© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan BAB X
PENDUGAAN KEHILANGAN HASIL AKIBAT PENYAKIT TUMBUHAN Plant diseases were initially studied because of the loss they cause, yet today it is paradoxial that there are only a few reliable estimate of loss W. Clive James (1974)
A. Pendahuluan Ilmu penyakit tumbuhan tumbuh dan epidemiologi penyakit tumbuhan berkembang sebenarnya karena kebutuhan akan mengurangi kehilangan hasil yang diakibatkan oleh penyakit tumbuhan. Akan tetapi, dalam perkembangannya, ilmu penyakit tumbuhan tidak banyak memberikan perhatian terhadap pendugaan kehilangan hasil yang ditimbulkan oleh berbagai penyakit tumbuhan. Meskipun G.R. Lyman telah menggarisbawahi arti penting pendugaan kehilangan hasil yang disebabkan oleh penyakit tumbuhan sejak tahun 1918, baru pada tahun 1970-an pendugaan kehilangan hasil akibat penyakit tumbuhan mulai dilakukan secara terarah dan komprehensif. Pendugaan kehilangan hasil akibat penyakit tumbuhan mulai mendapat perhatian ketika L. Chiarrappa dan kawan-kawan menerbitkan risalah Crop Loss Assessment Methods pada tahun 1971. Selanjutnya penelitian mengenai kehilangan hasil mulai banyak dilakukan. Para peneliti yang banyak memberikan sumbangan terhadap pendugaan kehilangan hasil adala h W.C. James dan P.S. Teng. Publikasi yang menumental mengenai pendugaan kehilangan hasil adalah Assessment of Plant Diseases and Losses oleh W.C. James dan Crop Loss Assessment and Management oleh P.S. Teng. Pada bab ini akan diuraikan arti penting dan konsep mengenai kehilangan hasil, teknik pengumpulan data kehilangan hasil, dan pemodelan pendugaan kehilangan hasil. Uraian yang diberikan merupakan uraian yang bersifat pengantar. Untuk mendalaminya, mahasiswa perlu membaca buku rujukan yang diberikan dalam daftar pustaka.
B. Tujuan Instruksional Setelah membaca uraian mengenai pendugaan kehilangan hasil akibat penyakit tumbuhan yang diberikan pada bab ini mahasiswa diharapkan dapat: 1) Menerangkan arti penting dan konsep serta memberikan contoh kehilangan hasil. 2) Menjelaskan teknik pengumpulan data yang lazim digunakan untuk melakukan pemodelan pendugaan kehilangan hasil. 3) Mengetahui dan menerangkan beberapa pendekatan yang digunakan untuk melakukan pemodelan kehilangan hasil.
C. Materi 1. Arti Penting dan Konsep Kehilangan Hasil Kehilangan hasil merupakan aspek yang sangat penting dalam ilmu penyakit tumbuhan maupun epidemiologi penyakit tumbuhan. Tujuan mempelajari ilmu penyakit tumbuhan dan epidemiologi penyakit tumbuhan adalah untuk mengurangi kehilangan hasil tanaman akibat penyakit tumbuhan dengan menerapkan metode dan teknik tertentu pengelolaan penyakit tumbuhan. Untuk mengetahui apakah kehilangan hasil akibat suatu penyakit tumbuhan tertentu dapat dikurangi maka diperlukan pendugaan besar kehilangan hasil. Data nilai duga besar kehilangan hasil berguna untuk mengevaluasi kelayakan ekonomis suatu metode atau teknik pengendalian penyakit tumbuhan, untuk menentukan prioritas penelitian penyakit tumbuhan, dan untuk bahan pertimbangan pengambilan keputusan politik oleh pemerintah. Secara konseptual, kehilangan hasil dibedakan menjadi kehilangan potensial dan kehilangan aktual. Kehilangan potensial adalah kehilangan hasil yang terjadi karena tidak dilakukan tindakan pengelolaan apapun. Pada pihak lain, kehilangan aktual adalah kehilangan
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
120
© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan hasil yang masih terjadi pada tingkat pengelolaan tertentu yang telah diterapkan. Kehilangan aktual selanjutnya dibedakan menjadi: 1) Kehilangan langsung, dipilahkan menjadi: a) Kehilangan primer yang dapat berupa penurunan kuantitas dan kualitas hasil, peningkatan biaya pengendalian, peningkatan biaya panen, peningkatan biaya pemilihan dan pemilahan hasil, dan sebagainya. b) Kehilangan sekunder yang dapat berupa kontaminasi bahan tanam, infestasi tanah oleh patogen, hilangnya kesempatan menanam secara berturut-turut, dan sebagainya. 