. Lalu buatlah ROP secara teliti dan sedetail mungkin, mula i dari rincian waktu sebelum kegiatan sampai dengan setelah kegiatan. Aturlah pe mbagian job dengan anggota pendaki yang lain (satu kelompok), tentukan kapan wak tu makan, kapan harus istirahat, dan sebagainya. Intinya dalam perencanaan penda kian, hendaknya memperhatikan : ■ Mengenali kemampuan diri dalam tim dalam menghad api medan. ■ Mempelajari medan yang akan ditempuh. ■ Teliti rencana pendakian dan ru te yang akan ditempuh secermat mungkin. ■ Pikirkan waktu yang digunakan dalam pend akian. ■ Periksa segala perlengkapan yang akan dibawa. Perlengkapan dasar perjalan an ■ Perlengkapan jalan : sepatu, kaos kaki, celana, ikat pinggang, baju, topi, ja s hujan, dll. ■ Perlengkapan tidur : sleeping bag, tenda, matras dll. ■ Perlengkapan masak dan makan: kompor, sendok, makanan, korek dll. ■ Perlengkapan pribadi : jar um , benang, obat pribadi, sikat, toilet paper / tissu, dll. ■ Ransel / carrier. P erlengkapan pembantu ■ Kompas, senter, pisau pinggang, golok tebas, Obat-obatan.
■ Peta, busur derajat, douglass protector, pengaris, pensil dll. ■ Alat komunikasi ( Handy talky), survival kit, GPS [kalo ada] ■ Jam tangan. Packing atau menyusun per lengkapan kedalam ransel. • Kelompokkan barang barang sesuai dengan jenis jenisnya . • Masukkan dalam kantong plastik. • Letakkan barang barang yang ringan dan jarang penggunananya (mis : Perlengkapan tidur) pada yang paling dalam. • Barang barang y ang sering digunakan dan vital letakkan sedekat mungkin dengan tubuh dan mudah d iambil. • Tempatkan barang barang yang lebih berat setinggi dan sedekat mungkin de ngan badan / punggung. • Buat Checklist barang barang tersebut Pedoman Perjalanan Alam Terbuka Untuk merencanakan suatu perjalanan ke alam bebas harus ada persiap an dan penyusunan secara matang. Ada rumusan yang umum digunakan yaitu 4W & 1 H, yang kepanjangannya adalah Where, Who, Why, When dan How. Berikut ini aplikasi dari rumusan tersebut: • Where (Dimana), untuk melakukan suatu kegiatan alam kita harus mengetahui dimana yang akan kita digunakan, misalnya: Tangkiling-Bukit Bat u-Palangkaraya. • Who (Siapa), apakah anda akan melakukan kegiatan alam tersebut s endiri atau dengan berkelompok. contoh: satu kelompok (25 personil) terdiri dari 5 orang anggota penuh (panitia) dan 20 orang siswa DIKLAT (peserta) • Why (Mengap a), ini adalah pertanyaan yang cukup panjang jawabannya dan bisa bermacam-macam contoh : Untuk melakukan DIKLATSAR. • When (Kapan) waktu pelaksanaan kegiatan ters ebut, berapa lama ? contoh : 23 Februari 2005 sampai dengan 25 Februari 2005 Dar i pertanyaan-pertanyaan 4 W, maka didapat suatu gambaran sebagai berikut: pada t anggal 23-25 Februari 2007 akan diadakan DIKLAT, yang akan dilaksanakan oleh 5 p anitia dan diikuti 20 orang siswa DIKLAT. Tempat yang digunakan untuk DIKLAT ter sebut yaitu di Lompobattang-Bawakaraeng. Untuk How [Bagaimana] merupakan suatu p embahasan yang lebih komprehensif dari jawaban pertanyaan diatas ulasannya adala h sebagai berikut : • Bagaimana kondisi lokasi • Bagaimana cuaca disana • Bagaimana pe rizinannya • Bagaimana mendapatkan air • Bagaimana pengaturan tugas panitia • Bagaiman a acara akan berlangsung • Bagaimana materi yang disampaikan • dan masih banyak “bagai mana ?” lagi (silahkan anda mengembangkannya lagi) Dari jawaban dari pertanyaan-pe rtanyaan yang timbul itulah kita dapat menyusun rencana gegiatan yang didalamnya mencakup rincian : 1. Pemilihan medan, dengan memperhitungkan lokasi basecamp, pembagian waktu dan sebagainya. 2. Pengurusan perizinan 3. Pembagian tugas panit ia 4. Persiapan kebutuhan acara 5. Kebutuhan peralatan dan perlengkapan 6. dan l ain sebagainya. Keberhasilan suatu kegiatan di alam terbuka juga ditentukan oleh perencanaan dan perbekalan yang tepat. Dalam merencanakan perlengkapan perjalan an terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, diantaranya adalah : 1. Mengen al jenis medan yang akan dihadapi (hutan, rawa, tebing, dll)
2. 3. 4. 5. Menentukan tujuan perjalanan (penjelajahan, latihan, penelitian, SAR, dll) Menge tahui lamanya perjalanan (misalnya 3 hari, seminggu, sebulan, dsb) Mengetahui ke terbatasan kemampuan fisik untuk membawa beban Memperhatikan hal-hal khusus (mis alnya : obat-obatan tertentu) Setelah mengetahui hal-hal tersebut, maka kita dapat menyiapkan perlengkapan dan perbekalan yang sesuai dan selengkap mungkin, tetapi beratnya tidak melebihi se pertiga berat badan (sekitar 15-20 kg), walaupun ada yang mempunyai kemampuan me ngangkat beban sampai 30 kg. Dari kegiatan penjelajahan, ada beberapa jenis perj alanan yang disesuaikan dengan medannya, yaitu : 1. Perjalanan pendakian gunung 2. Perjalanan menempuh rimba 3. Perjalanan penyusuran sungai, pantai dan rawa 4. Perjalanan penelusuran gua 5. Perjalanan pelayaran Untuk perjalanan ilmiah dan kemanusiaan, bisa pula dikelompokkan berdasarkan jenis medan yang dihadapi. Dari setiap kegiatan tersebut, kita dapat mengelompokkan perlengkapannya sebagai ber ikut : 1. Perlengkapan dasar, meliputi : o Perlengkapan dalam perjalanan / perge rakkan o Perlengkapan untuk istirahat o Perlengkapan makan dan minum o Perlengka pan mandi o Perlengkapan pribadi 2. Perlengkapan khusus, disesuaikan dengan perj alananan, misalnya o Perlengkapan penelitian (kamera, buku, dll) o Perlengkapan penyusuran sungai (perahu, dayung, pelampung, dll) o Perlengkapan pendakian tebi ng batu (carabineer, tali, chock, dll) o Perlengkapan penelusuran gua (helm, hea dlamp/senter, harness, sepatu karet, dll) 3. Perlengkapan tambahan Perlengkapan ini dapat dibawa atau tergantung evaluasi yang dilakukan (misalnya : semir, kela mbu, gaiter, dll). Mengingat pentingnya penyusunan perlengkapan dalam suatu perj alanan, maka sebelum memulai kegiatan, sebaiknya dibuatkan check-list terlebih d ahulu. Perlengkapan dikelompokkan menurut jenisnya, lalu periksa lagi mana yang perlu dibawa dan tidak. Apabila perjalanan kita lakukan dengan berkelompok, maka check-list nya untuk perlengkapan regu dan pribadi. Dalam perjalanan besar dan memerlukan waktu yang lama, kita perlu menentukan perlengkapan dan perbekalan ma na saja yang dibawa dari rumah atau titik keberangktan, dan perlengkapan atau pe rbekalan mana saja yang bisa dibeli di lokasi terdekat dengan tujuan perjalanan kita. Yang tidak kalah pentingnya adalah anda akan mendapatkan point-point bagi kalkulasi biaya yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan tersebut. Packing Sebel um melakukan kegiatan alam bebas kita biasanya menentukan dahulu peralatan dan p erlengkapan yang akan dibawa, jika telah siap semua inilah saatnya mempacking ba rang-barang tersebut ke dalam carier atau backpack. Packing yang baik menjadikan perjalanan anda nyaman karena ringkas dan tidak menyulitkan.
Prinsip dasar yang mutlak dalam mempacking adalah : 1. Pada saat back-pack dipak ai beban terberat harus jatuh ke pundak, Mengapa beban harus jatuh kepundak, ini disebabkan dalam melakukan perjalanan [misalnya pendakian] kedua kaki kita haru s dalam keadaan bebas bergerak, jika salah mempacking barang dan beban terberat jatuh kepinggul akibatnya adalah kaki tidak dapat bebas bergerak dan menjadi cep at lelah karena beban backpack anda menekan pinggul belakang. Ingat : Letakkan b arang yang berat pada bagian teratas dan terdekat dengan punggung. 2. Membagi be rat beban secara seimbang antara bagian kanan dan kiri pundak Tujuannya adalah a gar tidak menyiksa salah satu bagian pundak dan memudahkan anda menjaga keseimba ngan dalam menghadapi jalur berbahaya yang membutuhkan keseimbangan seperti : me niti jembatan dari sebatang pohon, berjalan dibibir jurang, dan keadaan lainnya. Pertimbangan lainnya adalah sebagai berikut : • Kelompokkan barang sesuai kegunaa nnya lalu tempatkan dalam satu kantung untuk mempermudah pengorganisasiannya. Mi sal : alat mandi ditaruh dalam satu kantung plastik. • Maksimalkan tempat yang ada , misalkan Nesting (Panci Serbaguna) jangan dibiarkan kosong bagian dalamnya saa t dimasukkan ke dalam carrier, isikan bahan makanan kedalamnya, misal : beras da n telur. • Tempatkan barang yang sering digunakan pada tempat yang mudah dicapai p ada saat diperlukan, misalnya: rain coat/jas hujan pada kantong samping carrier. • Hindarkan menggantungkan barang-barang diluar carrier, karena barang diluar car rier akan mengganggu perjalanan anda akibat tersangkut-sangkut dan berkesan bera ntakan, usahakan semuanya dapat dipacking dalam carrier. Mengenai berat maksimal yang dapat diangkat oleh anda, sebenarnya adalah suatu angka yang relatif, pato kan umum idealnya adalah 1/3 dari berat badan anda , tetapi ini kembali lagi ke kemampuan fisik setiap individu, yang terbaik adalah dengan tidak memaksakan dir i, lagi pula anda dapat menyiasati pemilihan barang yang akan dibawa dengan sela lu memilih barang/alat yang berfungsi ganda dengan bobot yang ringan dan hanya m embawa barang yang benar-benar perlu. Memilih dan Menempatkan Barang Dalam memil ih barang yang akan dibawa pergi mendaki atau kegiatan alam bebas selalu cari al at/perlengkapan yang berfungsi ganda, tujuannya apalagi kalau bukan untuk mering ankan berat beban yang harus anda bawa, contoh : Alumunium foil, bisa untuk peng ganti piring, bisa untuk membungkus sisa nasi untuk dimakan nanti, dan yang pent ing bisa dilipat hingga tidak memakan tempat di carrier. Matras ; Sebisa mungkin matras disimpan didalam carrier jika akan pergi kelokasi yang hutannya lebat, a tau jika akan membuka jalur pendakian baru. Banyak rekan pendaki yang lebih sena ng mengikatkan matras diluar, memang kelihatannya bagus tetapi jika sudah berada di jalur pendakian, baru terasa bahwa metode ini mengakibatkan matras sering ny angkut ke batang pohon dan semak tinggi, lagipula pada saat akan digunakan matra snya sudah kotor. Kantung Plastik ; Selalu siapkan kantung plastik didalam carre ir anda, karena akan berguna sekali nanti misalnya untuk tempat sampah yang haru s anda bawa turun, baju basah dan lain sebagainya. Gunakan selalu kantung plasti k untuk mengorganisir barang barang didalam carrier anda (dapat dikelompokkan ma sing-masing pakaian, makanan dan item lainnya), ini untuk mempermudah jika sewak tu-waktu anda ingin memilih pakaian, makanan dsb. Menyimpan Pakaian ; Jika anda meragukan carrier yang anda gunakan kedap air atau tidak, selalu bungkus pakaian anda didalam kantung plastik [dry-zax], gunanya agar pakaian tidak basah dan le mbab. Sebaiknya pakaian kotor dipisahkan dalam kantung tersendiri dan tidak
dicampur dengan pakaian bersih. Menyimpan Makanan ; Pada gunung-gunung tertentu (misalnya Rinjani) usahakan makanan dibungkus dengan plastik dan ditutup rapat k emudian dimasukkan kedalam keril, karena monyet-monyet didekat puncak / base cam p terakhir suka membongkar isi tenda untuk mencari makanan. Menyimpan Korek Api Batangan ; Simpan korek api batangan anda didalam bekas tempat film (photo), aga r korek api anda selalu kering. Packing Barang / Menyusun Barang Di Carrier ; Se lalu simpan barang yang paling berat diposisi atas, gunanya agar pada saat carri er digunakan, beban terberat berada dipundak anda dan bukan di pinggang anda hin gga memudahkan kaki melangkah. Perlengkapan Pribadi Alam Bebas Outdoor activity atau kegiatan alam bebas merupakan kegiatan yang penuh resiko dan memerlukan per hitungan yang cermat. Jika salah-salah maka bukan mustahil musibah akan menganca m setiap saat. Sebagai contoh, sebuah referensi pernah mencatat bahwa salah satu kegiatan alam bebas yaitu rock climbing [panjat tebing] merupakan jenis olahrag a yang resiko kematiannya merupakan peringkat ke-2 setelah olahraga balap mobil formula-1. Tentu saja resiko tersebut terjadi apabila safety-procedure tidak men jadi perhatian yang serius, tetapi apabila safety-procedure diperhatikan dan ser ing berlatih, maka resiko tersebut dapat ditekan sampai titik paling aman. Perja lanan alam bebas pasti akan bersentuhan dengan cuaca, situasi medan dan waktu ya ng kadang tidak bersahabat, baik malam atau siang hari, oleh karena itu perlu di persiapkan perlengkapan yang memadai. Salah satu “perisai diri” ketika melakukan akt ivitas alam bebas adalah perlengkapan diri pribadi. Berikut digambarkan beberapa perlengkapan pribadi standard. 1. Tutup kepala/topi Untuk melindungi diri dari cuaca panas atau dingin perlu penutup kepala. Dalam keadaan panas atau hujan, ma ka tutup kepala yang baik adalah yang juga dapat melindungi kepala dan wajah sek aligus. Untuk ini pilihan terbaik adalah topi rimba atau topi yang punya pelindu ng keliling. Topi pet atau topi softball tidak direkomendasikan. Pada cuaca ding in malam hari atau di daerah tinggi, maka penutup kepala yang baik adlah yang da pat memberikan rasa hangat. Pilihannya adalah balaklava atau biasa disebut kuplu k. 2. Syal-slayer Slayer atau syal bukan hanya digunakan sebagai identitas organ isasi, tetapi sebetulnya mempunyai fungsi lainnya. Syal/slayer dapat digunakan u ntuk menghangatkan leher ketika cuaca dingin, dapat juga digunakan sebagai sarin gan air ketika survival. Syal/slayer juga sangat berguna ketika dalam keadaan da rurat, baik digunakan untuk perban darurat atau sebagai alat peraga darurat. Ole h karenanya disarankan menggunakan syal/slayer yang berwarna mecolok dan terbuat dari bahan yang kuat serta dapat menyerap air namun cepat kering.
