Malabsorbsi Ari Fahrial Syam Divisi Gastroenterologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM
Malabsorbsi adalah salah satu masalah kesehatan saluran pencernaan yang sering ditemukan dalam praktek sehari-hari dan jika tidak ditangani dengan baik malabsorbsi ini akan berlanjut dan menyebabkan terjadinya malnutrisi. Malabsorbsi adalah suatu keadaan yang ditandai dengan adanya gangguan pada proses absorbsi dan digesti secara normal terhadap satu atau lebih zat gizi. Malabsorbsi dapat terjadi karena gangguan penyerapan di lumen, gangguan pada mukosa atau gangguan struktur pencernaan lain.
Etiologi Berbagai hal dan keadaan dapat menyebabkan malabsorbsi pada seseorang. Malabsorbsi dapat disebabkan oleh karena difisiensi oleh ensim atau adanya gangguan pada mukosa usus tempat absorbsi dan digesti dari zat nutrisi tersebut. (lihat tabel 1).
Tabel 1. Penyakit yang menyebabkan Malabsorbsi
Penyebab Terbanyak Malabsorbsi
Penyebab Jarang Malabsorbsi
Penyakit Coeliac
AIDS
Pankreatitis kronis
Penyakit Whipple’s
Paska Gastrektomi
Limfoma interstinal
Penyakit Chron’s
Sindrom Zollinger-Ellison
Reseksi Usus halus
Sprue tropical
Overgrowth bakteri usus halus
Amiloidosis
Defisiensi laktase
Penyakit limfatik Penyakit iskemik
Abetalipoproteinemia Enteritis radiasi
Sprue kolagen
Limfangiektasi intestinal
1
Reseksi usus halus maupun reseksi lambung merupakan
beberapa keadaan yang
menyebabkan malabsorbsi. Malabsorbsi dapat terjadi akibat adanya reseksi usus halus atau kolon. Dimana tentunya pada bagian usus yang tereseksi tersebut tidak terjadi absorbsi dari zat gizi. Reseksi pada lambung akan menyebabkan malabsorbsi lemak. Reseksi ileum yang mencapai 60 cm atau yang melibatkan ileocecal valve akan menyebabkan malabsorbsi dari vitamin B12, garam empedu dan lemak. Reseksi usus halus mencapai 75 % akan menyebabkan malabsorbsi lemak, glukosa, protein, asam folat dan vitamin B12. Reseksi luas yang meliputi yeyenum dan ileum akan menyebabkan malabsorbsi yang total yang mengenai seluruh zat nutrisi. Reseksi pankreas akan menyebabkan malabsorbsi akibat difisiensi dari ensim-ensim pankreas.
Pendekatan Diagnosis Malabsorbsi Pasien yang mengalami malabsorbsi umumnya datang dengan diare. Selain gejala lain yang dapat muncul akibat terjadinya malabsorbsi tersebut antara lain berat badan turun, anoreksia, kembung, perut merasa tidak nyaman, borborygmi abdomen. Jika masalah pasien karena malabsorbsi lemak pasien mengeluh fesesnya berminyak (steatorea). Jika penyakit berlanjut pasien akan mengalami penurunan parameter darah yang penting akibat terjadinya malabsorbsi tersebut. Pemeriksaan hemoglobin merupakan pemeriksaan darah sederhana untuk mengidentifikasi adanya anemia atau tidak. Jika diketahui bahwa hemoglobinnya rendah, selanjutnya dinilai Mean Cell Volume (MCV) dari pasien tersebut. Jika rendah dipikirkan adanya defisiensi Fe akibat malabsorbsi Fe atau jika MCV tinggi dipikirkan adanya defisiensi folat atau vitamin B12 akibat malabsorbsi dari kedua vitamin tersebut. Beberapa parameter laboratorium lain juga akan turun seperti albumin, kalsium dan magnesium. Pemeriksaan