2) Kehilangan tidak langsung, dapat berupa biaya tambahan yang harus ditanggung pedagang dan konsumen, pencemaran lingkungan oleh fungisida, ditinggalkannya lahan pertanian menjadi lahan tidur, dan sebagainya. Di antara konsep kehilangan hasil tersebut, pendugaan pada umumnya baru dilakukan terhadap kehilangan hasil primer dalam bentuk kuantitas hasil. Konsep kehilangan hasil mempunyai kaitan yang erat dengan konsep hasil. Hasil tanaman adalah bagian tanaman yang dimanfaatkan untuk tujuan tertentu dan dapat diukur. Tanaman dalam hal ini adalah takson tumbuhan tertentu yang dibudidayakan untuk memperoleh produk tertentu yang dihasilkannya. Berdasarkan tingkatan kuantitasnya, hasil dibedakan menjadi: 1) Hasil primitif, merupakan hasil yang diperoleh dari praktik budidaya tanaman menggunakan spesies asli tanpa disertai tindakan intensifikasi tertentu. 2) Hasil aktual, merupakan hasil yang benar-benar diperoleh dengan membudidayakan tanaman dengan menerapkan teknologi yang tersedia dalam batas-batas kelayakan ekonomis. 3) Hasil ekonomis, merupakan hasil yang seharusnya diperoleh dari tanaman yang dibudidayakan dengan menerapkan teknologi tertentu dalam batas-batas kelayakan ekonomis. 4) Hasil tertinggi yang dapat dicapai, merupakan hasil yang diperoleh dari tanaman yang dibudidayakan dalam kondisi optimal menggunakan teknologi yang tersedia. 5) Hasil teoritis, merupakan hasil yang diperoleh dari tanaman yang dibudidayakan dalam kondisi yang ideal secara teoritis. Mengacu kepada konsep mengenai hasil tersebut, kehilangan hasil merupakan selisih antara hasil tertinggi yang dapat dicapai dengan hasil aktual. 2. Teknik Pengumpulan Data untuk Pendugaan Kehilangan Hasil Data yang diperlukan untuk melakukan pendugaan kehilangan hasil akibat penyakit tumbuhan terdiri atas data intensitas penyakit dan data hasil tanaman. Data intensitas penyakit dapat berupa insidensi atau keparahan penyakit. Hasil tanaman dapat berupa individu tanaman secara keseluruhan, individu tanaman di atas tanah, atau organ tanaman tertentu yang dipanen untuk tujuan tertentu. Sayuran misalnya dapat dipanen berupa individu tanaman secara keseluruhan (bayam cabut, bawang prei), bagian tanaman di atas tanah (sawi), pucuk (kangkung), krop (kubis), atau buah (tomat, kacang panjang). Data intensitas penyakit dan hasil untuk pendugaan kehilangan hasil dikumpulkan dengan menggunakan salah satu dari pendekatan sebagai berikut: 1) Pendekatan eksperimental, dilakukan dengan memberikan perlakuan tertentu terhadap tanaman untuk memungkinkan terjadinya intensitas penyakit. Perlakuan yang diberikan adalah perlakuan aplikasi fungisida yang dapat berupa variasi dosis atau frekuensi aplikasi. dan percobaan dirancang menggunakan rancangan percobaan tertentu. Pengamatan selanjutnya dilakukan terhadap: a) Tanaman tunggal dalam petak perlakuan. Tanaman yang diamati diberi label untuk selanjutnya pada saat panen dilakukan pengamatan hasilnya. Data intensitas penyakit dan hasil dari setiap tanaman diperlakukan sebagai satu satuan pengamatan. b) Tanaman dalam petak-petak berukuran kecil. Pengamatan intensitas penyakit dan tanaman dilakukan terhadap tanaman percontoh yang dapat berbeda untuk pengamatan intensitas dan pengamatan hasil. Data seluruh percontoh dalam satu petak direratakan
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
121
© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan
2)
untuk memperoleh data satu satuan pengamatan. Metode petak berukuran kecil digunakan terutama untuk pendugaan kehilangan hasil akibat penyakit-penyakit bawaan tanah. Petak dibatasi dengan menggunakan fiber glass atau bahan pembatas lain untuk mengurangi terjadinya perpindahan inokulum antar petak. c) Tanaman dalam petak konvensional. Pengamatan dan perlakuan data sama seperti pada petak berukuran kecil. Hanya saja, ukuran petak yang digunakan jauh lebih besar. Jumlah taraf perlakuan yang diusahakan jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah ulangan. Pendekatan survai, dilaksanakan dengan melakukan pengamatan langsung intensitas penyakit dan hasil pada tanaman yang terdapat pada petak-petak pertanaman milik masyarakat. Pengamatan dapat dilakukan terhadap tanaman tunggal atau terhadap petak ubinan sebagai satuan pengamatan.
