© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan BAB IX
TEKNIK PEMANTAUAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN PENYAKIT TUMBUHAN When you can measure what you are speaking about, and express it in numbers, you know something about it; but when you can not measure it, when you can not express it in numbers, your knowledge is of a meagre and unsatisfactory kind. William Thomson, Lord Kelvin (1981)
A. Pendahuluan Berbagai faktor berpengaruh terhadap proses epidemi, baik terhadap proses monosiklik sebagaimana telah diuraikan pada Bab V maupun terhadap proses polisiklik sebagaimana telah diuraikan pada Bab VI dan Bab VII. Faktor yang berpengaruh tersebut perlu diketahui agar proses monosiklik dan proses polisiklik suatu epidemi penyakit tumbuhan dapat lebih dipahami. Faktor yang mempengaruhi proses monosiklik maupun proses polisiklik suatu epidemi penyakit tumbuhan terdiri atas (1) faktor patogen, (2) faktor inang, dan (3) faktor lingkungan. Untuk memahami pengaruh faktor-faktor tersebut perlu dilakukan pengumpulan dan analisis data mengenai tiap faktor. Pengumpulan dan analisis data data tiap faktor perlu dilakukan bersama-sama dengan pengumpulan dan analisis data penyakit yang dipengaruhinya. Pengumpulan dan analisis data faktor yang berpengaruh dan penyakit memungkinkan ditentukan hubungan antara faktor yang berpengaruh dengan penyakit yang dipengaruhinya. Pengumpulan data berkaitan dengan penentuan peubah yang akan digunakan, peralatan yang diperlukan dan cara penggunaannya, serta teknik analisis yang dilakukan terhadap data yang telah dikumpulkan. Bab ini akan menguraikan mengenai penentuan peubah yang akan digunakan, peralatan yang diperlukan dan cara penggunaannya, serta teknik analisis yang dilakukan terhadap data untuk suatu penyakit dan faktor yang mempengaruhinya.
B. Tujuan Instruksional 1) 2) 3) 4) 5)
Setelah membaca materi yang diuraikan pada bab ini mahasiswa diharapkan dapat: Menerangkan dan merencanakan pengumpulan dan analisis data penyakit t umbuhan Menerangkan dan merencanakan pengumpulan dan analisis data faktor patogen Menerangkan dan merencanakan pengumpulan dan analisis data faktor inang Menerangkan dan merencanakan pengumpulan dan analisis data faktor li ngkungan Menganalisis hubungan antara penyakit tumbuhan dengan faktor yang mempengaruhinya.
C. Materi 1. Pengumpulan dan Analisis Data Penyakit a. Peubah Pemantauan penyakit tumbuhan dilakukan terhadap intensitas penyakit yang dapat dibedakan menjadi insidensi penyakit (disease incidence) dan keparahan penyakit ( disease severity). Insidensi penyakit mengacu kepada proporsi atau persentase organ tanaman yang tampak menunjukkan gejala sakit (Horsfall dan Cowling, 1978), sedangkan keparahan penyakit mengacu kepada proporsi atau persentase luas permukaan tanaman yang tampak menunjukkan gejala sakit (Kranz, 1988). Contoh insidensi penyakit adalah proporsi atau persentase helai daun berbercak, sedangkan contoh keparahan penyakit adalah proporsi atau persentase luas permukaan daun berbercak. Keparahan merupakan peubah penyakit yang lebih teliti daripada insidensi, tetapi pemantauannya lebih sulit, memerlukan waktu lebih lama, dan biaya lebih tinggi. Selain terhadap intensitas penyakit, pemanatau penyakit juga perlu dilakukan terhadap prevalensi penyakit. Prevalensi penyakit menyatakan luas areal pertanaman yang tanamannya menderita suatu penyakit tertentu. Pemantauan prevalensi dilakukan terhadap selueuh hamparan dengan menggunakan metode dan teknik yang bertumpu pada penginderaan jauh.