foto polos abdomen atau Ultrasonografi (USG) abdomen dapat mengidentifikasi adanya kalsifikasi penkreas pada pasien dengan dengan pankreatitis kronis. Pemeriksaan foto usus halus dapat memberikan informasi tentang adanya malabsorbsi pada seseorang. Pemeriksaan foto usus halus ini biasanya didahului untuk melihat keadaan eosfagus, lambung dan duodenum. Melalui pemeriksaan usus halus dapat dinilai adanya penyempitan atau dilatasi dari usus halus untuk dugaan terhadap
2
penyakit tertentu. Pemeriksaan foto usus halus yang normal belum menyingkirkan adanya kelainan pada usus halus. Oleh karena itu pemeriksaan foto usus halus serial perlu dilakukan. Pemeriksaan test nafas
(breath test ) pemeriksaan ini dilakukan untuk
mengidentifikasi adanya overgrowth bakteri. Pemeriksaan
biopsi
usus
halus
merupakan
pemeriksaan
penting
untuk
menentukan penyebab dari lesi yang ditemukan. Selain itu biopsi juga perlu dilakukan pada pasien dengan diare kronis dan steatorea yang belum diketahui penyebabnya. Biopsi dapat dilakukan melalui pemeriksaan esofagogasroduodenoskopi
dimana skup dapat
diteruskan sedistal mungkin untuk mendapatkan biopsi dari distal duodenum. Begitu pula juga dari kolonoskopi, biopsi ileum pars terminalis dapat dilakukan. Jika sarana memungkinkan biopsi dapat dilakukan melalui entoroskopi.
Penyakit yang dapat didiagnosis melalui pemeriksaan histopatologi yang didapat dari biopsi usus halus antara lain : 1. Lesi spesifik dan difus : penyakit Whipple’s, agamaglobulinemia, abetalipoproteinemia 2. Lesi spesifik dan
setempat : Limfoma intestinal, gastrointestinal eosinofilik,
amiloidosis, penyakit Chron’s, infeksi oleh 1 atau beberapa infeksi. 3. Difus dan nonspesifik : celiac sprue, tropikal sprue, overgrowth bakteri, defisiensi folat, difisiensi B12, enteritis radiasi, sindrom Zolinger Ellison, malnutrisi dan enteritis drug induced .
Pemeriksaan Laboratorium Khusus •
Malabsorbsi lemak sering ditemukan baik secara tunggal maupun kombinasi sebagai penyebab malabsorbsi. Untuk menentukan adanya fecal fat pasien diminta untuk makan lemak sebanyak 80 gram per hari untuk menentukan adanya lemak baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Salah satu pemeriksaan yang sering dilakukan untuk menentukan adanya fecal fat adalah dengan pewarnaan Sudan. Pemeriksaan ini menentukan fecal fat secara kualitatif, pemeriksaan ini
mudah dilakukan dan
mempunyai nilai sensitifitas yang tinggi jika diinterpretasi dengan tenaga yang terlatih.
Pemeriksaan secara kuantitatif lebih akurat dibandingkan dengan
3
pemeriksaan Sudan ini, tetapi masalahnya pasien atau paramedik kurang menyetujui pemeriksaan ini dimana mengumpulkan seluruh feses yang keluar. •
Pemeriksaan elastase pancreas pada feses, pemeriksaan ini menggunakan ELISA. Pemeriksaan elastase pankreas direkomendasi sebagai pemeriksaan awal pada pasien yang diduga adanya insufisiensi pankreas.
•
Pemeriksaan menentukan radioaktifitas feses. Pemeriksaan ini mendapatkan informasi mengenai kehilangan protein usus. Sebenarnya pemeriksan tidak terlalu perlu tetapi perlu diadakan terutama pada pusat rujukan spesialis.