3. Baju Kebutuhan ini multak, tidak bisa beraktivitas tanpa baju [bayangkan kala u tanpa ini, maka kulit akan terbakar matahari]. Baju yang baik adalah dari baha n yang dapat menyerap keringat, tidak disarankan menggunakan baju dari bahan nil on karena panas dan tidak dapat meyerap keringat. Baju dengan bahan demikian bia sanya adalah planel atau paling tidak kaos dari bahan katun. Pilihan warna untuk aktivitas lapangan seperti halnya juga slayer/syal adalah yang mencolok agar bi sa terjadi keadaan darurat [misalnya hilang] dapat dengan mudah diidentifikasi d an dikenali. Dalam beraktivitas di alam bebas jangan pernah melupakan baju salin /ganti, hal ini karena aktivitas lapangan akan sangat banyak mengeluarkan energi yang membuat badan kita berkeringat. Bawalah baju salain 2 atau 3 buah. 4. Cela na Celana lapang yang baik adalah yang memnuhi syarat ringan, mudah kering dan d apat menyerap keringat. Pemakaian bahan jeans sangat tidak direkomendasikan kare na berat dan susah kering dan membuat lecet. Celana yang baik adalah kain dengan tenunan ripstop [bila berlubang kecil tidak merembet atau robek memanjang]. Bil a aktivitas dilakukan di daerah pantai atau perairan juga baik bila menggunakan bahan dari parasut tipis. Selain celana panjang, jangan lupa bahwa under-wear ju ga penting. jangan lupa juga untuk menyediakan serep ganti. 5. Jaket Salah satu perlengkapan penting dalam alam bebas adalah jaket. Jaket digunakan untuk melind ungi diri dari dingin bahkan sengatan matahari atau hujan. Jaket yang baik adala h model larva, yaitu jaket yang panjang sampai ke pangkal paha. Jaket ini juga b iasanya dilengkapi dengan penutup kepala [kupluk]. Akan sangat baik bila jaket y ang memiliki dua lapisan (double-layer). Lapisan dalam biasanya berbahan penghan gat dan menyeyerap keringat seperti wool atau polartex, sedang lapisan luar berf ungsi menahan air dan dingin. Kini teknologi tekstil sudah mampu memproduksi Gor e-Tex bahan jaket yang nyaman dipakai saat mendaki bahan ini memungkinkan kulit tetap bernafas, tidak gerah mengeluarkan keringat mampu menahan angin (wind brea king) dan resapan air hujan (water proff) sayang, bahan ini masih mahal. Yang pa ling baik jaket terbuat dari bulu angsa-biasanya digunakan untuk kegiatan pendak ian gunung es]. 6. Slepping bag Istirahat adalah kebutuhan pegiat alam bebas set elah aktivitas yang melelahkan seharian. Tempat istirahat yang ideal adalah deng an menggunakan slepping bag [kantong tidur]. Slepping bag yang baik juga biasany a terbuat dari dua sisi, yaitu yang dingin, licin dan tahan air satu sisi, dan y ang hangat dan tebal disisi lain. Penggunaannya sesuai dengan cuaca saat istirah at. 7. Sepatu Sepatu yang baik yaitu yang melindungi tapak kaki sampai mata kaki , kulit tebal tidak mudah sobek bila kena duri. keras bagian depannya, untuk mel indungi ujung jari kaki apabila terbentur batu. bentuk sol bawahnya dapat menggi git ke segala arah dan cukup kaku, ada lubang ventilasi bersekat halus. Gunakan sepatu yang dapat dikencangkan dan dieratkan pemakaiannya [menggunakan ban atau tali. Dilapangan sepatu tidak boleh longgar karena akan menyebabkan pergesekan k aki dengan sepatu yang berakibat lecet. Penggunaan sepatu juga harus dibarengi d engan kaos kaki. Untuk ini juga sebaiknya disediakan kaos kaki serep bila suatu saat basah. 8. Carrier Carrier bag atau ransel sebaiknya gunakan yang tidak terl alu besar tetapi juga
tidak terlampau kecil, artinya mampu menampung perlengkapan dan peralatan yang d ibawa. Sebaiknya jangan menggunakan carrier yang mempunyai banyak kantong dibagi an luar karena dalam keadaan tertentu ini akan menghambat pergerakan. Gunakan ca rrier yang ramping walaupun agak tinggi, ini lebih baik daripada yang gemuk teta pi rendah. Sebelum berangkat harus diperhatikan jahitan-jahitannya, karena kerus akan pada jahitan terutama sabuk sandang akan berakibat sangat fatal. 9. Alat ma sak, makan dan mandi Perlengkapan sangat penting lainnya adalah alat masak, maka n dan mandi. Bagimanapun juga dalam kondisi lapangan kita sangat perlu untuk men ghemat aktu dan bahan masalak. Gunakan alat dari alumunium karena cepat panas, u ntuk ini nesting menjadi pilihan yang sangat baik, disamping dia ringkas dan ser ba guna. Juga perlu dipersiapkan alat bantu makan lainnya (sendok, piring, dll) dan pastikan bahan bakar untuk memasak / membuat api seperti lilin, spirtus, par afin, dll. Jangan lupa juga siapkan phiples minum sebagai bekal perjalanan [saat ini banyak tersedia model dan jenis phipless]. Perlengkapan mandi juga sangat p enting karena tidak jarang perjalanan dilakukan berhari-hari dengan tubuh penuh keringat. Bawalah alat mandi seperti sabun yang berkemasan tube agar mudah disim pan dan tidak perlu membuang sampah bungkusan disembarang tempat. 10. Obat-obata n dan Survival Kits Perlengkapan pribadi lainnya yang sangat penting adalah obat -obatan, apalagi kalau pegiat mempunyai penyakit khusus tertentu seperti asma. D isamping obat-obatan juga setidaknya mempunyai kelengkapan survival kits. Perenc anaan Perbekalan Dalam perencanaan perjalanan, perencanaan perbekalan merupakan salah satu hal yang perlu mendapat perhatian khusus. Beberapa hal yang perlu dip erhatikan : Lamanya perjalanan yang akan dilakukan Aktifitas apa saja yang akan dilakukan Keadaaan medan yang akan dihadapi (terjal, sering hujan, dsb) Sehubung an dengan keadaan diatas, ada beberapa syarat yang harus diperhatikan dalam mere ncanakan perjalanan: a. Cukup mengandung kalori dan mempunyai komposisi gizi yan g memadai. b. Terlindung dari kerusakan, tahan lama, dan mudah menanganinya. c. Sebaiknya makanan yang siap saji atau tidak perlu dimasak terlalu lama, irit air dan bahan bakar. d. Ringan, mudah didapat e. Murah Untuk dapat merencanakan kom posisi bahan makanan agar sesuai dengan syarat-syarat diatas, kita dapat mengkaj inya dengan langkah-langkah berikut : Dengan informasi yang cukup lengkap, perki rakan kondisi medan, aktifitas tubuh yang perlukan, dan lamanya waktu. Perhitung kan jumlah kalori yang diperlukan. Susun daftar makanan yang memenuhi syarat dia tas, kemudian kelompokan menurut komposisi dominan. Hidrat arang, ptotein, lemak , hitung masing-masing kalori totalnya (setelah siap dimakan). Perhitungan untuk vitamin dan mineral dapat dilakukan terakhir, dan apabila ada kekurangan dapat ditambah tablet vitamin dan mineral secukupnya. Catatan : Kandungan kalori : - h idrat arang 4 kal/gr - lemak 9 kal/gr - protein 4 kal/gr
Kalori paling cepat didapat dari : 1. Hidrat arang 2. lemak 3. protein Kebutuhan kalori per 100 pounds berat badan (sekitar 45 kg) 1 Metabolisme basal 1100 kalo ri 2 Aktifitas tubuh : Jalan Kaki 2 mil/jam 45 kal/jam 3 mil/jam 90 kal/jam 4 mi l/jam 160 kal/jam Memotong kayu/tebas 260 kal/jam Makan 20 kal/jam Duduk (diam) 20 kal/jam Bongkar pasang ransel, buat camp 50 kal/jam Menggigil 220 kal/jam 3 A ktifitas dinamis khusus = 6 - 8 % dari 1 dan 2 4 Total kalori yang dibutuhkan =1 +2+3 Jenis Bahan Makanan dan Macam Makanan Sumber kalori dari hidrat arang tiap 100 gram Beras giling 360 kal Nasi 178 kal Havermout 390 kal Kentang 90 kal Sing kong 140 kal Macaroni 363 kal Maizena 343 kal Roti 248 kal Tape singkong 173 kal Gaplek 363 kal Biskuit 458 kal Sagu 353 kal Terigu 365 kal Ubi 123 kal Gula pas ir 364 kal Gula aren 368 kal Madu 294 kal Coklat pahit 504 kal Coklat manis 472 kal Coklat susu 381 kal Sumber Protein (tiap 100 gram) Tempe 119 kla Kacang tana h rebus dengan kulit 360 kal Telur ayam 162 kal Telur bebek 189 kal Sumber prote in dan lemak (tiap 100 gram) Corned 241 kal Daging asap 191 kal Dendeng 433 kal Sardens 338 kal Menu makanan satu hari : Mie 1.5 gelas 335 kal
Susu kental manis ½ gelas 336 kal Dodol ½ ons 200 kal Coklat 1 ons 472 kal Nasi 2 on s 360 kal Roti 1 ons 248 kal Biscuit 1 ons 458 kal Corned ½ ons 120 kal Dendeng 1 ons 433 kal TOTAL 2962 kal “Bila engkau tidak dapat menjadi beringin yang tegak diatas puncak bukit, maka jad ilah saja rumput, tetapi rumput yang tumbuh memperkuat tanggul. Bila engkau tida k bisa menjadi jalan besar, maka jadilah saja jalan setapak, tetapi jalan setapa k yang menuju ke mata air. Tidak semuanya dapat menjadi nahkoda, tentu harus ada kelasi. Sebaik-baiknya engkau adalah menjadi dirimu sendiri.” Perjalanan ke alam terbuka pasti mengandung resiko. Tiap perjalanan memiliki tingkat resiko dan bah aya yang bervariasi.bahaya dan resiko tersebut dapat jauh diminimalisir dengan b erbagai persiapan. Persiapan umum yang harus dimiliki seorang pendaki sebelum mu lai naik gunung antara lain: 1. Membawa alat navigasi berupa peta lokasi pendaki an, peta, altimeter [Alat pengukur ketinggian suatu tempat dari permukaan laut], atau kompas. Untuk itu, seorang pendaki harus paham bagaimana membaca peta dan melakukan orientasi. Jangan sekali-sekali mendaki bila dalam rombongan tidak ada yang berpengalaman mendaki dan berpengetahuan mendalam tentang navigasi. 2. Pas tikan kondisi tubuh sehat dan kuat. Berolahragalah seperti lari atau berenang se cara rutin sebelum mendaki. 3. Bawalah peralatan pendakian yang sesuai. Misalnya jaket anti air atau ponco, pisahkan pakaian untuk berkemah yang selalu harus ke ring dengan baju perjalanan, sepatu karet atau boot (jangan bersendal), senter d an baterai secukupnya, tenda, kantung tidur, matras. 4. Hitunglah lama perjalana n untuk menyesuaikan kebutuhan logistik. Berapa banyak harus membawa beras, baha n bakar, lauk pauk, dan piring serta gelas. Bawalah wadah air yang harus selalu terisi sepanjang perjalanan. 5. Bawalah peralatan medis, seperti obat merah, per ban, dan obat-obat khusus bagi penderita penyakit tertentu. 6. Jangan malu untuk belajar dan berdiskusi dengan kelompok pencinta alam yang kini telah tersebar d i sekolah menengah atau universitas-universitas. 7. Ukurlah kemampuan diri. Bila tidak sanggup meneruskan perjalanan, jangan ragu untuk kembali pulang. Memang, mendaki gunung memiliki unsur petualangan. Petualangan adalah sebagai satu bentu k pikiran yang mulai dengan perasaan tidak pasti mengenai hasil perjalanan dan s elalu berakhir dengan perasaan puas karena suksesnya perjalanan tersebut. Perasa an yang muncul saat bertualang adalah rasa takut menghadapi bahaya secara fisik atau psikologis. Tanpa adanya rasa takut maka tidak ada petualangan karena tidak ada pula tantangan. Risiko mendaki gunung yang tinggi, tidak menghalangi para p endaki untuk tetap melanjutan pendakian, karena Zuckerma menyatakan bahwa para p endaki gunung memiliki kecenderungan sensation seeking [pemburuan sensasi] tingg i. Para sensation seeker menganggap dan menerima risiko sebagai nilai atau harga dari sesuatu yang didapatkan dari sensasi atau pengalaman itu sendiri. Pengalam anpengalaman yang menyenangkan maupun kurang menyenangkan tersebut membentuk sel festeem [kebanggaan /kepercayaan diri].
Pengalaman-pengalaman ini selanjutnya menimbulkan perasaan individu tentang diri nya, baik perasaan positif maupun perasaan negatif. Perjalanan pendakian yang di lakukan oleh para pendaki menghasilkan pengalaman, yaitu pengalaman keberhasilan dan sukses mendaki gunung, atau gagal mendaki gunung. Kesuksesan yang merupakan faktor penunjang tinggi rendahnya self-esteem, merupakan bagian dari pengalaman para pendaki dalam mendaki gunung. Fenomena yang terjadi adalah apakah mendaki gunung bagi para pendaki merupakan sensation seeking untuk meningkatkan self-est eem mereka? Selanjutnya, sensation seeking bagi para pendaki gunung kemungkinan memiliki hubungan dengan self-esteem pendaki tersebut. Karena pengalaman yang di alami para pendaki dalam pendakian dapat berupa keberhasilan maupun kegagalan. P ersiapan mendaki gunung Persiapan umum untuk mendaki gunung antara lain kesiapan mental, fisik, etika, pengetahuan dan ketrampilan. • Kesiapan mental. Mental amat berpengaruh, karena jika mentalnya sedang fit, maka fisik pun akan fit, tetapi bisa saja terjadi sebaliknya. • Kesiapan fisik. Beberapa latihan fisik yang perlu kita lakukan, misalnya : Stretching /perenggangan [sebelum dan sesudah melakukan aktifitas olahraga, lakukanlah perenggangan, agar tubuh kita dapat terlatih kel enturannya]. Jogging (lari pelanpelan) Lama waktu dan jarak sesuai dengan kemamp uan kita, tetapi waktu, jarak dan kecepatan selalu kita tambah dari waktu sebelu mnya. Latihan lainnya bisa saja situp, push-up dan pull-up Lakukan sesuai kemamp uan kita dan tambahlah porsinya melebihi porsi sebelumnya. • Kesiapan administrasi . Mempersiapkan seluruh prosedur yang dibutuhkan untuk perijinan memasuki kawasa n yang akan dituju. • Kesiapan pengetahuan dan ketrampilan. Pengetahuan untuk dapa t hidup di alam bebas. Kemampuan minimal yang perlu bagi pendaki adalah pengetah uan tentang navigasi darat, survival serta EMC [emergency medical care] praktis. Mengenal Jenis Gunung dan Grade Pendakian Pada garis besar gunung terbagi menja di 2, yaitu gunung berapi/aktif dan tidak aktif. Berdasar bentuknya dibagi menja di : 1. Gunung berapi perisai (Gunung berapi lava) == seperti perisai 2. Gunung berapi strato 3. Gunung berapi maar == Gunung berapi yang meletus sekali dan seg ala aktivitas vulkanisme terhenti, yang tinggal hanya kawahnya saja. Macam dan t ingkat pendakian gunung macam pendakian, yaitu pendakian gunung bersalju (es) da n gunung batu. Keduanya mambutuhkan persiapan dan perlengkapan yang matang. Menu rut Club "Mountaineers", Seatle Washington, dasar pembagian tingkat pendakian ad a dua cara. 1. Berdasar penggunaan alat teknis yang dipakai ( class) • class 1 ; l intas alam tanpa bantuan tangan • class 2 ; dibutuhkan bantuan tangan • class 3 ; pe ndakian yang mudah memerlukan kaki dan tangan dalam mendaki, tali mungkin dibutu hkan oleh pemula • class 4 ; pendakian memerlukan tali pengaman • class 5 ; dibutuhk an tali dan pengaman peralatan lain seperti : piton, runner, chocks dll • class 6 ; mandaki dengan tali dengan peralatan bantuan sepenuhnya berpijak
diatas paku tebing, memenjat rantai sling atau mengunakan stirupss Pendakian cla ass 4 masuk dalam katagori scrembling [Mendaki dengan cara mempergunakan badan s ebagai keseimbangan serta tangan untuk berpegangan dengan medan yang miring samp ai 45 derajat] dan class 5 - 6 sudah dapat dikatagorikan sebagai climbing [panja t]. Dimana class 5 merupakan free-climbing [Pemanjatan dengan tanpa menggunakan alat tehnis untuk menambah ketinggian, alat hanya sebagai pengaman saja ] dan cl ass 6 adalah artificial climbing [Pemanjatan dengan menggunakan alat tehnis seba gai pembantu menambah ketinggian, misalnya dipijak atau disentak dan dipegang ]. Apa bila dilakukan di gunung batu / cadas disebut rock climbing dan bila dilaku kan di gunung es disebut dengan snow and ice climbing . 2. Berdasar lama waktu a kibat sukarnya pendakian dalam medan pendakian (grade) • grade I, bagian yang suka r dapat ditempuh dalam beberapa jam • grade II, bagian yang sukar ditempuh dalam s etengah hari • grade III, bagian yang sukar ditempuh dalam sehari penuh • grade IV, bagian yang sukar ditempuh dalam sehari penuh dan memerlukan bantuan lereng-lere ng sempit untuk bisa naik • grade V, bagian yang sukar ditempuh dalam waktu 1,5-2, 5 hari • grade VI, bagian yang sukar ditempuh dalam waktu 2 hari atau lebih dan de ngan banyak sekali kesulitan 3. Berdasarkan tingkat keamanan pemanjat dari kemam puan alat yang digunakan • A1 ;aman sekali, peralatan yang dipasang dan digunakan dapat diandalkan untuk menjaga keselamatan pendaki • A2 ;aman, jikapun terjadi mas alah, alat masih dapat diandalkan untuk mencegah akibat yang lebih fatal [misaln ya jatuh tidak sampai kedasar] • A3 ;penggunan alat pengaman cukup aman tetapi tid ak dapat diandalkan untuk menjaga resiko jatuh, kecuali dengan pemasangan yang s angat teliti dan fall-faktor yang tidak terlalu berbeban tinggi. Bila fall fakto r tinggi, maka alat-alat akan copot dan pendaki bisa menerima akibat fatal • A4 ;p engaman yang digunakan tidak dapat diharapkan untuk dapat menahan beban jatuh, c enderung hanya sebagai pengaman psykologis untuk menguatkan mental pendaki 4. Be rdasarkan tingkat kesulitan [difficult] medan pendakian Tingkatan pedakian denga n dasar perhitungan ini bisa disebut juga dengan Yossemite Decimal System [YDS]. Pang-katagorian berasal dari USA dan saat ini banyak di gunakan untuk menentuka n grade kesulitan panjat tebing. Oleh karena itu YDS dimulai dengan grade 5 dan seterusnya. Pengkatagorian demikian biasanya digunakan untuk jenis pendakian fre e-climbing atau free-soloing [Memanjat sendiri tanpa alat bantu dan pengaman apa pun, biasanya pada jalur pendek] Anehnya YDS sendiri menyalahi kaidah matematis penghitungan decimal, dimana misalnya suatu jalur mempunyai ketinggian 5,9 [lima point sembilan] lalu grade selanjutnya menjadi 5.10 [lima point sepuluh]. Pengangka-an ini menjadi “aneh” akibat grade 5.9 lebih rendah dibanding dengan 5.10, pad ahal dalam matematika sebaliknya. YDS sendiri diawali dengan grade 5.8 atau 5.9, selanjutnya 5.10, 5.11, 5.12, 5.13 dan 5.14. Sampai saat ini tidak ada grade me lebihi 5.14. Perkembangan keanehan peng-angka-an decimal ini menurut beberapa di skusi pegiatan pendakian dan panjat tebing akibat keselahan memprediksikan kemam puan pendakian pada saat system YDS dipublikasikan. Dimana pada saat itu diperki rakan kemampuan pendakian / panjat hanya sampai grade 5.9. Padahal dalam kemudia n berkembangan kemampuan pendakian / pemanjatan yang lebih mutakhir dan luar bis a. Bahkan saking sulitnya menentukan dengan hanya angka-angka decimal yang terba tas,
seiring dengan banyaknya jalur pendakian/pemanjatan yang dibuat oleh kalangan pe manjat, maka grade decimalpun ditambahkan dibelangkannya dengan alfhabet. Contoh ; 5.12a, 5.13 d atau 5.14 c Memang sampai saat sekarang barangkali hanya ada beb erapa jalur yang dibuat manusia dengan grade 5.14, itupun terbatas pada jalur-ja lur pendek. Secara umum grading dengan YDS dapat dijelaskan sebagai berikut : • 5. 8 ; jalur yang ditempuh mudah, grip [pegangan] sangat bisa digunakan oleh bagian tubuh yang ada untuk menambah ketinggian • 5.9 ; jalur yang ditempuh dengan metod e 3 bertahan 1 mencari • 5.10 ; jalur yang ditempuh dengan metode 3 bertahan 1 men cari, hanya saja perlu keseimbangan [balance] yang baik • 5.11 ; dapat bertahan pa da 2 atau 3 grip dengan satu diantaranya sangat minim dan perlu keseimbangan. Ja lur hang hampir bisa dipastikan memiliki grade demikian. • 5.12 ; terdapat 2 dari 2 kaki dan 2 tangan yang dapat digunakan untuk menambah ketinggian. Dengan kondi si grip yang kecil di satu bagiannya atau paling tidak sama • 5.13 ; hanya 1 dari diantara 2 kaki dan 2 tangan yang dapat digunakan untuk menambah ketinggian, itu pun dengan grip yang sangat minim. • 5.14 ; “mulus seperti kaca”, tidak mungkin terpik irkan untuk dapat dibuat jalur pendakian/pemanjatan Makanan (logistik) Makanan y ang dibawa seharusnya dapat memenuhi kebutuhan energi pendaki, selama pendakian seserorang membutuhkan sitar 5.000 kalori dan 100 gram protein, kalori dapat dip enuhi dengan mengkonsumsi nasi. Namun ada baiknya hanya memakan nasi satu kali s ehari di kala malam (saat berkemah) alasayanya beras realtif berat dan memerluak an waktu yang lama untu memasak serta menghabiskan banyak bahan bakar. Fungsi be ras dapat diganti dengan roti, biskuit, coklat, dan hevermit. Hal yang perlu dip erjatikan hindari mengkonsumsi makanan yang harus dimasak lebih dahulu selama me ndaki, karena hal ini hanya akan merepotkan dan menghabiskan waktu perjalanan. P ilihlah makanan praktis seperti coklat, roti, agar-agar, buah-buahan, dapat juga dibuat mixfood yang terdiri atas kacang, coklat, biskuit dan kismis. Umumnya ma kanan yang paling praktis dibawa adalah makanan instan yang memiliki kemasan, bu anglah kemasan karton sebelum dimasukan dalam ransel dengan demikian berat ranse l dapat berkurang dan makanan yang dibawapun tidak banyak memakan tempat didalam ransel. Peralatan lain Selain peralatan dan sejumlah perlengkapan, jangan lupa membawa perlengkapan kecil yang terdanag dirasa sepele, namun amat penting. Perl engkapan itu berupa obatobatan seperti pelester, obat merah, tisu basah dan keri ng, senter, benang, jarum jahit, jam dan alat tulis. Peralatan itu terkandang di butuhkan dalam keadaan darurat atau menjaga tubuh tetap bersih. Hal terakhir yan g tidak kalah pentingnya adalah jangan lupa membawa tas / kantong plastik, tas p lastik tersebut dibutuhkan untuk menaruh barang-barang yang kotor dan basah sebe lum dicuci dan tas plastik juga berfungsi untuk membawa kembali sampah-sampah pe ndakian, sampah-sampah sisa makanan atau berkemah, janganlah dibuang begitu saja di alam terbuka. Selain megotori, membuang sampah dapat menyulitkan usaha penca rian dan pertolongan bagi pendaki yang tersesat atau mengalami kecelakaan, kerap kali usaha pencarian oarang tersesat terbantu dengan
petunjuk dari barang-barang yang tercecer. Jenis-Jenis Pendakian / Perjalanan Ol ah raga mendaki gunung sebenarnya mempunyai tingkat dan kualifikasinya. Seperti yang sering kita kenal dengan istilah mountaineering atau istilah serupa lainnya . Menurut bentuk dan jenis medan yang dihadapi, mountaineering dapat dibagi seba gai berikut : 1. Hill Walking / Feel Walking • Perjalanan mendaki bukit-bukit yang relatif landai. Tidak membutuhkan peralatan teknis pendakian. Perjalanan ini da pat memakan waktu sampai beberapa hari. Contohnya perjalanan ke Gunung Gede atau Ceremai. 2. Scarmbling • Pendakian setahap demi setahap pada suatu permukaan yang tidak begitu terjal. Tangan kadang-kadang dipergunakan hanya untuk keseimbangan . Contohnya : pendakian di sekitar puncak Gunung Gede Jalur Cibodas. 3. Climbing • Dikenal sebagai suatu perjalanan pendek, yang umumnya tidak memakan waktu lebih dari 1 hari,hanya rekreasi ataupun beberapa pendakian gunung yang praktis. Kegi atan pendakian yang membutuhkan penguasaan teknik mendaki dan penguasaan pemakai an peralatan. Bentuk climbing ada 2 macam : a. Rock Climbing - pendakian pada te bing-tebing batau atau dinding karang. Jenis pendakian ini yang umumnya ada di d aerah tropis. b. Snow and Ice Climbing - Pendakian pada es dan salju. Pada penda kian ini, peralatan-peralatan khusus sangat diperlukan, seperti ice axe, ice scr ew, crampton, dll. PENGETAHUAN DASAR SURVIVAL Survival berasal dari kata survive yang berarti mampu mempertahankan diri dari keadaan tertentu. Dalam hal ini mam pu mempertahankan diri dari keadaan yang buruk dan kritis. Sedangkan Survivor ad alah orang yang sedang mempertahankan diri dari keadaan yang buruk. Survival ada lah keadaan dimana diperlukan perjuangan untuk bertahan hidup. Survival merupaka n kehidupan dengan waktu mendesak untuk melakukan improvisasi yang memungkinkan. Kuncinya adalah menggunakan otak untuk improvisasi. Statistik membuktikan hampi r semua situasi survival mempunyai batasan waktu yang singkat hanya 3 hari atau 72 jam bagi orang hilang, dan yang mampu bertahan cukup lama tercatat sangat sed ikit sekitar 5 persen itupun karena pengetahuan dan pengalamannya. Dalam situasi survival janganlah tergesa-gesa menentukan prioritas survival karena dapat bera kibat salah, gagasan kaku yang tidak boleh ditawar-tawar juga akan berakibat fat al. Ketepatan memutuskan dengan didukung pengalaman dan hasil diskusi dapat meng untungkan karena situasi darurat perlu pertimbangan dan sikap tegas dalam mencap ai tujuan akhir. Dalam keadaan survival diperlukan pengetahuan terhadap kondisi dan kebutuhan tubuh, bukan mutlak mengerti secara fisik tetapi memahami reaksi a tau dampak akibat pengaruh lingkungan. menggunakan pengetahuan dalam usaha menga tur diri saat keadaan darurat adalah kunci dari survival. Pengaturan disini adal ah memelihara ketrampilan dan kemampuan untuk mengontrol sumber daya didalam dir i dan kemampuan memecahkan persoalan, bila pengaturan keliru, tidak hanya badan terganggu akan tetapi dapat langsung berdampak terhadap kemampuan untuk tetap hi dup. Memahami jenis kebutuhan hidup yang menjadi prioritas sangat menguntungkan didalam situasi survival.