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
107
© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan Alat dan Pelaksanaan Pemantauan dapat dilakukan melalui penilaian langsung secara visual atau dengan pengindraan jauh. Penilaian langsung secara visual dilakukan dengan pemberian skala peringkat atau dengan bantuan alat berupa diagram dan skala penyakit. Pengindraan jauh dilakukan dengan menggunakan radiometer multispektrum, foto udara (aerial photography), atau citra satelit (satelite imagery). Skala peringkat dibuat berdasarkan kriteria yang sifatnya sangat subyektif (Tabel 9.1). Oleh karena data yang dihasilkan bersifat ordinal maka manipulasi matematik untuk menjadikannya sebagai proporsi atau persentase akan sangat mengelirukan. Selain itu, data berskala ordinal juga tidak dapat dianalisis dengan menggunakan statistika parametrik. Oleh karena itu, penggunaan skala peringkat tidak dianjurkan dalam epidemiologi penyakit tumbuhan, kecuali untuk pemantauan penyakit yang disebabkan oleh virus atau pemantauan penyakit untuk penilaian ketahanan tanaman. b.
Tabel 9.1. Skala Peringkat Penilaian Virus Mosaik Kerdil pada Jagung Skala Uraian 1 Tidak ada gejala tampak 2 Dua sampai tiga daun paling atas bermosaik, tidak terkadi kekerdilan 3 Seluruh daun di atas tongkol bermosaik atau kehilangan warna, tidak terjadi kekerdilan 4 Daun di atas tongkol mengalami klorosis atau kehilangan warna, tanaman agak mengalami kekerdilan 5 Bagian tanaman di atas tongkol kehilangan warna, tanaman kerdil dan tongkol mengecil 6 Tiga perempat bagian atas tanaman mengalami klorosis atau kehilangan warna, tanaman kerdil, dan ukuran tongkol mengecil 7 Tanaman mengalami klorosis secara keseluruhan, menjadi kerdil, tongkol berukuran kecil 8 Tanaman mengalami klorosis secara keseluruhan, tidak menghasilkan tongkol 9 Tanaman rusak secara keseluruhan, tidak terbentuk tongkol *) Penilaian biasanya dilakukan 3 minggu setelah pembungaan. Diagram dan skala penyakit merupakan ilustrasi mengenai penutupan gejala pada permukaan inang yang disertai dengan skala yang dapat dijadikan panduan (sebagai pembanding) dalam menentukan keparahan penyakit yang sebenarnya pada permukaan tanaman yang diamati. Skala yang digunakan adalah skala logaritmik, misalnya 1, 5, 25, 50, berdasarkan asumsi bahwa kemampuan mata untuk membedakan sesuatu sebenarnya bersifat logaritmik. Tiga skala penting yang digunakan adalah skala Cobb, skala Moore, dan skala Horsfall-Barratt (Tabel 9.2). Setiap skala disertai dengan diagram, misalnya diagram dan skala penyakit untuk penilaian keparahan hawar daun selatan pada jagung (Gambar 9.1). Sampai saat ini banyak diagram dan skala penyakit telah dipublikasikan untuk digunakan dalam penilaian keparahan penyakit. Diagram dan skala penyakit digunakan sebagai acuan untuk melakukan penaksiran luas permukaan suatu organ tanaman yang ditutupi oleh suatu gejala penyakit. Tabel 9.2. Perbandingan Tiga Macam Skala untuk Penilaian Keparahan Penyakit Skala % Keparahan Cobb 1 5 10 25 50 Moore 0,1 1 5 10 25 50 75 Horsfall- 0-3 3-6 6-12 1225507588Barratt 25 50 75 88 94
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
95 9497
97100
108
© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan
1%
5%
25%
50%
Gambar 9.1. Diagram dan Skala Penyakit untuk Digunakan Menilai Keparahan Hawar Daun Selatan pada Jagung (James, 1971). Radiometer multisprektrum digunakan dari ketinggian yang paling rendah, yaitu sekitar 1,5-2 m di atas tajuk tanaman. Radiometer multispektrum menggunakan spektrum 500-850 nm dari cahaya tampak dan dekat inframerah dan merekam data dalam fortable computer. Spektrum cahaya dekat inframerah (750-850 nm) merupakan spektrum yang sangat cocok digunakan untuk mendeteksi dan menduga keparahan penyakit pada daun. Radiometer multispektrum sesuai digunakan untuk menilai keparahan