Tatalaksana Penanganan pasien dengan malabsorbsi terutama untuk menangani masalah nutrisi akibat terjadinya malabsorbsi pada pasien tersebut. Berbagai defisiensi zat gizi yang terjadi pada pasien tersebut harus diatasi. Selain itu penyebab dari malabsorbsi tersebut juga seharusnya diatasi. Dukungan nutrisi yang harus diberikan meliputi: suplementasi vitamin dan mineral, memperbaiki malnutrisi kalori dan protein yang terjadi. Apabila penyebab dari malabsorbsi tersebut oleh penyakit usus yang berat seperti reseksi luas atau suatu peradangan berat yang hampir mengenai usus halus maka dukungan nutrisi harus diberikan secara parenteral. Selain dukungan nutrisi tatalaksana penting yang harus dilakukan adalah memberikan diet yang tepat serta suplementasi ensim sesuai kebutuhan. Beberapa pembatasan zat nutrisi sesuai dengan peneyebab dari malabsorbsi tersebut antara lain : diet bebas gluten pada pasien dengan penyakit Celiac, diet bebas laktosa pada pasien dengan intoleransi laktosa. Suplementasi ensim pankreas seperti amylase, protease dan lipase sangat membantu pada pasien dengan insufisiensi pankreas yang menyebabkan defisiensi beberapa ensim pankreas. Saat ini suplementasi ensim pankreas yang beredar di Indonesia ada yang mengandung kombinasi dari ke-3 ensim tersebut seperti cotazym forte, pankreaoflat dan enzimplex. Ada yang mengandung pankratin dan papain seperti vitazym.
Antibiotik diberikan pada pasien dengan bakteri overgrowth, tropical sprue dan giardiasis yang menyebabkan malabsorbsi.
4
Pasien yang mengalami malabsorbsi akibat IBD tentu penyakit IBD yang dialaminya juga harus diatasi seperti memberikan antiinflamasi baik lokal maupun sistemik tergantung keadaan klinis pasien. Pasien yang mengalami malabsorbsi akibat adanya malabsorbsi asam empedu pengobatan dengan kolesteramin 4-20 gram/hari.
Tabel 2. Tatalaksana malabsorbsi Lokasi kelainan
Pankreas
Tatalaksana
Suplementasi enzim pankreas, insulin, oeprasi pada kasus tumor pankreas
Hepatobilier
Operasi atau stent saluran bilier jika terdapat sumbatan pada sistim hepatobilier
Mukosa usus
Diet seperti pada diet gluten, diet susu bebas laktosa, jika IBD pemberian antiiflamasi, antibiotik pada overgrowth bakteri dan tropical sprue dan giardiasis
Limfatik
Diet rendah lemak dan MCT
Keterangan : IBD : Inflammatory Bowel Disease, MCT= medium-chain triglycerides
Kepustakaan: th
1. Avunduk C. Manual of gastroenterology : diagnosis and therapy. 3 ed. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins. 2002 2. Bai JC. Malabsorption syndromes. Digestion. Aug 1998;59(5):530-46 3. Ciclitira PJ. AGA technical review on Celiac Sprue. American Gastroenterological Association. Gastroenterology. May 2001;120(6):1526-40. 4. Greenberger NJ, Isselbacher KJ. Disorders of absorbtion. In: Kasper DL, Fauci AS, Braunwald E, Isselbacher KJ et al (eds). Harrison’s Principle of Internal medicine. th
16 ed. USA: McGraw Hill 2004. 5. Kastin DA, Buchman AL. Malnutrition and gastrointestinal disease. Curr Opin Gastroenterol. Mar 2002;18(2):221-8.
5
6. Travis
SPL,
Ahmad
T,
Collier
J,
Steinhart
AH.
Pocket
consultant
Gastroenterology.3rd edition.USA : Blackwell Publishing. 2005. 7. Vesa TH, Marteau P, Korpela R.. Lactose intolerance. J Am Coll Nutr. 2000 Apr;19(2 Suppl):165S-175S.
6