Dalam kondisi survival tantangan yang sangat dominan adalah sikap mental atau ps ikologis untuk mencari kebutuhan tubuh dan untuk memperolehnya dibutuhkan gagasa n-gagasan dengan dasar pertimbangan dari pengalaman atau pendidikan yang pernah diikutinya, pengalaman hidup dengan resiko tinggi dan aktivitas menantang terbuk ti dapat membuat orang belajar untuk berbuat yang lebih baik dan melakukan adapt asi efektif. Berikut adalah contoh susunan prioritas dalam keadaan survival : 1. Tentunya yang paling utama adalah udara. bernafas dilakukan setiap detik untuk bertahan hidup oleh karena itu udara mendapat prioritas utama untuk bertahan hid up. survival tanpa udara umumnya hanya bertahan selama 3 sampai 5 menit. 2. Sela njutnya dibutuhkan perlin- dungan, dari cuaca buruk dan keganasan alam. sejak ke beradaannya manusia dibatasi lingkungannya sendiri mulai dari temperatur yang sa ngat berpengaruh pada tubuh. Untuk itu diperlukan sesuatu yang dapat melindungin ya contohnya api yang dapat menghangatkan dan menjaga temperatur tubuh, jika tid ak ada rumah, tenda atau gua. Api dapat dimasukkan kedalam prioritas kedua 3. Is tirahat, sepele namun dibutuhkan, dengan istirahat jaringan tubuh akan terbebas dari CO2, asam dan pemborosan lain. Istirahat yang dimaksud adalah istirahat fis ik dan juga mental sebab stress dapat mengurangi kemampuan untuk bertahan. Denga n demikian istirahat dapat dimasukkan kedalam prioritas ketiga. 4. Air. Kehilang an cairan dan kondisi air yang tidak dapat diminum adalah persoalan didalam surv ival. Tubuh manusia kira-kira terdiri dari 2/3 jaringan yang mengandung air dan merupakan bagian sistem sirkulasi di dalam organ tubuh. Air dapat menjaga suhu t ubuh, memperlancar buang air dan mencerna makanan. Kondisi lingkungan yang exstr em tanpa air dapat mengurangi kemampuan bertahan hidup hingga tiga hari, sehingg a air dapat dimasukkan kedalam prioritas keempat. Sangatlah bijaksana apabila pe makaian air dapat dihemat. 5. Tubuh manusia membutuhkan makanan tiga kali sehari . Tetapi sementara banyak manusia di benua lain hanya dapat makan sekali sehari atau bahkan tidak makan berhari-hari. Catatan menunjukkan bahwa tanpa makanan su rvivor dapat bertahan selama 40 sampai 70 hari. Keharusan untuk mendapatkan maka nan adalah prioritas terakhir dalam survival. Penghematan energi adalah salah sa tu cara untuk mengimbangi kekurangan makanan. Sikap dalam Survival Sikap cepat t anggap dalam keadaan darurat sangat diperlukan. Setiap orang harus dapat berbuat yang terbaik dalam memprioritaskan pandangan terhadap lingkungan darurat. Hal i ni tidak mudah karena sikap ini perlu latar belakang pengetahuan dan keterampila n. Bila semua prioritas telah diperoleh, tetapi masih kehilangan kemauan untuk h idup atau kemampuan untuk menguasai mental yang disebabkan kondisi fisik, maka a khirnya akan hilang sama sekali. Kondisi yang demikian sangat membahayakan dan b ahkan sesuatu yang menguntungkan pun akan dibuangnya. Juga yang perlu diingat ja nganlah meremehkan sesuatu yang anda lihat. Sikap mental positif sangat diperluk an untuk menganalisa semua yang bertentangan dengan tubuh. Apa saja yang berguna dalam mengha- dapi situasi survival dapat dilihat dalam dua persoalan : 1. Kesi apan mendiskusikan dengan jelas "apakah anda ingin hidup ?", ungkapan yang seder hana. Secara naluriah manusia mempunyai insting untuk menjaga diri. Banyak kegia tan survival yang menunjukkan adanya jalan keluar dari periode fisik ekstrem dan mental stress ke posisi tenang. Sadar atau tidak orang mempunyai kekuatan untuk dirinya sendiri terhadap kematian. Oleh karena itu setiap orang juga mempunyai kekuatan untuk dirinya sendiri terhadap kehidupan. 2. Kemampuan untuk memecahkan persoalan, hal ini didapat jika kita mampu mempertahankan kondisi tubuh. sebaga i contoh : tubuh manusia bekerja optimum dengan temperatur 37 derajat C. Mengaba ikan temperatur lingkungan akan menyebabkan
penyempitan susunan fungsi inti didalam tubuh yang efektivitasnya tinggi yang pa da akhirnya akan mengganggu peredaran darah, menurunkan aktivitas sel, dan akhir nya otak cepat kehilangan hubungan dengan realitas, akhirnya bertindak irrasiona l berbarengan dengan turunnya koordinasi yang akhirnya berakibat fatal. Pengetah uan dan pengalaman tidak ada artinya kalau tubuh hanya bekerja dengan separuh ke mampuannya, penghematan sumberdaya seperti energi, panas dan air adalah penting. Mengapa ada Survival ? Timbulnya kebutuhan survival karena adanya usaha manusia untuk keluar dari kesulitan yang dihadapi. Kesulitan-kesulitan tsb antara lain : • Keadaan alam (cuaca dan medan) • Keadaan mahluk hidup disekitar kita (binatang d an tumbuhan) • Keadaan diri sendiri (mental, fisik, dan kesehatan) • Banyaknya kesul itan-kesulitan tsb biasanya timbul akibat kesalahan-kesalahan kita sendiri. Dala m keadan tersebut ada beberapa faktor yang menetukan seorang Survivor mampu bert ahan atau tidak, antara lain : mental, kurang lebih 80% kesiapan kita dalam surv ival terletak dari kesiapan mental kita. Timbulnya kebutuhan survival karena ada nya usaha manusia untuk keluar dari kesulitan yang dihadapi. Kesulitan-kesulitan tsb antara lain : • Keadaan alam (cuaca dan medan) • Keadaan mahluk hidup disekitar kita (binatang dan tumbuhan) • Keadaan diri sendiri (mental, fisik, dan kesehatan ) Banyaknya kesulitan-kesulitan tsb biasanya timbul akibat kesalahan-kesalahan k ita sendiri. Definisi Survival Arti survival sendiri terdapat berbagai macam ver si, yang akan kita bahas di sini hanyalah menurut versi pencinta alam ; Sadarkan diri dalam keadaan gawat darurat Usahakan untuk tetap tenang dan tabah Rasa tak ut dan putus asa harus hilangkan Vitalitas mesti ditingkatkan Ingin tetap hidup dan selamat itu tujuannya Variasi alam bisa dimanfaatkan Asal mengerti, berlatih dan tahu caranya Lancar dan selamat Jika anda tersesat atau mengalami musibah, ingat-ingatlah arti survival tersebut, agar dapat membantu anda keluar dari kesu litan. Dan yang perlu ditekankan jika anda tersesat yaitu istilah "STOP" yang ar tinya : Stop & seating / berhenti dan duduklah Thingking / berpikirlah Observe / amati keadaan sekitar Planning / buat rencana mengenai tindakan yang harus dila kukan Kebutuhan survival Yang harus dipunyai oleh seorang survivor adalah : 1. S ikap mental ; Semangat untuk tetap hidup, Kepercayaan diri, Akal sehat, Disiplin dan rencana matang serta Kemampuan belajar dari pengalaman] 2. Pengetahuan ; Ca ra membuat bivak, Cara memperoleh air, Cara mendapatkan makanan, Cara membuat ap i, Pengetahuan orientasi medan, Cara mengatasi gangguan binatang, Cara mencari p ertolongan 3. Pengalaman dan latihan ; Latihan mengidentifikasikan tanaman, Lati han membuat trap, dll 4. Peralatan ; Kotak survival, Pisau jungle , dll Langkah yang harus ditempuh bila anda/kelompok anda tersesat : 1. Mengkoordinasi anggota 2. Melakukan pertolongan pertama
3. Melihat kemampuan anggota 4. Mengadakan orientasi medan 5. Mengadakan penjata han makanan 6. Membuat rencana dan pembagian tugas 7. Berusaha menyambung komuni kasi dengan dunia kuar 8. Membuat jejak dan perhatian 9. Mendapatkan pertolongan Bahaya-bahaya dalam Survival Banyak sekali bahaya dalam survival yang akan kita hadapi, antara lain : Ketegangan dan panik Cara Pencegahan : Sering berlatih, B erpikir positif dan optimis dan Persiapan fisik dan mental Matahari / panas • Kele lahan panas • Kejang panas • Sengatan panas • Keadaan yang menambah parahnya keadaan p anas : Penyakit akut / kronis, Baru sembuh dari penyakit Demam, Baru memperoleh vaksinasi, Kurang tidur, Kelelahan, Terlalu gemuk, Penyakit kulit yang merata, P ernah mengalami sengatan udara panas, Minum alkohol, Dehidrasi. Pencegahan keada an panas : • Aklimitasi • Persedian air • Mengurangi aktivitas • Garam dapur • Pakaian : L onggar, Lengan panjang, Celana pendek, Kaos oblong Serangan penyakit Penyakit ya ng biasa diderita pegiat alam bebas adalah :Demam, Disentri, Typus, Malaria Keme rosotan mental Gejala : Lemah, lesu, kurang dapat berpikir dengan baik, histeris Penyebab : Kejiwaan dan fisik lemah atau keadaan lingkungan mencekam Pencegahan : Usahakan tenang dan tentu saja banyak berlatih Bahaya binatang beracun dan be rbisa Keracunan • ■ Gejala ; Pusing dan muntah, nyeri dan kejang perut, kadang-kadan g mencret, kejang kejang seluruh badan, bisa pingsan. • ■ Penyebab : Makanan dan min uman beracun • ■ Pencegahan : Air garam di minum, Minum air sabun mandi panas, Minum teh pekat atau di tohok anak tekaknya Keletihan amat sangat Pencegahan : Makan makanan berkalori dan Membatasi kegiatan Bahaya lainnya dalam survival adalah : Kelaparan, Lecet, Kedinginan [untuk penurunan suhu tubuh 30° C bisa menyebabkan ke matian] Membuat Bivouck (Shelter) Membuat bivouck atau shelter perlindungan dala m keadaaan darurat sebenarnya bertujuan untuk untuk melindungi diri dari angin, panas, hujan, dingin dan gangguan binatang. Macam –macam bivouck : 1. Shelter asli alam ; Gua [yang bukan tempat persembunyian binatang, tidak ada gas beracun dan tidak mudah longsor]. Ingat ! didalam gua jangan berteriak karena dapat meruntu hkan dinding gua. 2. Shelter buatan dari alam ; daun-daunan yang lebar, ranting kayu, atau
separuhnya alam dan separuhnya butan [misalnya ponco di kombinasi dengan ceruk b atu atau pohon tumbang atau ranting kayu] Syarat bivouck : • Hindari daerah aliran air [bila terpaksa, maka gunakan bivouck panggung] • Di atas bivouck / shelter ti dak ada dahan pohon mati/rapuh • Bukan sarang nyamuk/serangga • Bahan kuat • Jangan te rlalu merusak alam sekitar • Terlindung langsung dari angin Mengatasi Gangguan Bin atang Nyamuk ; Obat nyamuk, autan, dll , Bunga kluwih dibakar, Gombal / kain but ut [dalam keadaan memaksa, penulis pernah memotong lengan baju kaos sebagai peng ganti gombal] dan minyak tanah dibakar kemudian dimatikan sehingga asapnya bisa mengusir nyamuk , Gosokkan sedikit garam pada bekas gigitan nyamuk Laron ; Mengu sir laron yang terlalu banyak dengan cabe yang digantungkan Disengat Lebah ; Ole skan air bawang merah pada luka bekas sengatan berkali-kali, Tempelkan tanah bas ah/liat di atas luka sengatan, Jangan dipijit-pijit, Tempelkan pecahan genting p anas di atas luka, Olesi dengan petsin untuk mencegah pembengkakan Gigitan Linta h ; Teteskan air tembakau pada lintahnya, Taburkan garam di atas lintahnya, Tete skan sari jeruk mentah pada lintahnya, Taburkan abu rokok di atas lintahnya, Mem buang [mengais] lintah upayakan dengan patahan kayu hidup yang ada kambiumnya. S emut Gatal ; Gosokkan obat gosok pada luka gigitan, Letakkan cabe merah pada jal an semut, Letakkan sobekan daun sirih pada jalan semut Kalajengking dan lipan; P ijatlah daerah sekitar luka sampai racun keluar, Ikatlah tubuh di sebelah pangka l yang digigit, Tempelkan asam yang dilumatkan di atas luka, Taburkan serbuk lad a dan minyak goreng pada luka, Taburkan garam di sekeliling bivouck untuk penceg ahan Ular dll ; Untuk mencegah dan mengobati secara darurat gigitan dan sengatan binatang berbisa mematikan harus mempelajari Emergency Medical Care [EMC] Memba ca Jejak Ada beberapa jenis jejak yang dapat diidentifikasi, yaitu jejak buatan, maksudnya adalah jejak yang dibuat oleh manusia dan jejak alami yaitu tanda jej ak sebagai tanda keadaan lingkungan. Jejak alami biasanya menyatakan tentang jen is binatang yang lewat dan ada disekitar, arah gerak binatang, besar kecilnya bi natang, cepat lambatnya gerak binatang. Untuk membaca jejak alami [binatang] dap at diketahui dari telapak yang ditinggalkan, kotoran yang tersisa, pohon atau ra nting yang patah, lumpur atau tanah yang tercecer di atas rumput. Air Seseorang dalam keadaan normal dan sehat dapat bertahan sekitar 20 – 30 hari tanpa makan, ta pi orang tersebut hanya dapat bertahan hidup 3 - 5 hari saja tanpa air. Ada air yang tidak perlu dimurnikan, seperti air hujan langsung. Untuk memperoleh air hu jan langsung dalam keadaaan sirvive di alam bebas, maka dapat dengan cara memamp ung dengan ponco atau daun yang lebar dan alirkan ke tempat penampungan [nesting atau phipless] Air dari tanaman rambat/rotan atau bambu. Cara memperolehnya, ya itu potong setinggi mungkin lalu potong pada bagian dekat tanah, air yang menete s dapat langsung ditampung atau diteteskan ke dalam mulut. Selain rotan, bambu d an tumbuhan rambat, air juga dapat diperoleh pada bunga
(kantung semar) dan lumut. Air yang harus dimurnikan terlebih dahulu antara lain adalah air sungai besar, air sungai tergenang, air yang didapatkan dengan mengg ali pasir di pantai (+ 5 meter dari batas pasang surut). Untuk mendaptkan air di daerah sungai yang kering, caranya dengan menggali lubang di bawah batuan Berik utnya air juga dapat diperoleh dari batang pisang, caranya tebang batang pohon p isang, sehingga yang tersisa tinggal bawahnya [bongkahnya] lalu buat lubang dite ngahnya maka air akan keluar, biasanya dapat keluar sampai 3 kali pengambilan. M akanan / Sosiologi Botani : Dalam kondisi hidup dialam bebas ada berbagai makana n yang dapat di konsumsi, tetapi harus memperhatikan beberapa syarat dan patokan berikut : • Makanan yang di makan kera juga bisa di makan manusia • Hati-hatilah pa da tanaman dan buah yang berwarna mencolok • Hindari makanan yang mengeluarakan ge tah putih, seperti sabun kecuali sawo dan pepaya. • Tanaman yang akan dimakan di c oba dulu dioleskan pada tangan, lengan, bibir dan atau lidah, tunggu sesaat. Apa bila terasa aman bisa dimakan. • Hindari makanan yang terlalu pahit atau asam Peri ngatan : Hubungan air dan makanan; Untuk makanan yang mengandung karbohidrat mem erlukan air yang sedikit, Makanan ringan yang dikemas akan mempercepat kehausan, Makanan yang mengandung protein butuh air yang banyak. Tumbuhan yang dapat dima kan dapat diketahui dari ciri-ciri fisik, misalnya : Permukaan daun atau batang yang tidak berbulu atau berduri, tidak mengeluarkan getah yang sangat lekat, tid ak menimbulkan rasa gatal, hal ini dapat dicoba dengan mengoleskan daunnya pada kulit atau bibir dan tidak menimbulkan rasa pahit yang sangat [dapat dicoba di u jung lidah] Bagian-bagian tumbuhan yang dapat dimakan berupa batangnya : • Batang pohon pisang (putihnya) • Bambu yang masih muda (rebung) • Pakis dalamnya berwarna p utih • Sagu dalamnya berwarna putih • Tebu Bagian-bagian tumbuhan yang dapat dimakan berupa daunnya : • Selada air • Rasamala (yang masih muda) • Daun mlinjo • Singkong Bag ian-bagian tumbuhan yang dapat dimakan berupa akar dan umbinya : Ubi jalar, tala s, singkong Bagian-bagian tumbuhan yang dapat dimakan berupa Buahnya : Arbei, as am jawa, juwet Tumbuhan yang dapat dimakan seluruhnya : • Jamur merang, jamur kayu . Tetapi ada beberapa jenis jamur beracun yang ciri-cirinya adalah : • Mempunyai w arna mencolok • Baunya tidak sedap • Bila dimasukkan ke dalam nasi, nasinya menjadi kuning • Sendok menjadi hitam bila dimasukkan ke dalam masakan • Bila diraba mudah h ancur
• Punya cawan/bentuk mangkok pada bagian pokok batangnya • Tumbuh dari kotoran hewan • Mengeluarkan getah putih Selain tumbuhan, berbagai hewan yang ditemukan di alam dapat dimakan juga, misalnya Belalang, Jangkrik, Tempayak putih (gendon), Cacin g, burung, Laron, Lebah, larva, Siput/bekicot, Kadal [bagia belakang dan ekor], Katak hijau, Ular [1/3 bagian tubuh tengahnya], Binatang besar lainnya. Ada bebe rapa ciri binatang yang tidak dapat dimakan, yaitu : • Binatang yang mengandung bi sa : lipan dan kalajengking • Binatang yang mengandung racun : penyu laut • Binatang yang mengandung bau yang khas : sigung / senggung Api Bila mempunyai bahan untu k membuat api, yang perlu diperhatikan adalah jangan membuat api terlalu besar t etapi buatlah api yang kecil beberapa buah, hal ini lebih baik dan panas yang di hasilkan merata. Cara membuat api dalam keadaan darurat : • Dengan lensa / Kaca pe mbesar ; Fokuskan sinar pada satu titik dimana diletakkan bahan yang mudah terba kar. • Gesekan kayu dengan kayu ; Cara ini adalah cara yang paling susah, caranya dengan menggesek-gesekkan dua buah batang kayu sehingga panas dan kemudian dekat kan bahan penyala, sehingga terbakar • Busur dan gurdi ; Buatlah busur yang kuat d engan mempergunakan tali sepatu atau parasut, gurdikan kayu keras pada kayu lain sehingga terlihat asap dan sediakan bahan penyala agar mudah tebakar. Bahan pen yala yang baik adalah kawul / sabut terdapat pada dasar kelapa, atau daun aren S urvival kits Survical kits adalah perlengkapan untuk survival yang harus dibawa dalam perjalanan sebagai alat berjaga-jaga bila terjadi keadaan darurat atau jug a dapat digunakan selama perjalanan. Beberapa contoh survival kits adalah : • Mata pancing /kait • Pisau / sangkur / vitrorinoc • Tali kecil • Senter • Cermin suryakanta, cermin kecil • Peluit • Korek api yang disimpan dalam tempat kedap air [tube roll f ilm] • Tablet garam, norit • Obat-obatan pribadi • Jarum + benang + peniti • Ponco / jas hujan / rain coat • Lain-lain