penyakit dalam skala petak percobaan. Foto udara telah sejak lama digunakan untuk menilai keparahan penyakit dan hasilnya tergantung pada kualitas, ukuran butir, dan kepekaan spektrum film inframerah yang digunakan. Film inframerah dipilih karena cahaya dekat inframerah dan inframerah terefleksikan lebih dalam menembus jaringan daun dibandingkan dengan cahaya tampak. Untuk menentukan tingkat keparahan penyakit dari foto udara diperlukan pengukuran mikrodensiometer. Penggunaan foto udara dalam pemantauan penyakit dilakukan pada skala l apangan. Citra diambil oleh satelit, misalnya oleh satelit seri LANDSAT yang lewat di atas suatu wilayah secara berkala (satelit LANDSAT-5 setiap 18 hari). Satelit memancarkan citra yang kemudian ditangkap oleh stasiun bumi. Citra yang diterima disimpan dalam pita magnetik dan dapat didigitasi untuk menentukan panjang gelombang tertentu yang diperlukan. Citra warna palsu kemudian dibuat untuk menyatakan wilayah dengan karakteritik reflectance dalam setiap panjang gelombang. Penggunaan citra satelit terutama sangat bermanfaat dalam pemnatauan penyakit dalam wilayah yang sangat luas, misalnya dalam memantau epidemi karat gandum di seluruh dunia. Teknik Analisis Data Data insidensi dan keparahan penyakit yang diperoleh dari penilaian langsung dapat berupa data ordinal atau data rasio. Bila penilaian langsung dilakukan dengan teknik skala peringkat maka data yang dihasilkan akan berskala ordinal, sedangkan bila dilakukan dengan teknik penaksiran dengan bantuan diagram berskala maka data yang dihasilkan akan berskala rasio. Teknik analisis yang akan digunakan tergantung pada skala data, rancangan penelitian, dan tujuan penelitian. Bila data yang dikumpulkan berskala ordinal maka sebaiknya digunakan teknik analisis data non-parametrik. Sebaliknya bila data yang dikumpulkan berskala rasio maka dapat digunakan teknik analisis data parametrik.
c.
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
109
© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan 2. Pengumpulan dan Analisis Data Patogen a. Peubah Patogen dapat bersifat bawaan udara ( air borne), bawaan tanah (soil borne), atau bawaan vektor (vector borne). Peubah yang digunakan dalam pengumpulan dan analisis data patogen adalah padat populasi inokulum. Inokulum didefinisikan berbeda-beda untuk setiap kelompok takson patogen. Untuk patogen dalam kelompok takson fungsi, inokulum diukur sebagai organ perkembangbiakan tertentu, sedangkan untuk kelompok takson bakteri sebagai satuan pembentuk koloni (colony forming unit ). ). Dalam pengumpulan data patogen perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut: 1) Definisi yang tegas mengenai apa yang dimaksud sebagai inokulum bagi patogen tertentu. Hal ini perlu dilakukan karena patogen tertentu menghasilkan banyak tipe inokulum, misalnya jamur yang menghasilkan beberapa macam spora aseksual dan spora seksual. 2) Cara membedakan inokulum dari partikel unorganik lain yang juga tertangkap dalam alat pemantauan yang digunakan. 3) Peubah yang diperlukan untuk tujuan tertentu, apakah cukup peubah yang bersifat nisbi atau harus peubah yang bersifat mutlak. Peubah dikatakan bersifat nisbi jika hanya dapat menyatakan jumlah inokulum per satuan alat dan bersifat mutlak jika dapat menyatakan inokulum per satuan volume ruang per satuan waktu. Alat dan Pelaksanaan 1) Pemantauan Inokulum Bawaan Udara Pemantauan inokulum bawaan udara (air-borne) dapat dilakukan dengan tiga cara berdasarkan bagaimana inokulum diambil dari udara ambien, yaitu secara gravitasi dan tabrakan. Setiap cara sesuai untuk tipe inokulum bawaan udara tertentu dan masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Pada Tabel 9.3 diringkaskan peralatan yang digunakan untuk melakukan pemantauan inokulum bawaan udara secara gravitasi, tabrakan, dan isapan.
b.