3. Pemodelan Pendugaan Kehilangan Hasil a. Pendekatan Pemodelan Pemodelan kehilangan hasil dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa pendekatan sebagai berikut: 1) Model titik tunggal 2) Model titik ganda 3) Model integrasi 4) Model non-linier 5) Model sinoptik Model titik tunggal dibuat dengan meregresikan data intensitas penyakit yang diperoleh dari satu waktu pengamatan dengan data hasil. Meskipun demikian, untuk membangun model titik tunggal ini tidak berarti bahwa pengamatan intensitas penyakit cukup dilakukan satu kali. Pengamatan intensitas penyakit sedapat mungkin dilakukan beberapa kali pada fase tertentu pertumbuhan tanaman. Fase pertumbuhan tanaman pada waktu pengamatan intensitas penyakit ditentukan dengan mempertimbangkan kepekaan fase yang bersangkutan terhadap penyakit. Selanjutnya analisis regresi sederhana dilakukan untuk pasangan data yang diperoleh dari setiap kali pengamatan dengan hasil panen. Model dipilih dengan menggunakan kriteria evaluasi regresi sebagaimana telah diuraikan pada Bab … Model titik tunggal merupakan model pendugaan kehilangan hasil yang paling banyak digunakan sampai pada saat ini. Model ini banyak digunakan untuk pendugaan kehilangan hasil tanaman biji-bijian yang penyakitnya mulai berkembang lambat menjelang pembungaan. Salah satu contoh pendugaan kehilangan hasil dengan model titik tunggal adalah model pendugaan kehilangan hasil akibat penyakit blast pada padi, hawar daun selatan pada jagung: L=0,570*X [10.1a] L=0,692*X [10.1b] Dengan keterangan Y menyatakan kehilangan hasil dalam persen dan X menyatakan intensitas penyakit, untuk blast [Pers. 10.1a] diukur sebagai persentase ruas bergejala blast pada waktu 30 hari setelah pemunculan malai dan untuk jagung j agung [Pers. 10.1b] pada fase dough. Model titik ganda dibuat dengan meregresikan data intensitas penyakit yang diperoleh dari beberapa kali pengamatan secara sekaligus dengan data hasil. Analisis regresi dilakukan dengan teknik analisis regresi ganda. Pemilihan data intensitas penyakit pada pengamatan tertentu yang harus tetap bertahan dalam model dilakukan dengan metode stepwise, backward , forward , atau teknik pemilihan lain yang lazim digunakan dalam analisis regresi berganda. Dengan demikian maka data intensitas penyakit dari beberapa kali pengamatan tidak semuanya akan terdapat dalam model yang dihasilkan. Salah satu model pendugaan kehilangan hasil yang dibuat menggunakan pendekatan titik ganda adalah model untuk pendugaan kehilangan hasil umbi kentang akibat penyakit hawar lambat: la mbat: L=1.867*X1+0,446X2+1,440*X3+0,628*X4+0,193*X5+0,180X6+0,343X8+ [10.2] 0,829X9 dengan keterangan L menyatakan kehilangan hasil umbi dalam persen dan X menyatakan intensitas penyakit pada minggu 1-9.