Pembelajaran dari mendaki gunung Mendaki gunung, apa enaknya, ….. apa hikmahnya En aknya …… menikmati pemandangan mengagumi kebesaran sang pencipta. Dapat dibayangkan gunung yang begitu gagahnya serta menjulang dengan ketinggiannya … yang tersebar d iseluruh dunia, dengan bermacam bentuk dan ukuran menandakan betapa dahsyat, bet apa hebat, betapa maha …. Sang pencipta. Manakala kita berada di puncak gunung, ke cil kita ….. segala kesombongan, keangkuhan, keserakahan akan sirna, bagaikan debu di tiup angin …… hilang tanpa ada bekas. Mendaki gunung memberikan hikmah yang begi tu dahsyat …. Disadari atau tidak kita dapat belajar segala hal dalam mendaki gunu ng, rasa persaudaran, persahabatan yang kian kental, kemandirian yang kita perol eh, tidak mudah menyerah, rasa ego yang kian menipis dalam diri, rasa syukur yan g makin tebal. Mungkin masih teringat dalam benak, disaat kita belum pernah mend aki gunung ….. emosi kita suka meluap, manakala pulang sekolah atau main dari ruma h sahabat, perut lapar…. Dirumah hanya dihidangkan oleh ibunda tercinta nasi denga n lauk alakadarnya, kita marah, kita hilang selera melihat hidangan yang alakada rnya …… Setelah mengalami hal yang mengharuskan kita bertahan hidup dalam pendakian …… m akan apapun yang ada dialam, ataupun makan nasi yang masih kurang matang, atau l auk yang lebih apa adanya dibanding waktu dirumah di bagi dengan kawan sependaki an. Tentunya menyesal kita telah menyia-nyiakan masakan ibunda tercinta yang sud ah menyiapkan makan untuk anak nya tercinta dengan penuh kasih saying, hanya kar ena hidangan yang apaadanya. Masih terlalu banyak pembelajaran dari mendaki gunu ng. Terimakasih Allah engkau telah berikan pelajaran berharga, dari ciptaan Mu g unung yang begitu indah yang bukan hanya untuk dinikmati oleh mata tetapi harus dinikmati oleh hati nurani yang paling dalam serta menjaganya agar dapat memberi kan pelajaran bagi generasi yang akan datang. ROCK CLIMBING Pendahuluan Olah raga rock climbing semakin berkembang pesat pada tahun-tahun terakhir ini di Indonesia. Kegiatan ini tidak dapat dipungkiri lagi sudah sudah merupakan kegiatan yang begitu diminati oleh kaula muda maupun yang merasa muda ataupun juga yang selalu muda.Pada dasarnya, rock climbing adalah te knik pemanjatan tebing batu yang memanfaatkan cacat batu tebing (celah atau benj olan) yang dapat dijadikan pijakan atau pegangan untuk menambah ketinggian dan m erupakan salah satu cara untuk mencapai puncak. Ciri khas rock climbing adalah p rosedur dan perlengkapan yang digunakan dalam kegiatan, juga prinsip dan etika p emanjatan. Rock Climbing bukan hanya menjadi komoditi industri olah raga dan pet ualngan saja. Tetapi aplikasinya juga telah menjadi komoditas industri-industril ainnya seperti wisata petualangan,outbound training,entertaiment,iklan dan film, serta industriindustri lainnya yang membutuhkan jasa ketinggian.Oleh karena itu perlu ilmu rock climbing yang sangat mendasar sebagai acuan yang kuat diri dan d unia rock climbing itu sendiri. Sejarah Rock Climbing Pada awalnya rock climbing lahir dari kegiatan eksplorasi alam para pendaki gunung dimana ketika akhirnya menghadapi medan yang tidak lazim dan memiliki tingkat kesulitan tinggi,yang tid ak mungkin lagi didaki secara biasa (medan vertical dan tebing terjal).Maka dari itu lahirlah teknik rock climbing untuk melewati medan
yang tidak lazim tersebut dengan teknik pengamanan diri (safety procedur).Seirin g dengan perkembangan zaman rock climbing menjadi salah satu kegiatan petualanga n dan olah raga tersendiri.Terdapat informasi tentang sekelompok orang Perancis di bawah pimpinan Anthoine de Ville yang mencoba memanjat tebing Mont Aiguille ( 2097 mdpl) di kawasan Vercors Massif pada tahun 1492. Tidak jelas benar tujuan m ereka, tetapi yang jelas, beberapa dekade kemudian, orang-orang yang naik turun tebingtebing batu di pegunungan Alpen diketahui adalah para pemburu Chamois (sej enis kambing gunung). Jadi pemanjatan mereka kurang lebih dikarenakan oleh fakto r mata pencaharian. Pada tahun 1854 batu pertama zaman keemasan dunia pendakian di Alpen diletakan oleh Alfred Wills dalam pendakiannya ke puncak Wetterhorn (37 08 mdpl). Inilah cikal bakal pendakian gunung sebagai olah raga. Kemudian pada t ahun-tahun berikutnya barulah terdengar manusia-manusia yang melakukan pemanjata n tebingtebing di seluruh belahan bumi. Lalu pada tahun 1972 untuk pertama kalin ya panjat dinding masuk dalam jadwal olimpiade, yaitu didemonstrasikan dalam oli mpiade Munich. Baru pada tahun 1979 olah raga panjat tebing mulai merambah di In donesia. Dipelopori oleh Harry Suliztiarto yang memanjat tebing Citatah, Padalar ang. Inilah patok pertama panjat tebing modern di Indonesia. Teknik Dasar Pemanj atan / Rock Climbing 1. Face Climbing Yaitu memanjat pada permukaan tebing diman a masih terdapat tonjolan atau rongga yang memadai sebagai pijakan kaki maupun p egangan tangan. Para pendaki pemula biasanya mempunytai kecenderungan untuk memp ercayakan sebagian berat badannya pada pegangan tangan, dan menempatkan badanya rapat ke tebing. Ini adalah kebiasaan yang salah. Tangan manusia tidak bias digu nakan untuk mempertahankan berat badan dibandingkan kaki, sehingga beban yang di berikan pada tangan akan cepat melelahkan untuk mempertahankan keseimbangan bada n. Kecenderungan merapatkan berat badan ke tebing dapat mengakibatkan timbulnya momen gaya pada tumpuan kaki. Hal ini memberikan peluang untuk tergelincir.Konse ntrasi berat di atas bidang yang sempit (tumpuan kaki) akan memberikan gaya gese kan dan kestabilan yang lebih baik. 2. Friction / Slab Climbing Teknik ini semat a-mata hanya mengandalkan gaya gesekan sebagai gaya penumpu. Ini dilakukan pada permukaan tebing yang tidak terlalu vertical, kekasaran permukaan cukup untuk me nghasilkan gaya gesekan. Gaya gesekan terbesar diperoleh dengan membebani bidang gesek dengan bidang normal sebesar mungkin. Sol sepatu yang baik dan pembebanan maksimal diatas kaki akan memberikan gaya gesek yang baik. 3. Fissure Climbing Teknik ini memanfaatkan celah yang dipergunakan oleh anggota badan yang seolahol ah berfungsi sebagai pasak. Dengan cara demikian, dan beberapa pengembangan, dik enal teknik-teknik berikut. • Jamming, teknik memanjat dengan memanfaatkan celah y ang tidak begitu besar. Jari-jari tangan, kaki, atau tangan dapat dimasukkan/dis elipkan pada celah sehingga seolah-olah menyerupai pasak. • Chimneying, teknik mem anjat celah vertical yang cukup lebar (chomney). Badan masuk diantara celah, dan punggung di salah satu sisi tebing. Sebelah kaki menempel pada sisi tebing depa n, dan sebelah lagi menempel ke belakang. Kedua tangan diletakkan menempel pula. Kedua tangan membantu mendororng keatas bersamaan dengan kedua kaki yang mendor ong dan menahan berat badan. • Bridging, teknik memanjat pada celah vertical yang cukup besar (gullies). Caranya dengan menggunakan kedua tangan dan kaki sebagai pegangan pada kedua celah tersebut. Posisi badan mengangkang, kaki sebagai tumpu an dibantu oleh tangan yang juga berfungsi sebagai penjaga keseimbangan. • Lay Bac k, teknik memanjat pada celah vertical dengan menggunakan tangan dan kaki. Pada teknik ini jari tangan mengait tepi celah tersebut dengan punggung miring sedemi kian rupa untuk menenpatkan kedua kaki pada tepi celah yang berlawanan. Tangan m enarik kebelakang dan kaki mendorong kedepan dan kemudian
bergerak naik ke atas silih berganti. Pembagian Pendakian Berdasarkan Pemakaian Alat Free Climbing Sesuai dengan namanya, pada free climbing alat pengaman yang paling baik adalah diri sendiri. Namun keselamatan diri dapat ditingkatkan denga n adanya keterampilan yang diperoleh dari latihan yang baik dan mengikuti prosed ur yang benar. Pada free climbing, peralatan berfungsi hanya sebagai pengaman bi la jatuh. Dalam pelaksanaanya ia bergerak sambil memasang, jadi walaupun tanpa a lat-alat tersebut ia masih mampu bergerak atau melanjutkan pendakian. Dalam pend akian tipe ini seorang pendaki diamankan oleh belayer. Free Soloing Merupakan ba gian dari free climbing, tetapi sipendaki benar-benar melakukan dengan segala re siko yang siap dihadapinya sendiri.Dalam pergerakannya ia tidak memerlukan peral atan pengaman. Untuk melakukan free soloing climbing, seorang pendaki harus bena r-benar mengetahui segala bentuk rintangan atau pergerakan pada rute yang dilalu i. Bahkan kadang-kadang ia harus menghapalkan dahulu segala gerakan, baik itu tu mpuan ataupun pegangan, sehingga biasanya orang akan melakukan free soloing clim bing bila ia sudah pernah mendaki pada lintasan yang sama. Resiko yang dihadapi pendaki tipe ini sangat fatal sekali, sehingga hanya orang yang mampu dan benarbenar professional yang akan melakukannya. Atrificial Climbing Pemanjatan tebing dengan bantuan peralatan tambahan, seperti paku tebing, bor, stirrup, dll. Pera latan tersebut harus digunakan karena dalam pendakian sering sekali dihadapi med an yang kurang atau tidak sama sekali memberikan tumpuan atau peluang gerak yang memadai. Sistem Pendakian 1. Himalaya Sytle Sistem pendakian yang biasanya deng an rute yang panjang sehingga untuk mencapai sasaran (puncak) diperlukan waktu y ang lama. Sistem ini berkembang pada pendakianpendakian ke Pegunungan Himalaya. Pendakian tipe ini biasanya terdiri atas beberapa kelompok dan tempat-tempat per istirahatan (base camp, fly camp). Sehingga dengan berhasilnya satu orang dari s eluruh team, berarti pendakian itu sudah berhasil untuk seluruh team. 2. Alpine Style Sistem ini banyak dikembangkan di pegunungan Eropa. Pendakian ini mempunya i tujuan bahwa semua pendaki harus sampai di puncak dan baru pendakian dianggap berhasil. Sistem pendakian ini umumnya lebih cepat karena para pendaki tidak per lu lagi kembali ke base camp (bila kemalaman bias membuat fly camp baru, dan eso knya dilanjutkan kembali). Teknik Turun / Rappeling Teknik ini digunakan untuk m enuruni tebing. Dikategorikan sebagai teknik yang sepeuhnya bergantung dari pera latan. Prinsip rappelling adalah sebagai berikut : 1. Menggunakan tali rappel se bagai jalur lintasan dan tempat bergantung. 2. Menggunakan gaya berat badan dan gaya tolak kaki pada tebing sebagai pendorong gerak turun. 3. Menggunakan salah satu tangan untuk keseimbangan dan tangan lainnya untuk mengatur kecepatan. Maca m-macam dan Variasi Teknik Rappeling 1. Body Rappel Menggunakan peralatan tali s aja, yang dibelitkan sedemikian rupa pada badan. Pada teknik ini terjadi gesekan antara badan dengan tali sehingga bagian badan yang terkena gesekan akan terasa panas. 2. Brakebar Rappe Menggunakan sling/tali tubuh, carabiner, tali, dan bra kebar. Modifikasi lain dari brakebar adalah descender (figure of 8). Pemakaianny a hampir serupa, dimana gaya gesek diberikan pada descender atau brakebar. 3. Sl ing Rappel
Menggunakan sling/tali tubuh, carabiner, dan tali. Cara ini paling banyak dilaku kan karena tidak memerlukan peralatan lain, dan dirasakan cukup aman. Jenis simp ul yang digunakan adalah jenis Italian hitch. 4. Arm Rappel / Hesti Menggunakan tali yang dibelitkan pada kedua tangan melewati bagian belakang badan. Diperguna kan untuk tebing yang tidak terlalu curam. Dalam rapelling, usahakan posisi bada n selalu tegak lurus pada tebing, dan jangan terlalu cepat turun. Usahakan mengu rangi sesedikit mungkin benturan badan pada tebing dan gesekan antara tubuh deng an tali. Sebelum memulai turun, hendaknya : 1. Periksa dahulu anchornya. 2. Past ikan bahwa tidak ada simpul pada tali yang dipergunakan. 3. Sebelum sampai ke te pi tebing hendaknya tali sudah terpasang dan pastikan bahwa tali sampai ke bawah (ke tanah). 4. Usahakan melakukan pengamatan sewaktu turun, ke atas dan ke bawa h, sehingga apabila ada batu atau tanah jatuh kita dapat menghindarkannya, selai n itu juga dapat melihat lintasan yang ada. 5. Pastikan bahwa pakaian tidak akan tersangkut carabiner atau peralatan lainnya. Peralatan Pemanjatan 1. Tali Penda kian Fungsi utamanya dalam pendakian adalah sebagai pengaman apabila jatuh.Dianj urkan jenis-jenis tali yang dipakai hendaknya yang telah diuji oleh UIAA, suatu badan yang menguji kekuatan peralatan-peralatan pendakian. Panjang tali dalam pe ndakian dianjurkan sekitar 50 meter, yang memungkinkan leader dan belayer masih dapat berkomunikasi. Umumnya diameter tali yang dipakai adalah 10-11 mm, tapi se karang ada yang berkekuatan sama, yang berdiameter 9.8 mm. Ada dua macam tali pe ndakian yaitu : • Static Rope, tali pendakian yang kelentirannya mencapai 2-5 % fa ri berat maksimum yang diberikan. Sifatnya kaku, umumnya berwarna putih atau hij au. Tali static digunakan untuk rappelling. • Dynamic Rope, tali pendakian yang ke lenturannya mencapai 5-15 % dari berat maksimum yang diberikan. Sifatnya lentur dan fleksibel. Biasanya berwarna mencolok (merah, jingga, ungu). 2. Carabiner Ad alah sebuah cincin yang berbentuk oval atau huruf D, dan mempunyai gate yang ber fungsi seperni peniti. Ada 2 jenis carabiner : • Carabiner Screw Gate (menggunakan kunci pengaman). • Carabiner Non Screw Gate (tanpa kunci pengaman) 3. Sling Sling biasanya dibuat dari tabular webbing, terdiri dari beberapa tipe. Fungsi sling antara lain : - sebagai penghubung - membuat natural point, dengan memanfaatkan pohon atau lubang di tebing. - Mengurangi gaya gesek / memperpanjang point - Men gurangi gerakan (yang menambah beban) pada chock atau piton yang terpasang. 4. D escender Sebuah alat berbentuk angka delapan. Fungsinya sebagai pembantu menahan gesekan, sehingga dapat membantu pengereman. Biasa digunakan untuk membelay ata u rappelling. 5. Ascender Berbentuk semacam catut yang dapat menggigit apabila d iberi beban dan membuka bila dinaikkan. Fungsi utamanya sebagai alat Bantu untuk naik pada tali. 6. Harnes / Tali Tubuh Alat pengaman yang dapat menahan atau me ngikat badan. Ada dua jenis harnes : • Seat Harnes, menahan berat badan di pinggan g dan paha. • Body Harnes, menahan berat badan di dada, pinggang, punggung, dan pa ha. Harnes ada yang dibuat dengan webbning atau tali, dan ada yang sudah langsun g
dirakit oleh pabrik. 7. Sepatu Ada dua jenis sepatu yang digunakan dalam pemanja tan : • Sepatu yang lentur dan fleksibel. Bagian bawah terbuat dari karet yang kua t. Kelenturannya menolong untuk pijakan-pijakan di celah-cleah. • Sepatu yang tida k lentur/kaku pada bagian bawahnya. Misalnya combat boot. Cocok digunakan pada t ebing yang banyak tonjolannya atau tangga-tangga kecil. Gaya tumpuan dapat terta han oleh bagian depan sepatu. 8. Anchor (Jangkar) Alat yang dapat dipakai sebaga i penahan beban. Tali pendakian dimasukkan pada achor, sehingga pendaki dapat te rtahan oleh anchor bila jatuh. Ada dua macam anchor, yaitu : • Natural Anchor, bia s merupakan pohon besar, lubang-lubang di tebing, tonjolan-tonjolan batuan, dan sebagainya. • Artificial Anchor, anchor buatan yang ditempatkan dan diusahakan ada pada tebing oleh si pendaki. Contoh : chock, piton, bolt, dan lain-lain. Menget ahui perbedaan antara; nuts dan cams, friends dan carabiner, dan lainnya Belay D evice (Peralatan untuk Belay) Belay Device adalah peralatan untuk menahan tali s aat pemanjatan agar pemanjat tidak terjatuh. Banyak jenis yang biasa dipakai, ya ng paling sering dipakai adalah ATC, Figure 8, dan Grigri. Cam atau Friends Spri ng Loaded Camming Device (SLCD) atau biasa disebut cam atau friends adalah peral atan proteksi pemanjatan yang fenomenal, diciptakan oleh Ray Jardine seorang aer ospace engineer yang senang manjat pada tahun 1973. Jika ditarik, ujungnya akan mengecil sehingga mudah dimasukkan ke celah tebing. Jika dilepas ujungnya akan m engembang memenuhi celah tebing. Cam tersedia dalam beberapa ukuran disesuaikan dengan lebar celah tebing. Carabiner Ada banyak jenis carabiner, setiap jenis me miliki fungsi tersendiri dalam pemanjatan. Carabiner HMS memiliki kunci (screw) sebagai pengaman, dipakai sebagai anchor pada top roping dan juga dipakai oleh b elayer. Carabiner D atau Oval dan Snap (Snapring) digunakan untuk keperluan lain seperti untuk dipakai bersama dengan cam dan draw. Quickdraw atau Runner Adalah pasangan webbing atau sling dengan dua buah carabiner jenis snapring, dipakai s ebagai alat proteksi di tebing. Hexes Adalah pasangan sling dengan tabung alumun ium (titanium) segi enam. Berfungsi sama dengan cam, berharga lebih murah, tetap i lebih sulit dalam penempatannya di celah tebing. Seperti cam. hexes tersedia d alam beberapa ukuran. Nuts Nuts adalah peralatan proteksi yang paling banyak dip akai oleh pemanjat tebing, fungsinya sama dengan cam dan hexes dengan harga