Tabel 9.3. Teknik dan Alat Pemantauan Spora Bawaan Udara Teknik Gravitasi
Tabrakan: Tabrakan dengan bantuan angin
Alat Gelas benda berperekat yang diletakkan mendatar Cawan petri berisi medium steril
Prinsip Inokulum turun mengikuti gaya gravitasi dan melekat pada alat
Labu erlenmeyer dilengkapi corong
Inokulum jatuh dalam corong dan terkumpul dalam labu erlenmeyer
Gelas benda berperekat yang diletakkan vertikal Batang gelas berperekat
Inokulum yang bergerak bersama angin menabrak gelas benda dan melekat Inokulum yang bergerak bersama angin menabrak batang gelas dan melekat Batang gelas berperekat diletakkan pada alat pemutar sehingga batang gelas menabrak inokulum di udara dan melekatkannya Inokulum masuk melalui udara yang diisap dengan pompa dan melekat pada batang gelas berperekat yang kedudukannya digerakkan melallui hubungan dengan cakram berputar
Tabrakan dengan menggerakan alat
Rotorod sampler (Gambar 7.2a)
Tabrakan dengan menghisap udara melalui alat (volumetric sampling)
Hirst 24-hour volumetric sampler (Gambar 7.2b)
Inokulum terinokulasi pada medium untuk dibiakkan
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
Keterangan Kerapatan nisbi, sesuai untuk inokulum berukuran agak besar Kerapatan nisbi, perlu medium yang sangat selektif Kerapatan nisbi, perlu diencerkan sebelum penghitungan Kerapatan nisbi
Kerapatan nisbi
Kerapatan nisbi
Kerapatan mutlak
110
© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan Burkard 7-day volumetric sampler (Gambar 7.2c)
Kramer-Collins sampler
Andersen sampler (Gambar 7.2d)
Inokulum diisap masuk dan ditangkap dengan pita berperekat yang diletakkan pada permukaan cakram yang berotasi selama 7 hari Inokulum diisap masuk dan ditangkap dengan pita berperekat yang diletakkan pada cakram berotasi selama 7 hari. Inokulum diisap masuk dan diseposisikan secara bertingkat pada serangkaian media
(a)
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
Kerapatan mutlak
Kerapatan mutlak
Kerapatan mutlak
(b)
111
© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan
(c)
(d)
(e) Gambar 9.2. Berbagai Alat yang Digunakan untuk Mengumpulkan Data Inokulum Bawaan Udara: (a) Rotorod Sampler, (b) Hirst Volumetric Suction Spore Trap, (c) Burkhard Volumetric Suction Spore Trap, (d) Andersen Sampler, dan (e) Diagram Andersen Sampler. 2) Pemantauan Inokulum Bawaan Tanah Tanah merupakan lingkungan yang sangat heterogen sehingga pemantauan inokulum bawaan tanah merupakan pekerjaan yang tidak mudah. Selain kesulitan memisahkan inokulum dari tanah juga harus dihadapi kesulitan dalam menentukan inokulum yang masih memiliki viabilitas dan inokulum yang masih mempunyai potensi. Viabilitas inokulum merupakan kemampuan inokulum untuk berkecambah dan memulai pertumbuhan vegetatif pada kondisi lingkungan yang sesuai. Potensi inokulum menyatakan energi yang dimiliki inokulum untuk menginfeksi tanaman inang; merupakan kombinasi antara viabilitas, virulensi, dan infektivitas. Terdapat empat kategori umum teknik pemantauan inokulum bawaan tanah, yaitu pencacahan langsung, penggunaan media tumbuh selektif, kolonisasi substrat, dan bioassay. Uraian mengenai keempat kategori tersebut disajikan pada T abel 9.4.