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
122
© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan Suatu bentuk khusus dari model titik ganda adalah model tanggapan permukaan yang dibuat dengan meregresikan data hasil dengan dua gugus data ciri epidemi tertentu. Misalnya, model kehilangan hasil akibat penyakit karat batang yang disebabkan oleh Puccinia graminis dibuat dengan meregresikan hasil gandum dengan data laju perkembangan penyakit yang terjadi pada fase pertumbuhan yang berbeda-beda. Model integrasi dibuat dengan meregresikan LDBK intensitas penyakit dengan data hasil. Model ini banyak digunakan untuk pendugaan kehilangan hasil akibat penyakit yang berlangsung singkat menjelang panen. Salah satu contoh pendugaan kehilangan hasil dengan model integrasi adalah pendugaan kehilangan hasil kacang tunggak akibat penyakit bercak daun serkospora: L=-14,95+0,43*LDBK [10.3] dengan keterangan L menyatakan kehilangan hasil dalam persen dan LDBK menyatakan luas daerah di bawah kurva perkembangan penyakit. Penyakit yang berkembang pada fase pertumbuhan yang berbeda dapat menghasilkan LDBK yang bernilai sama. Untuk mengatasi masalah tersebut, penggunaan LDBK untuk melakukan pendugaan kehilangan hasil perlu dikoreksi dengan menggunakan cara tertentu. Salah satu cara adalah dengan menghitung LDBK sampai fase pertumbuhan tertentu untuk menduga kehilangan hasil dengan menggunakan pendekatan titik tunggal maupun titik ganda. Cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan menghitung LDBK untuk selang waktu tertentu dan kemudian menghitung LDBK terkoreksi sebagai berikut:
W i LDBK =
LDBKterkoreksi
[10.4]
W 1
Dengan keterangan W menyatakan waktu sampai tercapai fase pertumbuhan tertentu. Pendugaan kehilangan hasil selanjutnya dilakukan dengan menggunakan data LDBK terkoreksi. Model non-linier dibuat dengan meregresikan data intensitas penyakit dengan data hasil menggunakan teknik analisis regresi non-linier. Keuntungan dari model non-linier adalah bahwa model dapat mempunyai berbagai bentuk kurva dan dapat diterapkan menggunakan pendekatan pemodelan mekanistik (lihat kembali uraian mengenai pemodelan pada Bab …). Pendekatan non-linier digunakan untuk memodelkan kehilangan hasil kentang akibat penyakit hawar dini yang disebabkan Alternaria solani: S f 0,17 0,51 L=1-exp[-( ) ] [10.5a] 0,57 L=1-exp[-(
LDBK 5.29
0,40
)
]
[10.5b] 12,46 dengan keterangan L menyatakan kehilangan hasil dalam persen, Sf menyatakan keparahan pada pengamatan terakhir, dan LDBK menyatakan LDBK severitas penyakit. Sebagaimana telah diuraikan pada bab mengenai pemodelan (Bab …), model non -linier tertentu mempunyai sifat linier secara intrinsik. Model non-linier yang secara intrinsik linier dapat digunakan untuk pemodelan pendugaan kehilangan hasil melalui transformasi untuk menghasilkan model titik tunggal. Pemodelan kehilangan hasil dapat dilakukan dengan menggunakan data intensitas beberapa penyakit yang diderita tanaman tertentu. Model kehilangan hasil untuk beberapa penyakit sekaligus disebut model sinoptik. Model sinoptik merupakan model kehilangan hasil yang realistik mengingat dalam kenyataannya tanaman dapat menderita beberapa macam penyakit sekaligus. Salah satu model sinoptik yang pernah dibuat adalah untuk memodelkan kehilangan hasil kentang yang disebabkan oleh jamur Verticilium dahliae dan nematoda Pratylenchus penetrans. Penyakit diukur sebagai padat populasi jamur sebelum tanam dan padat populasi nematoda sebelum tanam. Hasil kentang dikelompokkan menjadi kategori <80%, 8090%, dan >90% dan kemudian dialkukan analisis diskriminan untuk mengklasifikasikan penyakit berdasarkan padat populasi jamur dan nematoda. Kehilangan hasil kentang kemudian dimodelkan dengan menggunakan fungsi diskriminan sebagai berikut:
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
123
© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan D(<80%)= - 4,85 + 1,31*ln(X1) + 1,07*ln(X 1*X2) D(80-90%)= - 2,37 + 1,05*ln(X1) - 0,31*ln(X 1*X2) D(>90%)= - 1,18 + 0,38*ln(X1) - 0,03*ln(X 1*X2) dengan keterangan X1 menyatakan padat populasi Verticilium dahliae sebelum tanam menyatakan padat populasi Pratylenchus penetrans sebelum tanam.