lebih murah. Tricams Adalah peralatan proteksi pemanjatan, walaupun berbeda bent uk tetapi fungsinya sama dengan nuts. Pemakaiannya relatif sulit, tidak dianjurk an dipakai untuk pemula. Prosedur Pemanjatan Tahapan-tahapan dalam suatu pemanja tan hendaknya dimulai dari langkah-langkah sebagai berikut 1. Mengamati lintasan dan memikirkan teknik yang akan dipakai. 2. Menyiapkan perlengkapan yang diperl ukan. 3. a. Untuk leader, perlengkapan teknis diatur sedemikian rupa, agar mudah untuk diambil / memilih dan tidak mengganggu gerakan. Tugas leader adalah membu ka lintasan yang akan dilalui oleh dirinya sendiri dan pendaki berikutnya. b. Un tuk belayer, memasang anchor dan merapikan alat-alat (tali yang akan dipakai). T ugas belayer adalah membantu leader dalam pergerakan dan mengamankan leader bila jatug. Belayer harus selalu memperhatikan leader, baik aba-aba ataupun memperha tikan tali, jangan terlalu kencang dan jangan terlalu kendur. 4. Bila belayer da n leader sudah siap memulai pendakian, segera memberi aba-aba pendakian. 5. Bila leader telah sampai pada ketinggian 1 pitch (tali habis), ia harus memasang ach or. 6. Leader yang sudah memasang anchor di atas selanjutnya berfungsi sebagai b elayer, untuk mengamankan pendaki berikutnya. PENGETAHUAN DASAR NAVIGASI DARAT Navigasi darat adalah ilmu praktis. Kemampuan b ernavigasi dapat terasah jika sering berlatih. Pemahaman teori dan konsep hanyal ah faktor yang membantu, dan tidak menjamin jika mengetahui teorinya secara leng kap, maka kemampuan navigasinya menjadi tinggi. Bahkan seorang jago navigasi yan g tidak pernah berlatih dalam jangka waktu lama, dapat mengurangi kepekaannya da lam menerjemahkan tanda-tanda di peta ke medan sebenarnya, atau menerjemahkan ta nda-tanda medan ke dalam peta. Untuk itu, latihan sesering mungkin akan membantu kita untuk dapat mengasah kepekaan, dan pada akhirnya navigasi darat yang telah kita pelajari menjadi bermanfaat untuk kita. Pada prinsipnya navigasi adalah ca ra menentukan arah dan posisi, yaitu arah yang akan dituju dan posisi keberadaan navigator berada dimedan sebenarnya yang di proyeksikan pada peta. Beberapa med ia dasar navigasi darat adalah : Peta Peta adalah penggambaran dua dimensi (pada bidang datar) dari sebagian atau keseluruhan permukaan bumi yang dilihat dari a tas, kemudian diperbesar atau diperkecil dengan perbandingan tertentu. Dalam nav igasi darat digunakan peta topografi. Peta ini memetakan tempat-tempat dipermuka an bumi yang berketinggian sama dari permukaan laut menjadi bentuk garis kontur. Beberapa unsur yang bisa dilihat dalam peta : • Judul peta; biasanya terdapat di atas, menunjukkan letak peta • Nomor peta; selain sebagai nomor registrasi dari ba dan pembuat, kita bisa menggunakannya sebagai petunjuk jika kelak kita akan menc ari sebuah peta • Koordinat peta; penjelasannya dapat dilihat dalam sub berikutnya • Kontur; adalah merupakan garis khayal yang menghubungkan titik titik yang
berketinggian sama diatas permukaan laut. • Skala peta; adalah perbandingan antara jarak peta dan jarak horizontal dilapangan. Ada dua macam skala yakni skala ang ka (ditunjukkan dalam angka, misalkan 1:25.000, satu senti dipeta sama dengan 25 .000 cm atau 250 meter di keadaan yang sebenarnya), dan skala garis (biasanya di peta skala garis berada dibawah skala angka). • Legenda peta ; adalah simbol-simb ol yang dipakai dalam peta tersebut, dibuat untuk memudahkan pembaca menganalisa peta. Di Indonesia, peta yang lazim digunakan adalah peta keluaran Direktorat G eologi Bandung, lalu peta dari Jawatan Topologi, yang sering disebut sebagai pet a AMS (American Map Service) dibuat oleh Amerika dan rata-rata dikeluarkan pada tahun 1960. Peta AMS biasanya berskala 1:50.000 dengan interval kontur (jarak an tar kontur) 25 m. Selain itu ada peta keluaran Bakosurtanal (Badan Koordinasi Su rvey dan Pemetaan Nasional) yang lebih baru, dengan skala 1:50.000 atau 1:25.000 (dengan interval kontur 12,5 m). Peta keluaran Bakosurtanal biasanya berwarna. Koordinat Peta Topografi selalu dibagi dalam kotak-kotak untuk membantu menentuk an posisi dipeta dalam hitungan koordinat. Koordinat adalah kedudukan suatu titi k pada peta. Secara teori, koordinat merupakan titik pertemuan antara absis dan ordinat. Koordinat ditentukan dengan menggunakan sistem sumbu, yakni perpotongan antara garis-garis yang tegak lurus satu sama lain. Sistem koordinat yang resmi dipakai ada dua macam yaitu : 1. Koordinat Geografis (Geographical Coordinate) ; Sumbu yang digunakan adalah garis bujur (bujur barat dan bujur timur) yang teg ak lurus dengan garis khatulistiwa, dan garis lintang (lintang utara dan lintang selatan) yang sejajar dengan garis khatulistiwa. Koordinat geografis dinyatakan dalam satuan derajat, menit dan detik. Pada peta Bakosurtanal, biasanya menggun akan koordinat geografis sebagai koordinat utama. Pada peta ini, satu kotak (ata u sering disebut satu karvak) lebarnya adalah 3.7 cm. Pada skala 1:25.000, satu karvak sama dengan 30 detik (30"), dan pada peta skala 1:50.000, satu karvak sam a dengan 1 menit (60"). 2. Koordinat Grid (Grid Coordinate atau UTM) ; Dalam koo rdinat grid, kedudukan suatu titik dinyatakan dalam ukuran jarak setiap titik ac uan. Untuk wilayah Indonesia, titik acuan berada disebelah barat Jakarta (60 LU, 980 BT). Garis vertikal diberi nomor urut dari selatan ke utara, sedangkan hori zontal dari barat ke timur. Sistem koordinat mengenal penomoran 4 angka, 6 angka dan 8 angka. Pada peta AMS, biasanya menggunakan koordinat grid. Satu karvak se banding dengan 2 cm. Karena itu untuk penentuan koordinat koordinat grid 4 angka , dapat langsung ditentukan. Penentuan koordinat grid 6 angka, satu karvak dibag i terlebih dahulu menjadi 10 bagian (per 2 mm). Sedangkan penentuan koordinat gr id 8 angka dibagi menjadi sepuluh bagian (per 1 mm). Analisa Peta Salah satu fak tor yang sangat penting dalam navigasi darat adalah analisa peta. Dengan satu pe ta, kita diharapkan dapat memperoleh informasi sebanyak-banyaknya tentang keadaa n medan sebenarnya, meskipun kita belum pernah mendatangi daerah di peta tersebu t. 1. Unsur dasar peta ; Untuk dapat menggali informasi sebanyak-banyaknya, pert ama kali kita harus cek informasi dasar di peta tersebut, seperti judul peta, ta hun peta itu dibuat, legenda peta dan sebagainya. Disamping itu juga bisa dianal isa ketinggian suatu titik (berdasarkan pemahaman tentang kontur), sehingga bisa diperkirakan cuaca, dan vegetasinya. 2. Mengenal tanda medan ; Disamping tanda pengenal yang terdapat dalam legenda peta, kita dapat menganalisa peta topografi berdasarkan bentuk kontur. Beberapa
ciri kontur yang perlu dipahami sebelum menganalisa tanda medan : o Antara garis kontur satu dengan yang lainnya tidak pernah saling berpotongan o Garis yang be rketinggian lebih rendah selalu mengelilingi garis yang berketinggian lebih ting gi, kecuali diberi keterangan secara khusus, misalnya kawah o Beda ketinggian an tar kontur adalah tetap meskipun kerapatan berubah-ubah o Daerah datar mempunyai kontur jarang-jarang sedangkan daerah terjal mempunyai kontur rapat. o Beberapa tanda medan yang dapat dikenal dalam peta topografi: 1. Puncak bukit atau gunun g biasanya berbentuk lingkaran kecil, tertelak ditengah-tengah lingkaran kontur lainnya. 2. Punggungan terlihat sebagai rangkaian kontur berbentuk U yang ujungn ya melengkung menjauhi puncak 3. Lembahan terlihat sebagai rangkaian kontur berb entuk V yang ujungnya tajam menjorok kepuncak. Kontur lembahan biasanya rapat. 4 . Saddle, daerah rendah dan sempit diantara dua ketinggian 5. Pass, merupakan ce lah memanjang yang membelah suatu ketinggian 6. Sungai, terlihat dipeta sebagai garis yang memotong rangkaian kontur, biasanya ada di lembahan, dan namanya tert era mengikuti alur sungai. Dalam membaca alur sungai ini harap diperhatikan lemb ahan curam, kelokan-kelokan dan arah aliran. 7. Bila peta daerah pantai, muara s ungai merupakan tanda medan yang sangat jelas, begitu pula pulau-pulau kecil, ta njung dan teluk 8. Pengertian akan tanda medan ini mutlak diperlukan, sebagai as umsi awal dalam menyusun perencanaan perjalanan Kompas Kompas adalah alat penunj uk arah, dan karena sifat magnetnya, jarumnya akan selalu menunjuk arah utara-se latan (meskipun utara yang dimaksud disini bukan utara yang sebenarnya, tapi uta ra magnetis). Secara fisik, kompas terdiri dari : • Badan, tempat komponen lainnya berada • Jarum, selalu menunjuk arah utara selatan, dengan catatan tidak dekat de ngan megnet lain/tidak dipengaruhi medan magnet, dan pergerakan jarum tidak terg anggu/peta dalam posisi horizontal. • Skala penunjuk, merupakan pembagian derajat sistem mata angin. Jenis kompas yang biasa digunakan dalam navigasi darat ada du a macam yakni kompas bidik (misal kompas prisma) dan kompas orienteering (misal kompas silva, suunto dll). Untuk membidik suatu titik, kompas bidik jika digunak an secara benar lebih akurat dari kompas silva. Namun untuk pergerakan dan kemud ahan ploting peta, kompas orienteering lebih handal dan efisien. Dalam memilih k ompas, harus berdasarkan penggunaannya. Namun secara umum, kompas yang baik adal ah kompas yang jarumnya dapat menunjukkan arah utara secara konsisten dan tidak bergoyang-goyang dalam waktu lama. Bahan dari badan kompas pun perlu diperhatika n harus dari bahan yang kuat/tahan banting mengingat kompas merupakan salah satu unsur vital dalam navigasi darat Cttn: saat ini sudah banyak digunakan GPS [glo bal positioning system] dengan tehnologi satelite untuk mengantikan beberapa fun gsi kompas. Orientasi Peta Orientasi peta adalah menyamakan kedudukan peta denga n medan sebenarnya (atau dengan kata lain menyamakan utara peta dengan utara seb enarnya). Sebelum anda mulai orientasi peta, usahakan untuk mengenal dulu tandatanda medan sekitar yang menyolok dan posisinya di peta. Hal ini dapat dilakukan dengan pencocokan nama
puncakan, nama sungai, desa dll. Jadi minimal anda tahu secara kasar posisi anda dimana. Orientasi peta ini hanya berfungsi untuk meyakinkan anda bahwa perkiraa n posisi anda dipeta adalah benar. Langkah-langkah orientasi peta: 1. Usahakan u ntuk mencari tempat yang berpemandangan terbuka agar dapat melihat tanda-tanda m edan yang menyolok. 2. Siapkan kompas dan peta anda, letakkan pada bidang datar 3. Utarakan peta, dengan berpatokan pada kompas, sehingga arah peta sesuai denga n arah medan sebenarnya 4. Cari tanda-tanda medan yang paling menonjol disekitar anda, dan temukan tanda-tanda medan tersebut di peta. Lakukan hal ini untuk beb erapa tanda medan 5. Ingat tanda-tanda itu, bentuknya dan tempatnya di medan yan g sebenarnya. Ingat hal-hal khas dari tanda medan. Jika anda sudah lakukan itu s emua, maka anda sudah mempunyai perkiraan secara kasar, dimana posisi anda di pe ta. Untuk memastikan posisi anda secara akurat, dipakailah metode resection. Res ection Prinsip resection adalah menentukan posisi kita dipeta dengan menggunakan dua atau lebih tanda medan yang dikenali. Teknik ini paling tidak membutuhkan d ua tanda medan yang terlihat jelas dalam peta dan dapat dibidik pada medan seben arnya (untuk latihan resection biasanya dilakukan dimedan terbuka seperti kebun teh misalnya, agar tanda medan yang ekstrim terlihat dengan jelas). Tidak setiap tanda medan harus dibidik, minimal dua, tapi posisinya sudah pasti. Langkah-lan gkah melakukan resection: 1. Lakukan orientasi peta 2. Cari tanda medan yang mud ah dikenali di lapangan dan di peta, minimal 2 buah 3. Dengan busur dan penggari s, buat salib sumbu pada tanda-tanda medan tersebut (untuk alat tulis paling ide al menggunakan pensil mekanik-B2). 4. Bidik tanda-tanda medan tersebut dari posi si kita dengan menggunakan kompas bidik. Kompas orienteering dapat digunakan, na mun kurang akurat. 5. Pindahkan sudut back azimuth bidikan yang didapat ke peta dan hitung sudut pelurusnya. Lakukan ini pada setiap tanda medan yang dijadikan sebagai titik acuan. 6. Perpotongan garis yang ditarik dari sudut-sudut pelurus tersebut adalah posisi kita dipeta. Intersection Prinsip intersection adalah men entukan posisi suatu titik (benda) di peta dengan menggunakan dua atau lebih tan da medan yang dikenali di lapangan. Intersection digunakan untuk mengetahui atau memastikan posisi suatu benda yang terlihat dilapangan tetapi sukar untuk dicap ai atau tidak diketahui posisinya di peta. Syaratnya, sebelum intersection kita sudah harus yakin terlebih dahulu posisi kita dipeta. Biasanya sebelum intersect ion, kita sudah melakukan resection terlebih dahulu. Langkah-langkah melakukan i ntersection adalah: 1. Lakukan orientasi peta 2. Lakukan resection untuk memasti kan posisi kita di peta. 3. Bidik obyek yang kita amati 4. Pindahkan sudut yang didapat ke dalam peta 5. Bergerak ke posisi lain dan pastikan posisi tersebut di peta. Lakukan langkah 1-3 6. Perpotongan garis perpanjangan dari dua sudut yang didapat adalah posisi obyek yang dimaksud.
Azimuth - Back Azimuth Azimuth adalah sudut antara satu titik dengan arah utara dari seorang pengamat. Azimuth disebut juga sudut kompas. Jika anda membidik seb uah tanda medan, dan memperolah sudutnya, maka sudut itu juga bisa dinamakan seb agai azimuth. Kebalikannya adalah back azimuth. Dalam resection back azimuth dip eroleh dengan cara: • Jika azimuth yang kita peroleh lebih dari 180 maka back azimu th adalah azimuth dikurangi 180 . Misal anda membidik tanda medan, diperoleh azimu th 200 . Back azimuthnya adalah 200 - 180 = 20 • Jika azimuth yang kita peroleh kurang dari 180 , maka back azimuthnya adalah 180 ditambah azimuth. Misalkan, dari bidikan terhadap sebuah puncak, diperoleh azimuth 160 , maka back azimuthnya adalah 180 +16 0 = 340 Dengan mengetahui azimuth dan back azimuth ini, memudahkan kita untuk dapa t melakukan ploting peta (penarikan garis lurus di peta berdasarkan sudut bidika n). Selain itu sudut kompas dan back azimuth ini dipakai dalam metode pergerakan sudut kompas (lurus/ man to man-biasa digunakan untuk “Kompas Bintang”). Prinsipnya membuat lintasan berada pada satu garis lurus dengan cara membidikaan kompas ke depan dan ke belakang pada jarak tertentu. Langkah-langkahnya adalah sebagai be rikut: 1. Titik awal dan titik akhir perjalanan di plot di peta, tarik garis lur us dan hitung sudut yang menjadi arah perjalanan (sudut kompas). Hitung pula sud ut dari titik akhir ke titik awal. Sudut ini dinamakan back azimuth. 2. Perhatik an tanda medan yang menyolok pada titik awal perjalanan. Perhatikan tanda medan lain pada lintasan yang dilalui. 3. Bidikkan kompas seusai dengan arah perjalana n kita, dan tentukan tanda medan lain di ujung lintasan/titik bidik. Sudut bidik an ini dinamakan azimuth. 4. Pergi ke tanda medan di ujung lintasan, dan bidik k embali ke titik pertama tadi, untuk mengecek apakah arah perjalanan sudah sesuai dengan sudut kompas (back azimuth). 5. Sering terjadi tidak ada benda/tanda med an tertentu yang dapat dijadikan sebagai sasaran. Untuk itu dapat dibantu oleh s eorang rekan sebagai tanda. Sistem pergerakan semacam ini sering disebut sebagai sistem man to man. Merencanakan Jalur Lintasan Dalam navigasi darat tingkat lan jut, kita diharapkan dapat menyusun perencanaan jalur lintasan dalam sebuah meda n perjalanan. Sebagai contoh anda misalnya ingin pergi ke suatu gunung, tapi den gan menggunakan jalur sendiri. Penyusunan jalur ini dibutuhkan kepekaan yang tin ggi, dalam menafsirkan sebuah peta topografi, mengumpulkan data dan informasi da n mengolahnya sehingga anda dapat menyusun sebuah perencanaan perjalanan yang ma tang. Dalam proses perjalanan secara keseluruhan, mulai dari transportasi sampai pembiayaan, disini kita akan membahas khusus tentang perencanaan pembuatan meda n lintasan. Ada beberapa hal yang dapat dijadikan bahan pertimbangan sebelum and a memplot jalur lintasan. Pertama, anda harus membekali dulu kemampuan untuk mem baca peta, kemampuan untuk menafsirkan tanda-tanda medan yang tertera di peta, d an kemampuan dasar navigasi darat lain seperti resection, intersection, azimuth back azimuth, pengetahuan tentang peta kompas, dan sebagainya, minimal sebagaima na yang tercantum dalam bagian sebelum ini. Kedua, selain informasi yang tertera dipeta, akan lebih membantu dalam perencanaan jika anda punya informasi tambaha n lain tentang medan lintasan yang akan anda plot. Misalnya keterangan rekan yan g pernah melewati medan tersebut, kondisi medan, vegetasi dan airnya. Semakin ba nyak informasi awal yang anda dapat, semakin matang rencana anda.