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
112
© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan Tabel 9.4. Teknik dan Alat Pemantauan Inokulum Bawaan Tanah Teknik Alat PENCACAHAN LANGSUNG Penyaringan basah Ayakan dengan lubang bervariasi Penyaringan Terapung Assay Metanol
MEDIA SELEKTIF Tanpa penyaringan tanah Dengan penyaringan tanah
Bahan peengekstraksi dan saringan Metanol, tatakan, polybag
Media dalam petri Saringan dan media dalam petri
KOLONISASI SUBSTRAT Bagian tanaman mati Bagian tanaman disterilisasi sebagai umpan Bagian tanaman hidup didisinfeksi permukaan BIOASSAY Bioassay tanaman inang
Bagian tanaman sebagai umpan
Most-ProbableNumber-Bioassay
Tabel MPN
Polybag dan tanaman inang
Prinsip
Keterangan
Tanah dibasahi, diayak bertahap dari kasar ke halus, hasil ayakan terakhir diamati dengan mikroskop stereo Tanah dicampur dengan pengekstraksi, diaduk, dibiarkan mengendap, disaring yang mengapung Tanah disebar merata di permukaan tatakan, dilembabkan dengan semprotan campuran metanol dengan air, diikubasikan dalam polybag
Memerlukan banyak waktu
Tanah dibasahi dan ditebar di permukaan media, diinkubasikan Tanah daiayak, diencerkan, disebarkan di permukaan media, diinkubasikan
Memantau inokulum hidup
Memantau inokulum hidup
Memantau inokulum hidup, pencacahan koloni lebih mudah
Bagian tanaman yang sesuai disterilisasi, ditempatkan di permukaan tanah Bagian tanaman yang sesuai didisinfeksi, ditempatkan di permukaan tanah Tanaman inang ditanam dalam tanah dalam polybag, tanaman dicabut dan dibersihkan, dihitung bagian akar sakit Tanah diencerkan bertahap lalu hasilnya digunakan untuk bioassay tanaman, populasi inokuluim ditentukan berdasarkan proporsi percontoh yang menunjukkan gejala sakit
Cocok untuk nematoda akar
Cocok untuk bakteri bawaan tanah
3) Pemantauan Inokulum Bawaan Vektor Pemantauan inokulum bawaan vektor pada dasarnya dilakukan melalui pemantauan padat populasi vektor yang pada umumnya berupa serangga. Oleh karena itu, teknik dan peralatan yang digunakan adalah yang biasa digunakan dalam pemantauan serangga hama. Uraian mengenai hal ini dapat diperoleh dalam kuliah atau buku teks mengenai ekologi serangga. Analisis Data Data hasil pengamatan patogen berupa padat populasi inokulum dapat dianalisis dengan berbagai teknik untuk berbagai tujuan. Teknik analisis yang digunakan disesuaikan dengan apakah padat populasi inokulum merupakan padat populasi nisbi atau padat populasi mutlak. Data padat populasi inokulum pada umumnya diregresikan dengan data intensitas penyakit untuk memodelkan hubungan antara faktor inokulum dengan perkembangan penyakit.
c.
a. 1) 2)
3. Pengumpulan dan Analisis Data Inang Peubah Peubah dalam pengumpulan data inang dapat berupa: Kultivar tanaman inang, yaitu berkaitan dengan nama kultivar dan cara memperoleh benih atau bibit kultivar yang bersangkutan. Teknik budidaya, berkaitan dengan waktu tanam, jarak tanam, pemangkasan, pola pertanaman, pemupukan, pengendalian hama, pengendalian gulma, dan sebagainya.
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
113
© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan 3) 4) 5)
Keadaan pertumbuhan inang, berkaitan dengan fase pertumbuhan dan ukuran pertumbuhan. Besar produksi dan besar kehilangan hasil berkaitan dengan besar produksi pada saat panen dan perbedaan besar produksi antara keadaan tanpa penyakit dan keadaan dengan penyakit. Nilai produksi dan nilai kehilangan hasil, berkaitan dengan besar produksi dan besar kehilangan hasil dikalikan dengan harga setempat.