[10.6a] [10.6b] [10.6c] dan X 2
Pemilihan Peubah dan Tipe Model dalam Pemodelan Kehilangan Hasil Sebagaimana telah diuraikan, terdapat sejumlah pendekatan pemodelan yang dapat digunakan untuk memodelkan pendugaan kehilangan hasil. Hal ini berarti bahwa untuk suatu kasus kehilangan penyakit akibat suatu penyakit tertentu, lebih dari satu pendekatan pemodelan yang dapat digunakan. Persoalannya adalah pendekatan mana yang lebih sesuai atau kurang sesuai untuk digunakan dalam suatu kasus pendugaan kehilangan hasil akibat suatu penyakit tertentu. Selain itu, setelah satu pendekatan pemodelan dipilih, masih harus ditentukan bagaimana peubah penyakit diukur dan digunakan di dalam pemodelan. Jawaban terhadap persoalan di atas tidaklah mudah bahkan justeru yang paling sulit dihadapi dalam pemodelan kehilangan hasil. Jawaban yang tersedia hanyalah sebatas ramburambu tertentu sebagai patokan dasar. Sebagai pertimbangan, pemilihan pendekatan pemodelan sebaiknya didasarkan atas tujuan untuk apa pemodelan kehilangan hasil akan digunakan dan siapa yang akan menggunakan model yang dihasilkan. Selain itu juga perlu dipertimbangkan apakah data yang digunakan berasal dari percobaan atau dari survai. Untuk data yang berasal dari percobaan, kehilangan hasil sebaiknya dimodelkan dengan menggunakan data beberapa kali pengamatan intensitas penyakit. Pendekatan yang digunakan dapat berupa pemodelan satu titik, pemodelan titik ganda, pemodelan integrasi, atau pemodelan non-linier. Namun dalam penggunaan pendekatan manapun, pemilihan model sebaiknya tidak hanya didasarkan atas kriteria evaluasi dalam analisis regresi. Dalam hal ini perlu dipertimbangkan berbagai faktor, misalnya fase pertumbuhan tanaman yang mudah dikenali. Selain itu perlu pula diperhatikan kemungkinan terjadinya autokorelasi antar intensitas penyakit yang diamati pada waktu yang berturut-turut. Pengujian autokorelasi perlu dilakukan dalam pemodelan dengan pendekatan titik ganda dengan menggunakan data intensitas penyakit yang diamati beberapa kali secara berturutan. Untuk data yang berasal dari survai, persoalan yang dihadapi bahkan jauh lebih pelik. Hal ini terjadi karena umur tanaman yang tidak sama, perlakuan budidaya yang berbeda antar petani, saat infestasi penyakit yang tidak bersamaan, dan sebagainya. Di antara faktor tersebut, yang perlu diperhatikan adalah adanya perbedaan perlakuan budidaya antar petani. Untuk mengatasi hal ini, pengamatan intensitas penyakit dan hasil tanaman perlu dilengkapi dengan wawancara petani untuk mengetahui perlakuan yang diberikan terhadap tanaman yang dibudidayakannya. Selanjutnya, data dapat dipilah-pilah berdasarkan kriteria perlakuan tertentu dan pemodelan dilakukan dengan menggunakan bagian data dengan kriteria pemilahan tertentu. Data kehilangan hasil yang digunakan dalam pemodelan biasanya ditentukan sebagai selisih antara hasil tertinggi dengan hasil kontrol untuk data dari percobaan atau antara data hasil tertinggi dengan data hasil pada tanaman dengan intensitas tertentu untuk data survai. Pendekatan lain yang dapat digunakan adalah meregresikan data intensitas penyakit langsung dengan data hasil. Namun perlu diperhatikan bahwa kedua pendekatan tidak selalu dapat menghasilkan model sesuai dengan yang diharapkan.
b.