Tentang jalurnya sendiri, ada beberapa macam jalur lintasan yang akan kita buat. Pertama adalah tipe garis lurus, yakni jalur lintasan berupa garis yang ditarik lurus antara titik awal dan titik akhir. Kedua, tipe garis lurus dengan titik b elok, yakni jalur lintasan masih berupa garis lurus, tapi lebih fleksibel karena pada titik-titik tertentu kita berbelok dengan menyesuaian kondisi medan. Yang ketiga dengan guide/patokan tanda medan tertentu, misalnya guide punggungan/guid e lembahan/guide sungai. Jalur ini lebih fleksibel karena tidak lurus benar, tap i menyesuaikan kondisi medan, dengan tetap berpatokan tanda medan tertentu sebag ai petokan pergerakannya. Untuk membuat jalur lintasan, ada beberapa hal yang pe rlu diperhatikan. 1. Usahakan titik awal dan titik akhir adalah tanda medan yang ekstrim, dan memungkinkan untuk resection dari titik-titik tersebut. 2. Titik a wal harus mudah dicapai/gampang aksesnya 3. Disepanjang jalur lintasan harus ada tanda medan yang memadai untuk dijadikan sebagai patokan, sehingga dalam perjal anan nanti anda dapat menentukan posisi anda di peta sesering mungkin. 4. Dalam menentukan jalur lintasan, perhatikan kebutuhan air, kecepatan pergerakan vegeta si yang berada dijalur lintasan, serta kondisi medan lintasan. Anda harus bisa m emperkirakan hari ke berapa akan menemukan air, hari ke berapa medannya berupa t anjakan terjal dan sebagainya. 5. Mengingat banyaknya faktor yang perlu diperhat ikan, usahakan untuk selalu berdiskusi dengan regu atau dengan orang yang sudah pernah melewati jalur tersebut sehingga resiko bisa diminimalkan. Penampang Lint asan Penampang lintasan adalah penggambaran secara proporsional bentuk jalur lin tasan jika dilihat dari samping, dengan menggunakan garis kontur sebagai acuan. Sebagaimana kita ketahui bahwa peta topografi yang dua dimensi, dan sudut pendan gnya dari atas, agak sulit bagi kita untuk membayangkan bagaimana bentuk medan l intasan yang sebenarnya, terutama menyangkut ketinggian. Dalam kontur yang kerap atannya sedemikian rupa, bagaimana kira-kira bentuk di medan sebenarnya. Untuk m emudahkan kita menggambarkan bentuk medan dari peta topografi yang ada, maka dib uatlah penampang lintasan. Beberapa manfaat penampang lintasan : 1. Sebagai baha n pertimbangan dalam menyusun perencanaan perjalanan 2. Memudahkan kita untuk me nggambarkan kondisi keterjalan dan kecuraman medan 3. Dapat mengetahui titik-tit ik ketinggian dan jarak dari tanda medan tertentu 4. Untuk menyusun penampang li ntasan biasanya menggunakan kertas milimeter block, guna menambah akurasi penerj emahan dari peta topografi ke penampang. Langkah-langkah membuat penampang linta san: 1. Siapkan peta yang sudah diplot, kertas milimeter blok, pensil mekanik/pe nsil biasa yang runcing, penggaris dan penghapus 2. Buatlah sumbu x, dan y. sumb u x mewakili jarak, dengan satuan rata-rata jarak dari lintasan yang anda buat. Misal meter atau kilometer. Sumbu y mewakili ketinggian, dengan satuan mdpl (met er diatas permukaan laut). Angkanya bisa dimulai dari titik terendah atau dibawa hnya dan diakhiri titik tertinggi atau diatasnya. 3. Tempatkan titik awal di sum bu x=0 dan sumbu y sesuai dengan ketinggian titik tersebut. Lalu peda perubahan kontur berikutnya, buatlah satu titik lagi, dengan jarak dan ketinggian sesuai d engan perubahan kontur pada jalur yang sudah anda buat. Demikian seterusnya hing ga titik akhir. 4. Perubahan satu kontur diwakili oleh satu titik. Titik-titik t ersebut dihubungkan sat sama lainnya hingga membentuk penampang berupa garis men anjak, turun dan mendatar. 5. Tembahkan keterangan pada tanda-tanda medan terten tu, misalkan nama-nama sungai, puncakan dan titik-titik aktivitas anda (biasanya berupa titik bivak dan
titik istirahat), ataupun tanda medan lainnya. Tambahan informasi tentang vegeta si pada setiap lintasan, dan skala penampang akan lebih membantu pembaca dalam m enggunakan penampang yang telah dibuat. (Susur Gua) CAVING 1. Sejarah Penelusuran Gua • Masa Primitif, gua dihuni oleh man usia Cro Magnon dan berlindung, kuburan dan untuk pemujaan roh leluhur • 1674, Joh n Beaumont seorang ahli bedah dan ahli geologi amatir dari Samerset Inggris mela kukan pencatatan laporan ilmiah penelusuran gua sumuran (potholing) yang pertama kali dan diakui oleh British Royal Society • 1670 - 1680, Baron Johann Valsavor d ari slovenia adalah orang pertama yang melakukan deskripsi terhadap 70 gua dalam bentuk laporan ilmiah lengkap dengan komentar, sketsa dan peta sebanyak 4 jilid dengan total mencapai 2.800 halaman. Atas jasanya British Royal Society memberi kan penghargaan ilmiah kepadanya • 1818, Kaisar Habsburg Francis I adalah orang ya ng pertama kali melakukan kegiatan wisata di dalam gua yaitu saat mengunjungi Gu a Adelsberg (Sekarang Gua Postonja di eks Yugoslavia). Kemudian Josip Jersinovic yaitu seorang pejabat di daerah tersebut tercatat sebagai pengelola gua profesi onal yang pertama • 1838, Pengacara Franklin Gorin adalah tuan tanah yang memiliki areal dimana gua terbesar dan terpanjang di dunia yaitu Mammoth Cave di Kentuck y AS. Olehnya gua tersebut dikomersialkan dan dipekerjakannya seorang mulatto be rnama Stephen Bishop berumur 17 tahun sebagai budak penjaga gua tersebut. karena tugasnya tersebut Stephen Bishop dianggap sebagai Pemandu Wisata Gua Profesiona l (Cave Guide) pertama. Mammoth Cave sendiri terdiri dari ratusan lorong (Stephe n Bishop menemukan sekitar 222 lorong) dengan panjang 300 mil hingga kini belum selesai ditelusuri dan diteliti. Tahun 1983 oleh usaha International Union of Sp eleology, Mammoth Cave diakui oleh PBB sebagai salah satu warisan dunia (World H erritage) • 1866-1888, pada masa ini diakui sebagai saat lahirnya Ilmu Speleologi yang dipelopori oleh Edouard Alfred Martel (1859-1938)berkat usaha kerasnya sela ma 5 yang diakui sebagai Bapak Speleologi Dunia. Semua ini tahun dalam suatu Kam panye Penelusuran Gua yang berisi metoda yang menggabungkan bidang Ilmu Riset Da sar dalam eksplorasi gua sehingga dapat dilakukan suatu penelitian yang Multi di sipliner dan Interdisipliner. Metoda tersebut diakui oleh para ahli sebagi cara yang paling tepat, konstruktif dan efisien dalam meneliti lingkungan gua. Bahkan tata cara tersebut dianggap sebagai pokok penerapan disiplin, tata tertib, etik a
dan moral kegiatan Speleologi Modern pada masa sekarang. 2. Speleologi Modern da n Perkembangannya di Indonesia Speleologi berasal dari kata Spelaion (Gua) dan L ogos (Ilmu) dalam bahasa Yunani. Arti umumnya adalah Ilmu Mengenal Gua namun sec ara khusus diartikan sebagai Ilmu Riset Dasar yang mempelajari lingkungan gua da n aspek ilmiah yang ada di dalamnya. Bidang ini menyangkut banyak cabang ilmiah dari bidang sains yang lain seperti Biologi (mikrobiologi), Geologi, Kimia, Mete orologi, Anthropologi, Arkeologi, Minerologi, Sedimentologi juga bidang ilmu yan g bersifat sosial seperti Ilmu Ekonomi, Geografi, Sosiologi, Sejarah, Turisme ba hkan Mistik dan Legenda. Di Indonesia baru ada pada pertengahan dekade 70-an. Di perkenalkan oleh dr. Robby Ko King Tjoen DV. melalui media massa. Tahun 1979 ber sama Norman Edwin (Alm.) mendirikan SPECAVINA club Caving pertama di Indonesia. Setelah bubar pada awal dekade 80-an maka pada Tanggal 23 Mei 1983 dr. Robby men dirikan HIKESPI (Himpunan Kegiatan Speleologi Indonesia) yang mendapat pengakuan Internasional dengan terdaftar di UIS (Union Internationale de Speleologie - an ggota Kelompok F UNESCO) dengan nama FINSPAC (Federation of Indonesian Speleolog ical Activities). Dan dari Pemerintah RI (terdaftar di LIPI sebagai organisasi a filiasi profesi ilmiah) sebagai satu-satunya organisasi yang mewadahi semua kegi atan speleologi di Indonesia secara resmi. Kegiatan di alam bebas semakin berkem bang. Mendaki gunung sudah sangat dikenal, meniti tebing terjal, bahkan menginja k puncak gunung es atau salju kini bukan lagi merupakan suatu impian. Ada satu k egiatan lain di alam bebas yang mulai berkembang, yaitu Telusur Gua. Jika bentuk kegiatan di alam bebas kebanyakan dilakukan di alam terbuka, tidak demikian hal nya dengan telusur gua ; kegiatan ini justru dilakukan di dalam tanah.Aktivitas Caving diterjemahkan sebagai ‘aktivitas penelusuran gua’. Setiap aktivitas penelusur an gua, tidak lepas dari keadaan gelap total. Justru keadaan seperti ini yang me njadi daya tarik bagi seorang caver, sebutan untuk seorang penelusur gua. Petual angan di lorong gelap bawah tanah menghasilkan pengalaman tersendiri. Perasaan i ngin tahu yang besar bercampur dengan perasaan cemas karena gelap total. Ada apa dalam kegelapan itu ? membahayakankah ? adakah kehidupan di sana ? Pertanyaan l ebih jauh bagaimana lorong-lorong itu terbentuk ? Pertanyaan yang kemudian timbu l, kemudian berkembang menjadi pengetahuan tentang gua dan aspeknya, termasuk mi steri yang dikandungnya. Maka dikenal istilah “speleologi”. Ruang lingkup ilmu penge tahuan ini tidak hanya keadaan fisik alamaiahnya saja, tetapi juga potensinya; m eliputi segi terbentuknya gua, bahan tambang, tata lingkungan, geologi gua, dan segi-segi alamiah lainnya. Kalau sebagian orang merasa enggan untuk mendekati “lub ang gelap mengangga”, maka para penelusur gua justru masuk kedalamnya, sampai berk ilo-kilometer jauhnya. Lubang sekecil apapun tak luput dari perhatiannya, jika p erlu akan ditelusuri sampai tempat yang paling dalam sekalipun. Mc. Clurg mencat at, setiap penelusuran gua tidak menginginkan lorong yang ditelusurinya berakhir , mereka mengharapkan di setiap kelokan di dalam gua dijumpai lorong-lorong yang panjangnya tidak pernah disaksikan oleh siapapun sebelumnya. Sehingga apabila o rang bertanya, “ Mengapa mereka memasuki gua ?”, barangkali catatan Norman Edwin ada lah jawabannya, “ Adalah suatu kepuasan bagi seorang penelusur gua bila lampu yang dibawanya merupakan sinar pertama yang mengungkapkan sebuah pemandangan yang me nakjubkan di bawah tanah”. 3. Macam dan Fungsi Gua Pengertian gua adalah "suatu lo rong bentukan alamiah di bawah tanah yang bisa dilalui oleh manusia, yang hanya bisa dilalui hewan saja disebut gua mikro". Dalam hal ini yang dimaksud adalah g ua alam, namun ada juga gua buatan manusia seperti tempat perlindungan perang da n lain-lain. Gua alam dibagi dalam beberapa jenis berdasarkan letak dan batuan p embentuknya, yaitu : • Gua lava : terbentuk akibat pergeseran permukaan tanah akib at gejala keaktifan vulkanologi, biasanya sangat rapuh karena terbentuk dari bat uan muda (endapan lahar) dan tidak memiliki ornamen batuan yang khas • Gua litoral : sesuai namanya terdapat di daerah pantai, palung laut ataupun
di tebing muara sungai, terbentuk akibat terpaan air laut (abrasi) • Gua batu gamp ing (karst) : adalah fenomena bentukan gua terbesar (70% dari seluruh gua di dun ia). Terbentuk akibat terjadinya peristiwa karst (pelarutan batuan kapur akibat aktifitas air) sehingga tercipta lorong-lorong dan bentukan batuan yang sangat m enarik akibat proses kristalisasi dan pelarutan gamping. Diperkirakan wilayah se baran karst Indonesia adalah yang terbesar di dunia • Gua pasir, gua batu halit, g ua es dsb. : adalah bentukan gua yang sangat jarang dijumpai di dunia, hanya mel iputi 5% dari seluruh jumlah gua di dunia. Fungsi gua : • Tempat berlindung (primi tif) manusia dan hewan • Tempat penambangan mineral (kalsit/gamping, guano) - temp at perburuan (walet, sriti, kelelawar) • Obyek wisata alam bebas dan minat khusus • Obyek sosial budaya (legenda, mistik) - gudang air tanah potensial sepanjang tah un • Laboratorium ilmiah yang peka, lengkap dan langka • Indikator perubahan lingkun gan paling sensitif • Fasilitas penyangga mikro ekosistem yang sangat peka dan vit al bagi kehidupan makro ekosistem di luar gua. 4. Apakah Speleologi Itu ? Penger tian Kata Speleologi adalah Ilmu mengenai gua atau ilmu yang mempelajari tentang lingkungan gua dan membahas berbagai aspek fisik dan biologisnya. Sedang caving adalah kegiatan penelusuran gua. Secara umum menurut ketentuan internasional, s etiap kegiatan penelusuran gua harus mempunyai tujuan ilmiah dan konservasi (ber laku untuk gua alam bebas). Sedangkan bila untuk tujuan wisata maka hanya diperk enankan pada gua-gua khusus yang telah dibuka sebagai obyek wisata dan telah dik elola secara profesional, lintas sektoral dan terpadu. 5. Terjadinya Gua Dan Jen isnya Dua unsur penting yang memegang peran terjadinya gua, yaitu rekahan dan ca iran. Rekahan atau lebih tepat disebut sebagai “zona lemah”, merupakan sasaran bagi suatu cairan yang mempunyai potensi bergerak keluar. Cairan ini dapat berupa lar utan magma atau air. Larutan magma menerobos ke luar karena kegiatan magmatis da n mengikis sebagian daerah yang dilaluinya. Apabila kegiatan ini berhenti, maka bekas jejaknya (penyusutan magma cair) akan meninggalkan bentuk gua, lorong, cel ah atau bentuk lain semacamnya. Ini sering disebut gua lava, biasanya di daerah gunung berapi. gambar 1. proses terbentuknya gua Proses yang terjadi terhadap ba tuan yang dilaluinya, tidak hanya proses mekanis, tetapi juga proses kimiawi. Ka renanya, dinding celah atau gua, biasanya mempunyai permukaan yang halus dan lic in. Pembentukan gua lebih sering terjadi pada jenis batuan gamping, karst, denga n komposisi dominan Kalsium Karbonat (CaCO3), disebut gua batu gamping. Batuan i ni sangat mudah larut dalam air, bisa air hujan atau air tanah. Oleh karenanya, reaksi kimiawi dan pelarutan dapat terjadi di permukaan dan di bawah permukaan. Tetapi sering kali ditemukan juga mineral-mineral hasil reaksi yang tidak larut di dalam air, misalnya kuarsa dan mineral ‘lempung’. Lazimnya bahan-bahan ini akan m embentuk endapan tersendiri. Sedangkan larutan jenuh kalsium, di tempat yang tid ak terpengaruh oleh tenaga mekanis, diendapkan dalam bentuk kristalin, antara la in berupa stalagtit dan stalagmit, yang tersusun dari mineral kalsit, dan varias i-variasai ornamen gua lainnya yang menarik untuk dilihat. Air cenderung bergera k ke tampat yang lebih rendah. Sama dengan yang terjadi di bawah permukaan. Sama dengan yang terjadi di bawah permukaan. Hal ini berakibat daya reaksi dan pengi kisan bersifat kumulatif. Tidak heran betapapun kecilnya sebuah celah tempat mas uknya air di permukaan dapat menyebabkan hasil pengikisan berupa rongga yang bes ar, bahkan lebih besar di tempat yang lebih dalam. Rongga yang terbentuk mestiny a berhubungan pula, hal ini mungkin karena sifat air yang
mudah menyusup ke dalam celah yang kecil dan sempit sekalipun. Ukuran besarnya g ua tidak hanya tergantung pada intensitas proses kimiawi dan pengikisan yang ber langsung, akan tetapi juga ditentukan oleh jangka waktu proses itu berlangsung. Sedangkan pola rongga yang terjadi di bawah permukaan tidak menentu. Seandainya ditemukan pola rongga yang spesifik (mengikuti arah tertentu) maka dapat diperki rakan faktor geologi ikut berperan, misalnya adanya sistim patahan atau aspek ge ologis lainnya. gambar 2. proses pembentukan stalaktit Selain jenis lava dan bat u gamping yang dapat menyebabkan terjadinya gua, jenis batu pasir juga kadang-ka dang memungkinkan terjadinya gua, demikian pula batuan yang membentuk lereng cur am di tepi pantai. Kedua jenis batuan yang terakhir ini, biasanya mengakibatkan terjadinya gua yang tidak begitu dalam. Tenaga yang mempengaruhinya adalah tenag a mekanis berupa hantaman air atau hempasan ombak. Gua yang terjadi di sini dise but gua laut. Di dalam proses pembentukan lorong ada banyak sekali kemungkinan b entuk, termasuk juga pembentukan apa yang kemudian kita sebut sebagai ornamen gu a atau speleothem, beberapa ornamen yang memiliki sifat sama diberi nama; dianta ranya; gambar 3. stalaktit dan straw 1. Aragonite : Crystalline / cristal yang t erbentuk dari CaCO3, jarang dijumpai. 2. Flow Stone : Kalsit (Calsite) yang terd eposisi (diendapkan) pada dinding lorong gua. 3. Gours : Kumpulan kalsit yang te rbentuk di dalam aliran air atau kemiringan tanah. Aliran ini mengandung banyak CO2. Semakin CO2 memuai (menguap), kalsit yang terbentuk semakin banyak. 4. Hele ctite : Formasi gua yang timbul dengan sudut yang berlawanan dari gaya tarik bum i. Biasanya melingkar. 5. Marble : Batu gamping yang mengalami perubahan bentuk dimetamorfasekan oleh panas dan tekanan sehingga merubah struktur yang unik dari batu tersebut. 6. Stalactite : Formasi kalsit yang menggantung 7. Stalacmite : Formasi kalsit yang tumbuh ke atas, di bawah atap stalactite. 8. Straw : seperti stalactite tapi diameternya kecil, sebesar tetasan air. 9. Styalalite : Garis g elombang yang terdapat pada potongan batu gamping. 10. Pearls : Kumpulan batu ka lsit yang berkembang di dalam kolam di bawah tetesan air. Disebut pearls karena bentuknya mirip mutiara. 11. Curtain : Endapan yang berbentuk seperti lembaran y ang terlipat, menggantung di langit-langit gua atau di dinding gua. 12. Column 1 3. Couli Flower 14. Rimstone Pool : Berbentuk seperti bendungan yang berbentuk k etika terjadi pengendapan air, CO2-nya menghilang dan menyisakan kalsit yang ber susun-susun. gambar 4. curtain, rimestone pool, pearl cave 5. Etika Penelusuran Gua • Moto Speleologi : o Jangan MENGAMBIL sesuatu, kecuali mengambil GAMBAR o Jan gan MENINGGALKAN sesuatu, kecuali meninggalkan JEJAK o Jangan MEMBUNUH sesuatu, kecuali membunuh WAKTU • Bertindak WAJAR o Tidak sok pamer atau menutup-nutupi kep andaian (merasa minder atau malu) o Jika tidak sanggup maka tidak memaksakan keh endaknya • Tunjukkan RESPEK Kepada Sesama Penelusur Gua o Tidak menggunakan perala tan atau bahan-bahan yang disediakan oleh rombongan lain tanpa persetujuan
o o Membahayakan penelusur gua yang lain, misalnya : Mengambil atau memutuskan tali yang terpasang Memindahkan peralatan ketempat lai n Menimpuk batu jika ada penelusur lain didalam gua o Menghasut penduduk disekit ar gua agar menghalang-halangi atau melarang rombongan lain masuk gua karena tid ak satu orang/kelompok pun boleh merasa memiliki kekuasaan/hak terhadap sebuah g ua bahkan bila dia itu seorang ahli yang menemukan gua tersebut pertama kali kec uali pemilik tanah di mana gua itu berada o Jangan melakukan penelitian yang sam a jika ada rombongan penelusur lain yang sedang mengerjakannya DAN BELUM DIPUBLI KASIKAN (kecuali mendapatkan ijin) o Jangan gegabah sebagai penemu sesuatu sebel um mendapat konfirmasi dari kelompok2 resmi yang lain o Jangan melaporkan hal-ha l yang tidak benar demi sensasi atau ambisi pribadi o Setiap usaha penelusuran g ua adalah USAHA BERSAMA dan hasil publikasi tidak boleh menonjolkan DIRI SENDIRI tanpa mengingat jasa SESAMA PENELUSUR o Jangan menjelek-jelekkan penelusur lain dalam publikasi walau penelusur itu mungkin melakukan hal-hal yang bersifat neg atif. Setiap publikasi negatif tentang sesama penelusur maka akan memberikan gam baran negatif terhadap semua penelusur gua. 6. Kewajiban • Konservasi lingkungan g ua harus menjadi TUJUAN UTAMA kegiatan Speleologi dan dilaksanakan sebaik-baikny a oleh SETIAP PENELUSUR • Membersihkan gua serta lingkungannya, menjadi kewajiban pertama para penelusur • Apabila sesama penelusur gua membutuhkan pertolongan daru rat para penelusur gua wajib memberikan pertolongan itu • Setiap penelusur gua waj ib menaruh respek terhadap penduduk sekitar gua. Minta ijin seperlunya, bila mun gkin secara tertulis kepada yang berwenang, tidak membuat onar atau melakukan ti ndakan-tindakan yang melanggar ketenteraman dan menyinggung perasaaan panduduk. Jangan merusak pagar, tanaman penduduk atau menganggu hewan milik penduduk. Seda pat mungkin menghormati dan mematuhi larangan2 yang diberikan pemuka masyarakat setempat berkaitan dengan gua yang akan ditelusuri demi menjaga martabat keperca yaan setempat • Bila meminta ijin dari instansi resmi yang berwenang, maka harus d irasakan sebagai kewajiban untuk membuat laporan dan menyerahkan hasilnya pada i nstansi tersebut. Apabila meminta nasihat pada penelusur atau seorang lainnya, m aka wajib pula menyerahkan laporan kepada kelompok penelusur atau penasehat pers eorangan itu • Bagian-bagian yang berbahaya dalam suatu gua wajib diberitahukan ke pada kelompok penelusur lain, apabila anda mengetahui adanya tempat-tempat yang berbahaya • Sesuai dengan pandangan NSS dari USA, dilarang memamerkan benda-benda mati atau hidup didalam gua untuk lingkungan NON penelusur gua dan NON Speleolog i. Hal ini untuk menghindari dorongan kuat yang hampir pasti timbul, untuk ikut mengambil benda-benda itu guna koleksi pribadi atau untuk melakukan penelusuran gua tanpa pengetahuan teknis dan ilmiah yang cukup. Bila perlu hanya di pamerkan dalam bentuk foto2 tanpa menyebutkan lokasi • NSS juga tidak menganjurkan usaha m empublikasikan penemuan2 di dalam gua atau lokasi dari gua sebelum diyakini betu l adanya pelestarian oleh yang berwenang, yang memadai. Perusakan lingkungan gua oleh orang awam menjadi tanggung jawab si penulis berita, apabila mereka mengun jungi gua2 itu sebagai akibat publikasi dalam media massa • Setiap terjadi musibah diwajibkan untuk di laporkan kepada sesama penelusur melalui media Speologi yan g ada, hal ini perlu supaya jenis musibah yang sama dapat dihindari • Menjadi kewa jiban mutlak bagi penelusur gua untuk memberitahukan kepada rekan-rekan terdekat lokasi mana akan pergi dan kapan ia akan diharapkan pulang.
Di tempat lokasi gua, para penelusur wajib memberitahukan penduduk nama dan alam at para penelusur dan kapan diharapkan selesai menelusuri gua. Wajib memberitahu kan penduduk siapa yang harus dihubungi, apabila penelusur belum keluar dari gua sesuai dengan waktu yang direncanakan • Para penelusur wajib memperhatikan keadaa n cuaca. Wajib meneliti apakah ada bahaya banjir didalam gua waktu turun hujan l ebat dan meneliti lokasi2 mana di dalam gua yang dapat dipergunakan untuk tempat menghindar dari banjir • Dalam setiap musibah setiap penelusur wajib bertindak de ngan tenang tanpa panik dan wajib patuh pada instruksi pemimpin penelusuran • Seti ap penelusur dianjurkan untuk melengkapi dirinya dengan peralatan dasar, untuk k egiatan yang lebih sulit digunakan peralatan yang memenuhi syarat dan ia wajib m empunyai pengetahuan tentang penggunaan peralatan itu • Setiap penelusur wajib mel atih diri dalam berbagai keterampilan gerak penelusuran gua dan keterampilan men ggunakan peralatan sekalipun dalam waktu2 non aktif • Setiap penelusur gua wajib m embaca berbagai publikasi mengenai gua dan lingkungannya agar pengetahuan tentan g Speleologi tetap berkembang, bagi yang mampu melakukan penyelidikan atau opser vasi ilmiah diwajibkan melakukan publikasi agar sesama penelusur dapat menarik m anfaat dari makalah2 itu. TEKNIK DALAM PENELUSURAN GUA Penelusuran Gua Horisonta l • Pada dasarnya setiap penelusur gua, harus memulai perjalanannya dalam kondisi tubuh fit . Malah dalam sebuah buku teks disebutkan, apabila badan terasa kurang fit, sebaiknya perjalanan eksplorasi gua dibatalkan (etika penelusuran gua). Ha l ini disebabkan karena udara di dalam gua sangat buruk, penuh deposit kotoran b urung dan kelelawar, ditambah kelembaban yang sangat tinggi. Mudah sekali dalam kondisi demikian seorang penelusur gua terserang penyakit paru-paru, beberapa pi oneer penelusur gua menghentikan kegiatan eksplorasinya karena terserang penyaki t ini. • Selain memerlukan kondisi tubuh yang baik, seorang penelusur gua sedikit banyak harus harus memiliki kelenturan tubuh dan yang terpenting tidak cepat men jadi panik dalam keadaan gelap dan sempit. Bentuk tubuh juga mempengaruhi kecepa tan gerak seorang penelusur gua. Penelusur Gua ideal adalah yang memiliki badan relatif kecil meskipun belum tentu menjadi jaminan akan menjadi penelusur handal . • Dalam penelusuran horisontal, kita lakukan gerak, jalan membungkuk, merangkak, merayap, tengkurap, dan kadang terlentang, menyelam serta berenang. Dengkul dan ujung siku merupakan sisi penting buat seorang penelusur atau caver. • Peralatan pribadi untuk gua horisontal 1. Helm 2. Caving sling 3. Cover all 4. Caving pack sack • Peralatan tim untuk gua horisontal 1. Perahu karet 2. Tali 3. Kamera 4. Ko mpas 5. Topofil Penelusuran Gua Vertikal • Sampai dengan saat ini, ada beberapa si stem yang digunakan dalam penelusuran gua vertikal. Yang dianggap terbaik karena efektifitasnya adalah Single Rope Technique (SRT). • SRT hanya menggunakan satu t ali tunggal, dan menggunakan prinsip pemindahan beban ketika menaiki tali terseb ut, sehingga menggunakan dua alat naik. • Peralatan Penelusuran Gua Vertikal Disin i hanya akan dibahas mengenai peralatan yang digunakan untuk keperluan SRT, dan sedikit alternatifnya.