Alat dan Pelaksanaan 1) Penilaian Kultivar dan Teknik Budidaya Tanaman Inang Sebagaimana telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya (terutama Bab VI), perkembangan penyakit antara lain dipengaruhi oleh ketahanan kultivar tanaman yang dibudidayakan. Oleh karena itu, dalam pengumpulan data penyakit perlu dikumpulkan data mengenai kultivar tanaman dengan cera melakukan pengamatan terhadap ciri-ciri morfologi tanaman yang ditemukan di lapangan dan menanyakan kepada petani. Selain ketahanan kultivar, faktor yang juga sangat mempengaruhi perkembangan penyakit adalah teknik budidaya yang diterapkan petani. Untuk itu, pengumpulan data penyakit perlu disertai dengan pengumpulan data teknik budidaya yang meliputi waktu tanam, jarak tanam, pemangkasan, pola pertanaman, pemupukan, pengendalian hama, pengendalian gulma, dan sebagainya. Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa teknik budidaya kadang-kadang berbeda untuk jenis tanaman tertentu sehingga pengumpulan datanya perlu disesuaikan dengan jenis tanaman yang diamati penyakitnya. Pelaksanaan pengamatan dilakukan dengan menggabungkan teknik pengamatan langsung di lapangan dan wawancara dengan petani. b.
2) Penilaian Fase Pertumbuhan Inang Fase pertumbuhan atau juga disebut fase fenologis merupakan waktu kunci dalam pertumbuhan dan perbiakan tumbuhan yang mempunyai arti tertentu dalam kaitan dengan proses fisiologis dan hasil. Fenologi merupakan studi mengenai hubungan antara lingkungan dengan peristiwa biologis yang dialami oleh suatu mahluk hidup. Pemantauan fase pertumbuhan tanaman dapat dilakukan dengan menggunakan kunci pertumbuhan (growth keys) dan diagram pertumbuhan ( growth diagram) yang telah dibuat untuk sebagian besar tanaman penting. Sebagai contoh adalah kunci pertumbuhan yang menggunakan kunci Feekes dan kode desimal (Tabel 9.5) dan diagram pertumbuhan untuk tanaman serealia (Gambar 9.3). 2) Pengukuran dan Analisis Pertumbuhan Inang Peubah pertumbuhan tanaman yang penting dalam kaitan dengan perkembangan epidemi adalah luas daun dan luas akar. Pemantauan luas daun dan luas akar dapat dilakukan dengan pendugaan visual, teknik elektronik, dan teknik hubungan. Pendugaan secara visual dapat dilakukan misalnya dengan menggambar daun pada kertas grafik dan kemudian menghitung jumlah petak kertas yang tercakup dalam gambar daun. Teknik elektronik dapat dilakukan dengan menggunakan leaf area meter, analisis citra berbasis komputer, dan radiometer multispektrum. Teknik hubungan dilakukan dengan menggunakan hubungan regresi yang sebelumnya dibuat berdasarkan data percontoh luas daun dengan data percontoh peubah lainnya yang lebih mudah mengukurnya, misalnya berat kering daun. Persamaan regresi yang dihasilkan selanjutnya digunakan untuk menduga luas daun pada pemantauan yang sebenarnya. Uraian mengenai teknik pemantauan pertumbuhan tanaman dapat diperoleh dari kuliah maupun buku teks mengenai analisis pertumbuhan tanaman. Tabel 9.5. Kunci Pertumbuhan Tanaman Serealia Menggunakan Kunci Feekes dan Kode Desimal Kode
1 2
KUNCI FEEKES Fase-Deskripsi
Daun pertama terbentuk Mulai membentuk anakan
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
Kode 2 Digit 00-09 10-11 20-21
KODE DESIMAL Kategpri Perkecambahan Pertumbuhan anakan Pertumbuhan anakan
114
© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan 3 4 5 6 7 8 9 10
10.1 10.2 10.3 10.4 10.5 10.5.1 10.5.2 10.5.3 10.5.4 11.1 11.2 11.3 11.4