4. Penilaian Kehilangan Hasil Regional Pemodelan kehilangan hasil pada umumnya dilakukan dalam skala petak percobaan atau bila didasarkan atas data survai biasanya juga dalam wilayah yang terbatas. Model yang dibangun dengan menggunakan data dalam luas areal yang terbatas tidak dapat diekstrapolasi untuk memodelkan kehilangan hasil dalam wilayah yang luas (skala regional). Hal ini karena perubahan skala luas akan disertai dengan peningkatan variasi secara proporsional shingga model yang nyata pada skala terbatas dapat menjadi tidak nyata dalam skala regional atau sebaliknya. Namun demikan dalam banyak kasus, penilaian kehilangan hasil regional dapat
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
124
© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan dilakukan dengan menggunakan nilai proporsi kehilangan hasil lokasi dengan menggunakan persamaan: Kehilangan Produksi=
Yaw
-Yaw
[10.7] 1,0 PL Dengan keterangan Yaw menyatakan hasil aktual wilayah dan PL menyatakan proporsi kehilangan hasil lokal. Pemodelan kehilangan hasil dalam skala regional harus dilakukan dengan pendekatan tersendiri dengan langkah-langkah yang meliputi: 1) Penentuan intensitas penyakit dalam skala regional 2) Penerjemahan nilai intensitas penyakit ke dalam nilai kehilangan hasil (pemodelan) 3) Penyampaian informasi kehilangan hasil kepada pihak yang berkepentingan. Pelaksanaan penilaian kehilangan hasil dengan langkah-langkah tersebut di atas dilakukan secara langsung atau secara tidak langsung. Pada pendekatan langsung, pengumpulan data dilakukan dengan metode survai oleh instansi teknis pemerintahan yang membidangi komoditas tertentu, misalnya dinas tanaman pangan untuk penilaian kehilangan hasil pada tanaman pangan. Dalam hal ini pelaksana survai perlu terlebih dahulu diberi pembekalan mengenai cara penentuan hamparan, cara pengubinan dalam hamparan, dan cara penilaian intensitas penyakit. Penilaian penyakit harus dapat dilakukan dengan semudah mungkin sehingga dapat dilakukan oleh pelaksana survai yang kurang berpengalaman. Untuk penilaian kehilangan hasil secara tidak langsung, pejabat lapangan yang bertanggung jawab menangani komoditas tertentu diminta untuk memberikan nilai perkiraan kehilangan hasil dalam wilayah yang menjadi tanggung jawabnya. Nilai perkiraan harus dapat dinyatakan sebagai bersifat indikatif (meragukan), cukup meyakinkan, atau sangat meyakinkan. Atas dasar nilai perkiraan kehilangan hasil yang diperoleh dari sejumlah besar narasumber kemudian dilakukan penilaian kehilangan hasil secara regional. 5. Hubungan antara Kehilangan Hasil dan Ambang Ekonomi Ambang Ekonomi (AE) merupakan konsep yang mula-mula berkembang dalam bidang ilmu hama tumbuhan. AE sebagai merupakan padat padat populasi hama yang membutuhkan suatu tindakan pengendalian mula-mula diajukan oleh Stern et al. (1959) bersama dengan konsep Aras Luka Ekonomik (ALE) dan kerusakan ekonomik. ALE merupakan padat populasi terendah yang dapat menimbulkan kerusakan ekonomik, sedangkan kerusakan ekonomik merupakan tingkat kerusakan tanaman yang membenarkan dikeluarkannya biaya untuk melakukan suatu tindakan pengendalian. Dengan mengacu kepada pengertian yang diberikan, AE merupakan padat populasi hama yang lebih rendah daripada padat populasi ALE. Dalam praktik, misalnya dalam penelitian yang dilakukan oleh Norton (1976), AE serangan hama ditentukan justeru sebagai titik impas antara biaya pengendalian dan nilai kehilangan hasil yang dapat diselamatkan. Dengan demikian, AE ditetapkan sebagai padat populasi yang per definisi merupakan ALE. Pada penelitian tersebut, AE dihitung dengan Pers. [10.8a]:
AE
C p * d * k
[10.8a]