A. Peralatan Pribadi Perlengkapan/peralatan yang disebutkan di bawah ini merupak an perlengkapan yang harus melekat pada seorang penelusur gua pada saat melakuka n penelusuran gua vertikal. Secara garis besar peralatan yang harus dikenakan pr ibadi dibagi menjadi 3, yaitu alat untuk naik, alat untuk turun dan peralatan pe nunjang. Peralatan Naik (ascender) Ada beberapa jenis peralatan yang dapat dikat egorikan dalam ascender, yang memiliki keistimewaan apabila terbeban akan semaki n mengunci ke tali. 1. Foot Loop Jammer Alat ini akan digunakan oleh tangan untu k menarik beban badan, dihubungkan dengan webbing ke sit harness, sehingga juga menjadi pengaman kita. Pada alat ini ditempatkan foot-loop (sling injak) dan sec urity link (tali pengaman). Alat ini menggunakan gigi-gigi runcing untuk menceng kram mantel dari tali, sehingga semakin terbeban akan semakin mengunci ke tali. Yang biasa digunakan sebagai Foot Loop Jammer adalah Jumar produksi Petzl, yang memiliki dua warna, kuning untuk tangan kiri, dan biru untuk tangan kanan. Ada b eberapa jenis ascender lain yang memiliki bentuk dan fungsi hampir sama dengan J umar Petzl, diantaranya CMI Jammer. 2. Chest Jammer Alat untuk naik yang prinsip nya hampir sama dengan Jumar, namun bentuknya lebih ringkas (tidak ada pegangan untuk tangan), dan dihubungkan langsung dengan Sit Harness dan Chest Harness, se lain sebagai alat naik, juga berguna untuk menjaga agar badan tetap sejajar deng an tali. Chest Jammer keluaran Petzl biasa disebut Croll yang memang sudah diran cang untuk kepentingan SRT. Jumar dan Croll merupakan dua alat utama yang diguna kan dalam SRT, ketika badan kita menggunakan Croll sebagai pengaman, dalam artia n beban kita bergantung di Croll, tangan kita dapat menggunakan Jumar untuk mena mbah ketinggian. Peralatan Turun (Descender) 1. Figure Of Eight Dapat digunakan sebagai alat turun, namun dalam SRT hal ini tidak dianjurkan, mengingat Figure O f Eight mengandalkan friksi dengan tali dengan cara membelokkan arah tali, semen tara tali yang digunakan di SRT adalah Tali Statis yang akan lebih mudah rusak a pabila arah gayanya diubah. 2. Bobin Descender Alat yang dikeluarkan Petzl ini, dikhususkan penggunaannya untuk menuruni tali pada SRT, yang digunakan adalah Bo bin Single Rope. Bobin digunakan oleh orang yang sudah terbiasa menuruni tali de ngan SRT, karena tidak memiliki kunci pengaman, kontrol kecepatan diatur oleh ta ngan kita. 3. Rack Rack memiliki batang-batang yang dapat dirubah posisinya, unt uk mengatur friksi antara alat dengan tali, hal ini akan mempengaruhi kecepatan. Rack akan relatif lebih dingin setelah pengunaan jangka panjang. 4. Auto Stop D escender Auto Stop merupakan alat turun yang paling aman untuk digunakan dalam m elakukan SRT. Hal ini karena Auto Stop dilengkapi dengan sistem kunci otomatis, dan dapat dipasang tanpa melepaskannya dari kaitan ke harness. Peralatan Penunja ng Merupakan peralatan yang juga harus dikenakan ketika melakukan SRT, yang diga mbarkan disini adalah prinsip-prinsipnya, bisa digunakan benda lain dengan prins ip sama 1. Sit Harness Ada berbagai jenis Sit Harness, untuk keperluan SRT Petzl khusus mengeluarkan Avanti. Sit Harness ini berbeda dengan harness untuk keperl uan memanjat ataupun canyoning. Avanti dapat diubah ukurannya sesuai dengan bada n kita, karena dalam melakukan SRT, ukurannya harus benar-benar tepat agar teras a nyaman. 2. Linking Maillon Semacam karabiner tetapi tidak memiliki sebuah gate (pintu dengan per). Maillon sangat kuat, terdiri dari berbagai tipe dan ukuran. Linking Maillon gunanya
sebagai penghubung foot-loop jammer dengan foot-loop dan safety link. Alternatif lain dapat menggunakan small oval screwgate carabiner. 3. Foot Loop Atau tangga , digunakan waktu naik meniti tali. Foot loop merk “Camp” dapat dipanjang dan pendek kan sesuai dengan keperluan. Alternatif lain memakai etrier atau sling. 4. Secur ity Link Disebut juga “safety link”, gunanya sebagai safety pada waktu naik. Terbuat dari Dynamic Climbing Rope, berdiameter 9mm. Panjangnya sejangkau tangan atau l ebih. Pada kedua ujungnya dibuat “figure of eight knot”. Ujung pertama di foot loop jammer dan ujung lainnya di attachment pada sit harness. Bisa juga menggunakan w ebbing. 5. Chest Harness Merupakan harness khusus di dada. Bentuknya seperti ang ka delapan. Chest harness berguna untuk menempatkan “petzl croll” waktu naik, sehing ga badan tetap sejajar dengan tali. Figure of eight chest harness merupakan perl engkapan standar. Alternatif lain memakai sling/chest strap. 6. Main Attachment Delta maillon 10mm adalah main attachment. Terbuat dari baja (steel) atau alumin ium. Main attachment merupakan tempat utama untuk berbagai kaitan/sangkutan. Sel ain untuk mengunci sit harness, delta maillon juga untuk mengkaitkan croll, secu rity link, cow’s tail dan descender. Untuk posisi main attachment tidak pernah dig unakan carabiner. 7. Cow’s tail Sebagai pengaman pada saat melewati sambungan tali dan pindah anchor, waktu menuruni tali atau menaiki tali. Cow’s tail dapat dibuat dari “climbing rope 11mm”. Panjangnya kemudian dilipat dua tidak sama panjang. Masi ng-masing ujungnya dibuat figure of eight knot juga bagian tengahnya, bagian yan g membagi dua. “loop” pada bagian tengah ini dikaitkan pada delta maillon. 8. Karabi ner Oval karabiner digunakan untuk cow’s tail sedangkan oval screw gate karabiner untuk descender. Pada umumnya dalam penelusuran gua vertikal digunakan ‘oval screw gate carabiner’. 9. Helmet Merupakan perlengkapan vital dan wajib dikenakan oleh para penelusur gua. Gunanya untuk melindungi kepala dari kemungkinan terbentur a tau tertimpa batu. ‘Petzl helmet’ diperlengkapi dengan lampu karbit. gambar 8. peral atan pribadi SRT B. Perlengkapan Tim 1. Tali Tali yang dipakai dalam penelusuran gua vertikal, harus mempunyai karakteristik sebagai berikut : kuat, memiliki da ya tahan terhadap gesekan, daya lentur kecil dan dapat menyerap kejut. Speleo ro pe memenuhi syarat ini. Biasanya, spleleo rope yang dipakai berdiameter 9,5 mm s ampai 11 mm. Pemeliharaan : Untuk memperpanjang umur tali, jauhkan dari asam (ac id), alkali, hindarkan dari kemungkinan gesekan dengan batu, atau gunakan “rope pa d” (alas tali). Cucilah tali setelah digunakan, tetapi jangan memakai sabun, pakai lah sikat halus. Jemur tali di tempat teduh da berangin, jangan sekali-kali menj emur di panas matahari. 2. Webbing Disebut juga tape (pita) terbuat dari nilon. Digunakan untuk membuat harness, anchor, dan lain-lain. 3. Perlengkapan lainnya Perlengkapan lain yang diperlukan seperti tas untuk membawa tali (rucksack, tack le bag), juga untuk membawa perlengkapan lainnya. Alat penerangan seperti lampu batre, lampu karbit, atau lainnya. Sebaiknya membawa batre atau karbit cadangan. Untuk membawa karbit dapat digunakan ban dalam mobil atau motor.
Untuk mengarungi sungai di dalam gua diperlukan perahu karet khusus. Tali Temali (Knots) Merupakan pengetahuan dasar yang wajib diketahui oleh penelusur gua. Si mpul-simpul yang biasa digunakan di dalam penelusuran gua, yaitu: 1. Bowline Dig unakan untuk membuat anchor karena sifatnya yang semakin mengikat apabila mendap at beban. Bowline juga digunakan dalam teknik rescue. Waktu membuat simpul ini, ujung tali harus overhand knot. gambar 9. Bowline dan Figure of 8 2. Figure of e ight Merupakan simpul yang paling penting karena sering digunakan. Mudah membuat nya dan melepaskannya. Dipakai untuk membuat anchor, sebagai tali belay dan untu k menyambung tali. 3. Tape knot Simpul ini digunakan untuk menyambung webbing de ngan menggabungkan kedua ujungnya. Tidak ada simpul lain untuk keperluan tersebu t. 4. Butterfly knot Berfungsi untuk mengikat tali yang patah sehingga tidak ter beban. Simpul ini untuk tali dengan beban vertikal. 5. Prusik knot Untuk prusikk ing (naik tali dengan bantuan prusik) gambar 10. Tape Knot dan Prusik Knot Sisti m Anchor Anchor merupakan sebuah “titik keamanan”. Anchor yang baik, menjamin kesela matan penelusur gua, saat menuruni sumuran (potholing) maupun pada saat kembali naik. Dalam verical caving dikenal sistim “back up” dengan menggunakan beberapa titi k (point). Selain untuk keamanan juga agar tali tergantung bebas (hang belay) , guna menghindari gesekan batu. Kegunaan lain anchor adalah , untuk membelay dan untuk keperluan tertentu, seperti hauling, lowering, rescue dll. Ada dua macam s istim anchor, yaitu : 1. Anchor Alam (Natural Anchor) Natural Anchor relatif san gat kuat, dengan memanfaatkan batu, pohon dan lain-lain. Caranya dengan melingka rkan sling pada batu atau pohon. Dapat juga langsung menggunakan tali, dengan si mpul bowline. gambar 11. Natural Anchor dan Artificial Anchor 2. Artificial Anch or Dinding gua biasanya tidak mempunyai rekahan, polos dan licin. Karenanya dibu at anchor buatan. Dalam vertikal caving, dapat menggunakan ‘bolt’, sedangkan piton d an chock jarang digunakan. Dua hal yang sangat penting untuk diperhatikan : 2. 1 Posisi Anchor : Posisi yang benar akan menghindarkan tali dari gesekan batu 2.2 Periksa keadaan dinding gua sebelum dipasang anchor, dengan cara mengetukkan ha mmer ke dinding gua. Bunyi gaung yang hampa menandakan batu yang rapuh. gambar 1 2. rigging the rope Abseiling (teknik menuruni tali) Dengan sistem SRT, teknik m enuruni menjadi sangat mudah dan nyaman, dibandingkan dengan penggunaan tangga g antung yang rumit. Yang harus diingat ialah ketika melakukan SRT badan kita haru s selalu berada dalam kondisi aman, dalam artian ada paling tidak satu buah peng aman yang menjaga apabila terjadi sesuatu. Dalam hal ini, pengaman yang paling t erakhir dilepas dan paling awal dipasang adalah Cow’s Tail. Cara menuruni tali : P ertama pasang cow’s tail pada back up belay, kemudian pasang tali pada descender. Setelah descender terpasang, lepaskan cow’s tail dan lakukan abseiling. Tangan
kiri pada descender, sedangkan tangan kanan memegang tali bawah sebagai kontrol laju pada waktu turun. Kecepatan waktu abseiling sebaiknya konstan, jangan terla lu cepat atau tersendatsendat selain berbahaya juga akan merusak tali. Untuk men gurangi laju percepatan gunakan carabiner untuk menambah friksi. Carabiner ini d ikaitkan pada main attachment. Sebelum melakukan abseiling, jangan lupa membuat simpul pada ujung tali. gambar 12. memasang dan mengunci autostop Pindah Anchor (passing a re-bellay on the descend) Seringkali pada saat penelusuran gua harus memasang anchor lebih dari satu. Untuk dapat melewati anchor waktu turun atau na ik, diperlukan pengetahuan atau teknik pindah anchor. Teknik pindah atau melewat i anchor : - Pasang cow’s tail pendek pada anchor, pada saat posisi descender seja jar dengan anchor. - Turun lagi sampai beban ada pada cow’s tail pendek, pasang co w’s tail panjang pada hang belay, buka descender yang sudah bebas beban. - Buka co w’s tail pendek dengan cara berdiri pada foot loop. - Lanjutkan abseiling, lepaska n cow’s tail panjang dan lepas foot loop jammer. Pindah Sambungan (Passing a knot on the descend) Kadang-kadang tali yang digunakan untuk menuruni gua tidak cukup panjang dan harus disambung dengan tali lain agar dapat mencapai dasar. Teknik melewati sambungan : - Turunkan descender hingga menyentuh sambungan tali - Pasa ng cow’s tail pada safety loop figure of eight - Pasang chest jammer, croll pada t ali di atas descender, jangan terlalu jauh atau terlalu dekat - Buka descender d an pasang di tali bawah sambungan dengan posisi mengunci - Buka croll, dengan ba ntuan foot loop - Lanjutkan abseiling setelah melepas cow’s tail dan foot loop jam mer. Prussiking (teknik menaiki tali) Yaitu bagaimana supaya penelusur gua dapat tiba kembali ke permukaan. Dalam vertikal caving, telah dikembangkan berbagai t eknik memakai tali dengan kelemahan dan kelebihannya. Ada dua system, yaitu : 1. Rope Walking System Ciri utama dari sistim ini adalah kedua kaki diikat pada as cender yang terpisah, sehingga setiap kaki dapat bergerak dengan bebas. Gerakan yang terlihat seperti seorang yang sedang menaiki tangga. Semakin tegak badan se seorang, semakin efisien sistim ini berjalan. Rope walking system terdiri dari F loating system, Basis Mitchell system, Pigmy system dan gabungan ketiganya. gamb ar 13. sit-stand system 2. Sit-stand system Berbeda dengan rope walking system, pada sistim ini tidak menggunakan dua ascender, tetapi cukup hanya satu ascender . Kedua kaki bergerak bersama, sehingga beban ditopang bersama. Keuntungannya ka ki tidak cepat capai dan mudah untuk istirahat. Sit stand system terdiri dari fr og system, inchworm system, texas system dan a one ascender prusik system. Dari keempat sistim, frog system paling sering digunakan karena efisien dan aman. Fro g system menggunakan satu jummar dan chest jammer croll di dada. Tangan kanan me ndorong jumar ke atas, sehingga kedua kaki dalam foot loop berada dalam posisi t erlipat. Pada posisi berdiri, croll ikut bergerak ke atas, sampai berada di bawa h jummar. Demikian seterusnya. Pindah anchor (passing a re-belay on the ascend)
Seperti pada abseiling, teknik melewati anchor waktu naik tidak banyak berbeda. Teknik melewati anchor : - Pasang cow’s tail pada anchor - Pindahkan foot loop jam mer ke tali di atas anchor berdiri - Berdiri di foot loop, buka croll dan pasang pada tali atas. - Buka cow’s tail dan lanjutkan ascending. Pindahan sambungan (pa ssing a knot in the ascend) - Pasang cow’s tail pada ‘safety loops’ figure of eight kn ot. - Pindahkan foot loop jammer ke tali di atas sambungan. - Berdiri di foot lo op, buka croll dan pasang tali atas. - Buka cow’s tail dan lanjutkan ascending. KE MUNGKINAN KECELAKAAN YANG TERJADI Sebagian besar kecelakaan yang terjadi di dala m gua, berasal dari kesalahan si penelusur sendiri. Dalam keadaan yang sangat ge lap sering kali seorang penelusur melakukan kesalahan dalam menaksir jarak, sehi ngga sebuah lubang yang cukup dalam, terlihat dangkal. Tipuan ini menyebabkan ia merasa mampu untuk meloncat ke dalam lobang tersebut. Etikanya tidak diperkenan kan melakukan lompatan apapun di dalam gua. Tertimpa batu, merupakan kejadian ya ng sering terjadi, karena runtuhan alami akibat rapuhnya dinding gua atau akibat ketidaksengajaan si penelusur gua yang menyebabkan jatuhnya batuan dan menimpa penelusur lain. Helm menjadi wajib dikenakan untuk melindungi kepala. Jenis kece lakaan yang lain, akibat buruknya atau tidak memenuhi syarat perlengkapan yang d ipakai, misalnya tali putus, ascender tidak berfungsi. Oleh karena itu perawatan dan pemeliharaan alat-alat setelah digunakan mutlak dilakukan. Jangan ragu-ragu untuk memotong tali pada bagian yang terkoyak akibat gesekan, misalnya. Bahaya banjir merupakan faktor penyebab utama kecelakaan lainnya. Demikian pula faktor suhu udara yang dingin, perlu diperhatikan terutama pada saat melakukan eksplora si di gua yang basah. Kejadian-kejadian di atas bukan tidak mungkin untuk dihind ari, semuanya tergantung dari persiapan dan pengalaman yang dimiliki oleh penelu sur gua. PEMETAAN Dalam kegiatan penelusuran gua, pemetaan merupakan suatu hal y ang penting, bahkan pemetaan dapat disebut sebagai aspek ilmiah dari suatu kegia tan yang bersifat petualangan. Meskipun sebenarnya banyak penelitian ilmiah yang dapat dilakukan di dalam gua, seperti penelitian Biologi, Geologi, Geomorfologi , Arkeologi, Hidrologi, Geografi, dan lain sebagainya. Tetapi sebenarnya pemetaa n menduduki posisi yang paling penting. Boleh-boleh saja dalam penelusuran gua t idak melakukan penelitian Biologi atau Geologi atau yang lainnya, tetapi pemetaa n merupakan hal yang wajib dikerjakan oleh seorang yang berpredikat ‘caver’. Begitu penting pemetaan, sampai-sampai ada seorang teman dari jurusan Geografi yang men yatakan bahwa “sebuah peta lebih mempunyai banyak arti daripada seribu kata-kata”. P emetaan merupakan bagian dari kegiatan yang bersifat perekaman atau pendokumenta sian. Dalam hal ini adalah yang berhubungan dengan rekaman bentukan fisik gua, m isalnya bentuk atau denah lorong, panjangnya, tingginya, keletakan ornamen, apa saja ornamennya, posisi aliran air, lumpur, sump, dan lain sebagainya. Pemetaan sebuah gua merupakan salah satu upaya untuk mendokumentasikan gua tersebut, sehi ngga peta tersebut akan menjadi informasi untuk penelusur gua lainnya, ia akan m engetahui denah guanya, ukurannya, ornamen yang menghiasinya, dan lain sebagainy a, jauh dari sebelum ia sendiri memasuki gua tersebut. Pemetaan juga memberikan informasi ilmiah yang berguna bagi penelitian ilmu pengetahuan. Peta gua juga be rarti sebagai bukti seorang caver telah memasuki atau mengeksplorasi suatu gua.