Anakan terbentuk, daun memelintir, pada beberapa kultivar musim dingin daun kaku Awal pembentukan batang semu, daun bendera mulai memanjang Batang semu terbemtuk Ruas pertama batang semu tampak di bagian pangkal Ruang kedua tampak Daun terakhur mulai tampak tetapi masih menggulung, mulai bunting Ligula daun terakhir mulai tampak Pelepah daun terakhir telah tumbuh sempurna, bulir mulai tampak tetapi belum sempurna Ujung malai mulai tampak Seperempat malai mulai tampak Setengah malai sudah tampak Tiga perempat malai sudah tampak Seluruh malai sudah tampak Bunga mulai mekar Bunga mekar pada seluruh bagian tas malai Bunga mekar sampai pada pangkal malai Bunga telah mekar semuanya Masak susu Masak susu dan biji mulai mengeras Biji mengeras Biji siap panen, jerami mengering
26
Pertumbuhan anakan
30
Pemanjangan batang
30 31
Pemanjangan batang Pemanjangan batang
32 38
Pemanjangan batang Pemanjangan batang
39 45
Pemanjangan batang Booting
50-51 52-53 54-55 56-57 58-59 60-61 64-65 68-69 71 75 83-87 91 92
Pemunculan malai Pemunculan malai Pemunculan malai Pemunculan malai Pemunculan malai Antesis Antesis Antesis Fase masak susu Fase masak susu Fase masak susu Penuaan biji Penuaan biji
Data hasil pengukuran pertumbuhan inang selanjutnya dianalisis dengan menggunakan pendekatan pemodelan maupun kurve pertumbuhan. Hasil analisis tersebut digunakan sebagai faktor koreksi dalam melakukan analisis perkembangan epidemi penyakit pada tanaman yang bersangkutan. Mengingat secara matematik maupun statistik sangat rumit maka uraian mengani hal ini tidak diberikan. Yang berminat diharapkan dapat merujuk pada Campbell dan Madden (1980). 3) Pengukuran Besar dan Nilai Produksi serta Besar dan Nilai Kehilangan Hasil Besar produksi menyatakan banyaknya hasil yang dapat dipanen dalam satu musim tanaman tertentu (tanaman pangan dan hortikultura tertentu) atau selama jangka waktu tertentu (tanaman perkebunan dan tanaman hortikultura tertentu). Besar hasil dinyatakan dalam satuan berat per satuan luas areal tanam, misalnya kg atau ton per hektar luas areal tanam. Pengukuran biasanya dilakukan dengan cara pengubinan, yaitu pemanenan tanaman pada satuan luas areal yang terbatas atau pada sejumlah pohon yang terbatas sebagai percontoh. Untuk memperoleh data yang mewakili keadaan yang sebenarnya maka pengubinan atau penentuan pohon percontoh harus dilakukan dengan memperhatikan rancangan pemercontohan yang benar (lihat kembali uraian pada Bab VIII). Pada pihak lain, besar kehilangan hasil merupakan selisih antara besar produksi dalam keadaan tanpa penyakit dan besar produksi dalam keadaan dengan penyakit tanpa pernah dilakukan pengendalian. Bila tersedia a real tanaman yang tidak menderita penyakit, pengumpulan data besar produksi untuk kedua keadaan ini masing-masing dapat dilakukan melalui pengubinan. Bila areal tanaman yang tidak menderita penyakit ternyata tidak ada maka pengumpulan datanya dilakukan dengan melalui wawancara menggunakan teknik yang disebut tekbik recall. Nilai hasil dan kehilangan hasil merupakan hasil kali antara besar produksi dan besar kehilangan hasil masing-masing dengan harga yang berlaku setempat. Harga yang berlaku diperoleh dengan melalui wawancara dengan petani mengenai harga jual produksi tanamannya.
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
115
© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan Analisis Data Data inang dianalisis untuk berbagai tujuan. Teknik analisis yang digunakan tergantung pada tujuan penelitian. Dalam pemodelan, data inang dapat diregresikan sebagai faktor yang mempengaruhi perkembangan epidemi.
c.