dengan keterangan: C=biaya pengendalian, p=nilai hasil, d=parameter kemiringan regresi linier antara padat populasi hama dan intensitas kerusakan, dan k=koefisien regresi linier antara dosis atau frekuensi penggunaan pestisida dengan intensitas kerusakan yang disebabkan oleh hama. Pada padat populasi hama terendah, yaitu 1, nilai C akan sama dengan nilai p*d*k. Dalam hal ini, jika pestisida yang digunakan benar-benar dapat dijamin efektif maka k bernilai 1, sehingga Pers. [10.8a] menjadi:
AE
C p * d
[10.8b]
Persamaan yang disusun oleh Norton (1976) tersebut mengasumsikan bahwa terdapat hubungan linier dengan derajat kemiringan bernilai satu antara kerusakan tanaman dan besar hasil. Bila
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
125
© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan derajat kemiringan regresi linier tidak sama dengan satu maka ke dalam penyebut harus ditambahkan parameter kemiringan regresi tersebut, misalnya h, sehingga Pers. [10.8b] menjadi:
AE
C
[10.8c]
p * d * h
Persamaan AE yang disusun oleh Norton (1976) tersebut menetapkan AE sebapai padat populasi sehingga tidak dapat digunakan untuk penyakit tanaman karena untuk penyakit, pengamatan dilakukan terhadap intensitas penyakit yang pada dasarnya juga merupakan ukuran intensitas kerusakan tanaman. Intensitas penyakit lazimnya diukur sebagai insidensi penyakit (disease insidensce) yang merupakan proporsi/persentase individu tanaman/organ tanaman sakit terhadap individu/organ tanaman total atau severitas penyakit ( disease severity) yang merupakan proporsi/persentase luas permukaan tanaman bergejala penyakit terhadap luas permukaan tanaman total. Insidensi penyakit lazim digunakan untuk penyakit sistemik atau penyakit yang menyebabkan kematian individu tanaman. Dengan asumsi d bernilai 1 (karena mematikan tanaman) maka Pers. [10.8c] dapat dituliskan menjadi:
AE
C
[10.8d]
p
Dalam hal ini AE, bukan menunjukkan saat harus dilakukan aplikasi fungisida melainkan aplikasi fungisida yang memberikan keuntungan maksimum. Dalam perkembangan selanjutnya, Headley (1972) menetapkan AE melalui pendekatan maksimasi keuntungan. Dengan pendekatan ini, untuk menetapkan AE perlu ditetapkan dua fungsi: 1) Fungsi produksi dalam keadaan serangan hama dengan berbagai padat populasi dalam bentuk persamaan: Y=a + bN (Y=produksi, N=padat populasi, serta a dan b=parameter regresi) 2) Fungsi biaya pengendalian untuk memperoleh padat populasi tertentu bagi hama yang dikendalikan dalam bentuk persamaan: B=L/N (B=Biaya total, N=padat populasi, dan L=parameter regresi). Dengan berdasarkan kedua fungsi tersebut kemudian dihitung penerimaan total dari tanaman terserang hama dan biaya total pengendalian hama. AE dihitung sebagai padat populasi ketika selisih antara penerimaan total dan biaya total pengendalian mencapai maksimum atau ketika nilai penerimaan marjinal sama dengan biaya marjinal pengendalian hama (Gambar 10.1a dan Gambar 10.1b). 90,000
35,000
80,000
30,000
) 70,000 p R ( 60,000 L u a 50,000 t a C T 40,000 u a t a 30,000 R T
) 25,000 p R ( C20,000 M u a t a 15,000 R M
10,000
20,000 5,000
10,000 0
0 0
5
10
15
20
25
Padat Populasi (N) Pene Peneri rima maan an Total otal
Biay Biaya a Total otal
0
5
10
15
20
Padat Populasi (N) Laba Laba (L) (L)
Penerima Penerimaan an Marjinal Marjinal (MR) (MR)
Biaya Marjinal Marjinal (MC) (MC)
Gambar 10.1. Penentuan AE menurut Headley dengan Pendekatan Maksimiasi Keuntungan: (a) Laba Maksimum sebagai Selisih Antara Penerimaan Total dan Pengeluaran Total
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
126
© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan serta (b) Perpotongan antara Penerimaan Marjinal dan Pengeluaran Marjinal (Data Hipotetik) Garis verikal pada N=4 menyatakan nilai AE. Analog dengan pengertian AE dalam bidang hama tumbuhan, dapat dipahami bahwa penetapan AE untuk penyakit tumbuhan memerlukan pendugaan kehilangan hasil. Dalam hal ini, kehilangan hasil diduga menggunakan intensitas penyakit dengan menggunakan pendekatan pemodelan titik tunggal.