Peta Gua Sebuah Peta Gua yang baik, akan dapat memberikan gambaran kepada orang yang membaca peta tersebut dengan mudah. Sehingga sebuah peta gua harus Informat if, dan Komunikatif. Dianggap informatif apabila, data-data yang perlu diketahui dapat ditemukan disini, dalam hal ini data-data yang dibutuhkan untuk sebuah ke pentingan eksplorasi. Tentu akan berbeda dengan peta yang dibuat untuk kepenting an penelitian, atau wisata misalnya. Dan peta tersebut akan komunikatif apabila dalam hasil akhirnya tidak membingungkan orang yang membacanya, memiliki alur da n susunan yang jelas dan sesuai dengan aturan yang telah disetujui bersama. Peta sebuah gua minimal menerangkan tentang; 1. Penampang Atas, atau denah lorong un tuk menunjukkan bentukan, arah dan belokan lorong. 2. Penampang Samping, Irisan, atau Section untuk menunjukkan ketinggian lorong, dan kemiringan gua tersebut. 3. Simbol Ornamen, simbol-simbol yang telah disepakati untuk mewakili ornamen ya ng terdapat di dalam gua tersebut. 4. Potongan Stasiun, ditiap titik yang dijadi kan sebagai pos atau stasiun digambarkan potongannya. 5. Data Gua, keterangan me ngenai gua tersebut, namanya, letak geografis dan administratifnya, surveyornya, dan tanggal dilakukan survey untu pemetaan. Hal ini termasuk penting mengingat perubahan bentukan gua dapat terjadi setiap saat. 6. Skala, untuk menunjukkan pe rbandingan, biasanya digunakan skala batang karena lebih mudah untuk membayangka n keadaan sebenarnya. 7. Arah Utara Peta 8. Legenda, atau keterangan simbol. Apa bila sudah terdapat hal-hal tersebut, maka peta gua yang dibuat seharusnya sudah mampu memberikan informasi yang cukup bagi penelusur gua lainnya. Sebuah peta g ua tentunya juga memiliki tingkat akurasi yang berbeda-beda. Di dunia ada bebera pa penilaian terhadap keakuratan tersebut, tergantung pada kesepakatan federasi masing-masing. Saat ini, yang lazim digunakan di Indonesia adalah sistem grade y ang digunakan di Eropa, yang memakai skala 1 sampai 6. Mengenai hal ini akan dij elaskan lebih lanjut di tahap pendalaman. Untuk mendapatkan informasi yang akan dituangkan ke dalam peta gua, ada beberapa prosedur pemetaan yang harus dilakuka n. Sekilas prosedur-prosedur ini akan tampak merepotkan ketika mengeksplorasi se buah gua, namun sebenarnya kerepotan tersebut akan terbalas dengan hasil yang na ntinya kita dapatkan. Alat-alat perlengkapan pemetaan 1. Drafting film atau Koda k Trace sejenis kertas kedap air, seperti kertas kalkir tetapi lebih tebal dan k edap air juga bisa dihapus jika menggunakan alat tulis pinsil. 2. Topofil, alat untuk mengukur jarak antara stasiun. Kalau tidak ada dapat juga dipakai rollmete r. 3. Alas tulis dan alat tulis (pinsil, penghapus, dan serutan) 4. Kompas, alat untuk mengukur sudut deviasi atau azimuth. Biasanya kompas Silva atau Suunto ya ng digunakan. 5. Clinometer, alat untuk mengukur kemiringan gua (turun atau naik ) Suunto PM5/360 adalah Clinometer yang terbaik. gambar 15. contoh simbol peta gua Prosedur Pemetaan
Prosedur pemetaan yang dimaksud disini adalah teknis pengambilan data untuk meng hasilkan sebuah peta gua, data-data tersebut akan dicatat di sebuah catatan lapa ngan untuk kemudian diterjemahkan. Secara garis besar, pengambilan data dilakuka n dengan membuat bentukan kasar gua yang dieksplorasi, dengan cara mengambil beb erapa titik untuk dijadikan sebagai stasiun. Di stasiun-stasiun tersebutlah data -data direkam, diantaranya arah lorong, ketinggian lorong, kemiringan antara sta siun, tinggi langit-langit gua, lebar lorong dan keterangan lainnya. Pemetaan da pat dilakukan oleh minimal dua orang, dimana satu orang menjadi leader yang meme gang ujung alat ukur dan menentukan posisi stasiun, sementara orang kedua menjad i pencatat data yang memasukkan data ke dalam field note. Leader, adalah orang y ang berhak menentukan posisi stasiun. Satu titik dapat dijadikan stasiun karena beberapa sebab yaitu; - Lorong yang dieksplorasi berubah arah - Leader sudah tid ak dapat terlihat oleh orang kedua - Terdapat kemiringan yang ekstrim - Terdapat perubahan bentukan lorong yang ekstrim - Terdapat ornamen yang unik - Jarak den gan stasiun terakhir sudah menjadi jarak maksimal untuk membuat peta dengan grad e tertentu. Satu hal yang mutlak diperhatikan adalah bahwa posisi leader harus m asih terlihat oleh pencatat data. Contoh catatan lapangan Keterangan : STS; Adal ah nama stasiun, dapat dinamakan sesuai kehendak, misalnya A-B,B-C, atau 1-2,2-3 , dll. Jarak; adalah jarak antara stasiun yang satu dengan yang lainnya Azim.; a dalah sudut yang ditunjukkan oleh kompas antara satu stasiun dengan stasiun dise pannya Clino; adalah derajat kemiringan antar stasiun, biasanya + apa bila stasi un didepannya lebih tinggi, dan - bila stasiun didepannya lebih rendah. Kanan da n Kiri; adalah jarak dari poros orang ke dinding gua kanan dan kiri. Atas dan Ba wah; adalah Tinggi dan kedalaman gua. Keterangan; diisi dengan hal-hal khusus ya ng ditemui, seperti ornamen yang unik, keterangan mengenai bentukan lorong, dll Selain itu dalam pemetaan, pencatat data juga membuat sketsa lorong dan irisan s tasiun yang akan memudahkan pembuatan peta gua. Cara Kerja 1. Stasiun A biasanya pada mulut atau pintu masuk gua. Di sini berdiri pencatat data yang membawa kom pas, clinometer dan catatan lapangan. 2. Leader membawa topofil atau rollmeter ( ujung benang atau pita meter dipegang oleh Pencatat data) hingga tempat yang dia nggap sebagai stasiun B 3. Pencatat data mencatat hasil pengukuran panjang, azim uth, clino juga mencatat lebar kiri dan kanan lorong pada stasiun A pada lembar catatan lapangan. 4. Pencatat data juga membuat sketsa denah lorong gua antara s tasiun A dan stasiun B. Pekerjaan ini dapat dibantu dengan adanya benang atau pi ta meter yang memanjang antara stasiun A dan stasiun B. Pintu masuk juga dibuat denah dan irisannya. 5. Rekam dan catat juga atau ploting pada sketsa jika dijum pai hal-hal yang istimewa atau khusus, seperti adanya stalagmit yang besar atau adanya aliran air, flowstone, dsb. 6. Selanjutnya pencatat data menuju stasiun B dan surveyor 2 menuju stasiun C dan kembali melakukan pengukuran, pemetaan dan pembuatan sketsa denah. 7. Pada prakteknya dapat dilakukan bergantian 8. Jangan lupa membuat gambar potongan / irisan dari lorong-lorong tertentu atau khusus. M enyalin data lapangan menjadi sebuah peta gua Langkah pertama yang harus dilakuk an di tahap ini adalah menyalin kembali data
lapangan sesegera mungkin, karena catatan lapangan kita pasti akan kotor, dan ke mungkinan tidak jelas terbaca. Kemudian kita membuat peta gua kasar di kertas mi limeter block. Data Azimuth, Kanan, kiri dan jarak akan berguana dalam membuat P enampang atas atau denah, sementara data kemiringan, atas dan bawah akan berguna untuk membuat irisan atau penampang samping. Setelah itu, kita dapat menyalin d raft peta yang telah kita buat ke kertas kalkir, dan kemudian ditambahkan keleng kapan-kelengkapan lainnya. gambar 16. contoh peta gua Hambatan Berbeda dengan pe mbuatan / survey pemetaan yang biasanya dilakukan di tempat terbuka, maka pemeta an gua sepenuhnya dilakukan di dalam gua, jauh di bawah muka bumi. Kondisi gua y ang pastinya gelap total, hanya ada penerangan lampu karbit yang terbatas cahaya nya, belum lagi lantai gua yang penuh lumpur, ruangan yang sempit, dan waktu yan g terbatas dimana kita tidak dianjurkan lupa waktu di dalam gua. Tetapi itu semu a bukan menjadi alasan untuk tidak melakukan pemetaan gua, lebih-lebih bagi mere ka yang mengaku sebagai ‘caver’. Yang ingin digarisbawahi di sini adalah bahwa apapu n kondisinya seorang caver wajib membuat peta gua di dalam eksplorasinya, khusus nya gua-gua yang belum dipetakan. 7. Peralatan Peralatan itu dapat dibagi menjad i dua katagori : A. Perlengkapan pribadi : • Lampu, syaratnya harus bisa ditempelk an pada helm • Helm, diusahakan yang tidak mudah pecah. Jika ternyata pecah tidak akan melukai kepala • Coverall (Werkpak), dengan warna yang menyolok • Sarung tangan , sebaiknya dari kulit yang lemas atau karet • Sepatu, usahakan yang tinggi sehing ga dapat melindungi dari gigitan binatang berbisa atau terkilirnya pergelangan k aki • Sumber cahaya cadangan, bisa berupa lilin senter korek api • Peluit, sebagai a lat komunikasi darurat. Perlengkapan tersebut hanya dapat dipergunakan untuk gua Horisontal (datar), atau gua yang agak rumit hingga memerlukan keterampilan unt uk mendaki dan menuruni secara bebas tanpa peralatan (Free Climbing). Perlengkap an pribadi ini harus diperluas apabila hendak melakukan penelusuran dalam jangka waktu yang lama, banyak terdapat air dan banyak memiliki lorong. • Tempat air min um, dibutuhkan bila penelusuran lebih dari 3 jam, dapat pula untuk mengisi tabun g karbit • Makanan, harap dibawa jika menelusuri gua lebih dari 6 jam • Pakaian, yan g kering luar dan dalam • Pelampung, untuk berenang • Masker hidung, ini terutama di gunakan untuk gua yang banyak Guano-nya (penyebab sakit paru-paru) • Alat tulis ke dap air, untuk penelusuran yang rumit dan jauh sebagai catatan perjalanan dan un tuk keperluan pemetaan • Peralatan pemetaan, klinometer, rollmeter, kompas prisma, altimeter, barometer, thermometer dan tripod • Alat penunjuk jalan, alat ini bisa berupa bendera, benang dll. dipergunakan untuk gua yang banyak lorongnya • Jam ta ngan kedap air, penunjuk waktu yang akurat sangat penting dalam penelusuran. • Ala t fotografi, untuk keperluan dokumentasi diperlukan kamera SLR, lampu kilat mini mum 2 unit, aneka lensa filter, lensa zoom, shutter release, tripod dan bila ada kamera tahan air. Untuk melakukan eksplorasi gua vertikal atau sumuran, tentuny a peralatan tersebut diatas tidak memadai. Untuk keperluan tersebut dikenal suat u cara yang disebut SRT (Single Rope Technique) atau teknik menaiki dan menuruni tali tunggal, maka kita
harus melengkapi dengan alat lainnya yaitu : • Sit Harnes (dada), tali pengaman da da • Harnes duduk, tali pengaman/tambatan pinggang • Buntut sapi (Cow s Tails) atau tali pengaman darurat • Maillon Rapide (Delta), penyambung harnes dan tempat menga it alat • Croll (Chest Jammer) alat menaiki tali • Hand Jammer, alat menaiki tali • De cender, alat untuk menuruni tali • Tali prusik, 2 pasang • Webbing, tali pita. B. Pe rlengkapan kolektif : Peralatan ini sangat dibutuhkan untuk kegiatan bersama (be regu) dan harus ada seseorang yang bertanggung jawab pada peralatan tersebut. Pe meliharaan barang kolektif ini sebaiknya dilakukan bersama dan dapat juga dituga skan kepada satu orang. Sebaiknya yang memelihara alat tersebut diserahkan pada orang yang mengerti pada peralatan tersebut, jangan diberikan pada pemula karena sensitifnya peralatan. Namun adakalanya kecenderungan dalam suatu organisasi un tuk melimpahkan tanggung jawab tersebut pada pemula, dalam hal ini sangatlah tid ak tepat. • Tali, dalam hal ini mutlah diperlukan dalam kegiatan penelusuran gua v ertikal. Alat ini sangat sensitif dan nyawa penelusur bergantung pada kualitas d an cara pemeliharaannya. Untuk penelusuran dipergunakan tali statik atau tali Sp eleo dan diperlukan yang berdiameter 9 - 11 mili. Untuk panjang tali disesuaikan dengan kebutuhan • Tangga kawat baja, sangat fleksibel dalam penggunaannya dan mu dah dibawa. Sangat aman untuk melintasi air terjun terurtama jika rombongan seba gian besar kurang mampu menggunakan peralatan SRT. Tiap penggunaan tangga baja i ni harus menggunakan pengaman (Safty line) tali dinamis • Tas besar (speleo bag), untuk tempat tali atau peralatan yang lainnya • Perahu karet, untuk mengarungi sun gai atau danau • Pulley, sering disebut dengan katrol dan bermanfaat untuk Rescue 8. Bahaya-bahaya Survival dalam caving tidaklah dimungkinkan, oleh karena itu ke celakaan di dalam gua selalu berakibat fatal. Karena dilakukan dalam keadaan gel ap total maka tingkat kesulitan dan resiko setiap aktifitas adalah 2 kali lipat daripada di luar gua. Apalagi di Indonesia belum ada (belum mampu) membentuk sua tu tim rescue (SAR) gua baik secara lokal maupun nasional walaupun telah banyak gua dibuka sebagai obyek wisata. Di luar negeri fasilitas SAR adalah sarana mutl ak bagi penyelenggaraan suatu obyek wisata gua. NSS USA menyebutkan usia minimum penelusur gua (profesional dan amatir) adalah 20 tahun sebagai batas psikologis (kecuali beberapa gua wisata khusus mengijinkan siswa SD masuk). Alasan utamany a karena 90% kejadian kecelakaan menimpa mereka dengan klasifikasi "Young (Teena ger) Male Unafiliated Novice" (Remaja/anak lakilaki belasan tahun yang tidak ter latih dan tidak terdaftar pada kelompok speleologi resmi). Namun di Indonesia ti dak ada ketentuan batasan umur, bahkan di daerah tertentu seperti di Karang Bolo ng Jawa Barat remaja belasan tahun telah memasuki gua untuk menambang kapur atau sarang burung walet dengan peralatan tradisional. Maka jelas sekali bahwa kesta bilan emosional dan keterlatihan/keterampilan yang memadai adalah syarat utama k eselamatan penelusuran. Bahkan secara internasional syarat keterampilan ini seha rusnya dinyatakan dalam bentuk sertifikasi yang dikeluarkan melalui kursus / pel atihan resmi oleh Federasi Speleologi setempat (di Indonesia adalah HIKESPI). Ol eh karena itu tidaklah berlebihan apabila kalangan penelusuran gua memiliki mott o keselamatan "SEDIA PAYUNG SEBELUM MENDUNG" sehingga tidak cukup bersiaga dikal a ada gejala bahaya namun justru jauh sebelum itu. Maka estimasi perubahan situa si harus senantiasa diperhatikan. Tingginya jam terbang, pengetahuan, keterampil an dan senioritas tidak cukup dijadikan patokan keamanan karena apa yang bakal d ihadapi di dalam gua tidak seorangpun dapat memastikan. Etika pencegahan kecelak aan adalah : ¡
• Tidak memaksakan menelusuri gua bila badan kurang sehat • Keterampilan kurang teru tama pada gua vertikal • Peralatan tidak lengkap, kurang terawat dan sudah uzur • Ke siapan mental kurang (sedang patah hati atau stress) • Anggota terlemah adalah pat okan standar penelusuran, apabila anggota terlemah mengalami gangguan maka saat itu juga penelusuran harus dihentikan tanpa dapat ditawar lagi • Jumlah anggota ke lompok tidak kurang dari 4 orang • Jangan masuk gua di musim hujan, seorang penelu sur gua pada masa ini biasanya cuti kegiatan dan hanya diisi dengan latihan ring an atau memperdalam pengetahuan • Mintalah ijin kepada orang tua dan aparat daerah setempat dan instansi terkait sekaligus berpamitan dengan sejujurnya tentang tu juan dan lokasi kegiatan, perhatikan dengan cermat serta patuhi segala wejangan atau nasihat mereka • Tinggalkanlah pesan sebagai berikut : o Hari, tanggal o Nama pemimpin kelompok, alamat, no. telepon o Nama, alamat, telepon anggota lain o T ujuan memasuki gua : ILMIAH/OLAH RAGA/WISATA o Nama gua, lokasi : (dukuh, desa, kecamatan, kabupaten) - Mulai masuk gua pukul, rencana keluar pukul APABILA SAMP AI PUKUL ..... BELUM KELUAR GUA MAKA MUNGKIN TELAH TERJADI KECELAKAAN MAKA HARAP SEGERA MELAPOR KEPA- DA LURAH, POLISI DAN MEMINTA BANTUAN DENGAN MENGHUBUNGI: NAMA, ALAMAT, NOMER TELEPON - NAMA, ALAMAT, NOMER TELEPON SEGALA PERONGKOSAN/UA NG YANG DIPERLUKAN UNTUK MENERUSKAN BERITA INI AKAN DIGANTI DUA KALI LIPAT. TERI MA KASIH. Formulir ini diberikan kepada pejabat dan instansi berwenang setempat dan ditempel di kaca mobil. Macam-macam bahaya : • Terjatuh, seringkali akibat kes alahan estimasi terhadap jarak (distorsi) karena gelap. Melompat adalah hal yang haram dalam kegiatan penelusuran gua • Kekurangan oksigen dan gas beracun, lorong penuh kelelawar atau tumpukan guano, banyak terdapat akar pohon menjulur, tidak berair, berbau belerang dan pengap harus dihindari karena penuh dengan kandunga n gas beracun seperti CO dan HS. Tanda-tanda umum kurangnya oksigen atau seranga n gas racun biasanya terjadi pening dan halusinasi • Keruntuhan atap dan meledak, adalah kejadian tak terduga yang tidak dapat dihindari bisa diakibatkan gempa bu mi atau ledakan dalam gua (jangan membuang sisa karbit dalam gua atau masuk ke l orong penuh guano dengan lampu karbit). Untuk menghindarinya perhatikan apakah l okasi tersebut merupakan bekas penambangan kapur atau dekat dengan lokasi peleda kan dinamit sebuah proyek • Banjir, bisa dideteksi bila terdengar suara gemuruh da lam lorong, air sungai yang terasa hangat dan terlihat sampah hanyut dalam alira n air. Perhatikan batas air di dinding sehingga dapat diperkirakan ketinggian ai r saat banjir, tentukan juga sebuah lokasi atau cekungan di atas batas banjir se bagai tempat berlindung darurat bila terjebak banjir • Hewan berbisa, walaupun men urut pakar biospeleologi mereka ini hidup di daerah mulut gua sampai 100 m. ke d alam namun bisa saja hewan seperti ular ditemui jauh di dalam gua karena terhany ut aliran air atau terperosok ke dalam dari atap atau ventilasi gua. Hindarilah cekungan dan lobang di sekitar mulut gua karena di tempat itu mereka bersarang. Bahaya lain adalah gigitan atau kelelawar dapat mengakibatkan rabies, kotorannya (guano) menyebabkan histoplasmosis (penyakit jalan pernafasan seperti TBC). nam un umumnya hewan gua tidak mengganggu • Eksposure, hipotermia dan dehidrasi sangat mungkin terjadi akibat terpaan angin kencang dari aven (ventilasi gua atau jend ela karst), baju yang basah karena berendam terlalu lama dalam air gua. Dehidras i dapat dihindari dengan jalan minum sebelum haus (ingat sedia payung sebelum me ndung) karena minum di saat haus datang berarti sudah sangat terlambat karena le bih dari 25% cairan tubuh telah lenyap, ingat penguapan cairan dan panas tubuh d alam gua terjadi sangat cepat tanpa terasa
(bahkan dapat dilihat dengan jelas uap air yang keluar dari tubuh bila dilihat d engan sorot lampu) • Kegagalan peralatan, kelengkapan dan kecanggihan peralatan bu kan jaminan apabila tidak diikuti dengan perawatan dan pengetesan rutin • Bahaya t erbesar bagi penelusur gua 99% justru adalah di jalan raya, kelelahan akibat pad atnya jadwal penelusuran mengurangi konsentrasi pada saat mengemudi. Jalan terba ik sewalah pengemudi profesional yang tidak terlibat dalam tim sebagai tenaga pe nunjang mobilitas. Bibliografi Budworth, Geoffrey. “The Knot Book”, Great Britan : Paerfronts Judson, D avid. “Caving Practice and Equipment”, London : British Cave Research Association, 1 984. Lyon, Ben. “Venturing Underground”, London : EP Publishing Ltd, 1983. Mc Clurg, Dain. “ Exploring Caves : A Guide to The Underground Wilderness”, Ontario : Thomas Nelson & Sons Ltd, 1980. Meredith, Mike, “ Vertikal Caving”, Paris , 1982. Montgomer y, R.Neil. “ Single Rope Technique : A guide for vertical cavers”, Sydney : The Sydn ey Speleological Society, 1977. Edwin, Norman, “ Etika Dasar Penelusuran Gua”, Jakar ta : Paper Kursus Dasar III 1983. Edwin, Norman, “ Caving : Menelusuri Kegelapan”, J akarta : Paper Kursus Dasar III 1983. Soemarno, Sidarta Ir, “Gua ditinjau dari seg i Geologi”, Jakarta : Paper Kursus Dasar III 1983. . Williams, Tony Lewis, “ Manual of US Cave Rescue Techniques”, Alabama : National Cave Res