D. Evaluasi Untuk memperdalam pemahaman mengenai materi yang diuraikan dalam bab ini, jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini: 1) Jelaskan mengapa pendugaan kehilangan hasil mempunyai arti yang sangat penting. Bila pendugaan kehilangan hasil mempunyai arti yang penting, mengapa diabaikan sedemikian lama? 2) Jelaskan kekurangan dan kelebihan pemodelan pendugaan kehilangan hasil menggunakan data hasil percobaan dan data hasil survai. 3) Mengapa dalam pemodelan kehilangan hasil, pemilihan model dan peubah dalam model tidak boleh dilakukan semata-mata berdasarkan kriteria evaluasi dalam analisis regresi? 4) Apa perbedaan antara pendugaan kehilangan hasil pada skala lokal dan pendugaan kehilangan hasil pada skala regional? 5) Jelaskan mengapa pendugaan kehilangan hasil mempunyai arti penting dalam penentuann AE suatu penyakit.
E. Tugas Berstruktur Berikut disajikan data hasil panen cabai dari tanaman yang menderita penyakit antraksosa. Severitas Penyakit pada Umur (HST) Hasil pada Lakukanlah pemodelan pendugaan kehilangan Umur (HST) hasil dengan pendekatan sebagai berikut (1) 79 84 89 90 Titik tunggal, (2) Titik ganda, dan (3) 0.1067 0.2094 0.2304 0.9000 Integrasi. Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut: 0.0000 0.0000 0.0000 1.5000 1) Di antara ketiga pendekatan tersebut, 0.0000 0.0000 0.0000 1.5000 manakah yang menghasilkan model yang 0.0000 0.0000 0.0315 1.0000 dapat digunakan untuk melakukan pendugaan 0.0000 0.0162 0.0396 0.9760 kehilangan hasil? Berikan alasannya! 0.0089 0.0404 0.0881 0.9700 2) Pada pemodelan titik ganda, manakah 0.0241 0.1071 0.1285 0.9500 yang memberikan hasil yang paling dapat 0.0882 0.1502 0.1555 0.9500 diandalkan, penggunaan tiga atau hanya dua data intensitas penyakit? Bila menggunakan dua intensitas penyakit, intensitas penyakit pada umur berapa yang memberikan hasil yang lebih baik? 3) Pada pemodelan integrasi, manakah yang memberikan hasil yang lebih meyakinkan integrasi intensitas penyakit umur 79-89, 79-84, atau 84-89 HST? Daftar Pustaka James, W.C. 1974. Assessment of plant diseases and losses. Annu. Rev. Phytopathol. 12:27-48. Headley, J.C. 1972. Defining the economic threshold. In: Pest Control Strategies for the Future. pp. 100-108. Nat. Acad. Sci., Washington, D.C. Norton, G.A. 1976. Analysis of decision making in crop protection. Agro-Ecosystems 3:27-44. Stern, V.M., R.F. Smith, R. van der Bosch, & K.S. Hagen 1959. The integrated control concept. Hilgardia 29:81-101. Teng, P.S. (ed.) 1980. Crop Loss Assessment and Pest management. APS Press, St. Paul, MN Zadoks, J.C., & R.D. Schein 1979. Epidemiologi and Plant Disease Management. Oxford University Press, New York.
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
127