Gambar 9.3. Diagram Pertumbuhan untuk Membantu Menilai Fase Pertumbuhan Tanaman Serealia 4. Pengumpulan dan Analisis Data Faktor Lingkungan Fisik a. Peubah Faktor lingkungan fisik yang penting dalam epidemiologi penyakit tumbuhan adalah faktor iklim. Peubah meteorologis yang penting untuk diamati adalah suhu, kelembaban udara dan tanah, kebasahan daun, hujan, angin, dan radiasi. Pengamatan peubah faktor lingkungan dapat dilakukan secara langsung, tetapi bila peralatan yang diperlukan tidak tersedia dapat digunakan data sekunder yang berasal dari instansi terkait. Alat dan Pelaksanaan Alat ukur dan prinsip kerja alat untuk pengumpulan data peubah meteorologis tersebut dusajikan pada Tabel 9.6.
b.
Tabel 9.6. Alat Ukur, Satuan, dan Prinsip Kerja Alat yang Digunakan dalam Peman-tauan Peubah Meteorologis Peubah Suhu
Alat Termometer Cairan dalam Gelas (Gb. 9.4a) Termometer Deformasi (Gb. 9.4b) Termometer Elektrik (Gb. 9.4c-e)
Satuan derajat derajat derajat
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
Prinsip Kerja Cairan mengembang seiring dengan naiknya suhu Bahan memanjang dan memendek seiring perubahan suhu Thermocouples: dua ujung metal yang berbeda menimbulkan daya listrik yang besarnya seiring dengan perbedaan suhu Thermistor : tahanan listrik bahan seiring dengan perubahan suhu
116
© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan Kelembaban Nisbi Udara
Kelembaban Tanah
Kebasahan Daun
Hujan
Angin
Radiasi
Psikrometer (Gb. 9.4f-g)
Persen
Higrometer rambut
Persen
Higrometer titik embun
Persen
Sulfonated Polystyrene Sensor (Gb. 9.4h) Gravimetri
Persen
Termocouple Psychrometer/Hygrometer De Wit Leaf Wetness Meter (Gb. 9.4i) Taylor Leaf Wetness Recorder (Gb. 9.4j) Sensor Daun Buatan (Gb. 9.4k-l) Sensor Tipe Jepit (Gb. 9.4m)
Persen
Persen
Waktu Waktu Waktu Waktu
Tabung hujan
Mm
Tipping Bucket Gauge (Gb. 9.4n)
Mm
Anemometer Cawan
Km/jam
Anemometer Termoelektrik (Gb. 9.4o)
Km/jam
Anemometer Sonik Thermopile Pyranometer (Gb. 9.4p)
Km/jam
Perbedaan suhu termometer bola basah dan termometer bola kering Bahan memanjang dan memendek seiring perubahan kelembaban udara Kondensasi lapisan tipis air pada permukaan bahan Perubahan sifat kelistrikan bahan Perbandingan beart kering dan berat basah tanah Air diserap oleh blok sehingga rangkaian mengalirkan arus listrik Bahan memanjang bila basah dan memendek bila kering Bahan memanjang bila basah dan memendek bila kering Aliran listrik terjadi bila permukaan sensor basah Aliran listrik terjadi bila daun yang dijepit klip basah Air hujan ditampung dalam tabung dengan diameter tertentu Air hujan ditampung melalui corong berbentuk V, meneteskan air ke dalam tabung dan menimbulkan arus listrik Perputaran meningkat seiring dengan kecepatan angin dan kecepatan angin dicatat dalam data logger Kemampuan pendinginan sensor tergantung pada kecepatan angin dan dicatat dalam data logger Perbedaan suhu antar segmen hitam dan putih mencerminkan perbedaan fluks radiasi yang terserap
Silicon Photocell Pyranometer (Gb. 9.4q)
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
117
© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan
(a)
(b)
(c)
(d)
(f)
(i)
(g)
(j)
(l)
(e)
(h)
(k)
(m)
(n)
(o) (p) (q) Gambar 9.4. Berbagai Alat untuk Mengumpulkan Data Peubah Meteorologis. Baca Ta-bel 9.6 untuk mengetahui nama alat dan prinsip penggunaannya
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
118
© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan
Analisis Data Data peubah meteorologis seringkali digunakan untuk menghasilkan peubah turunan sebelum dianalisis bersama-sama dengan data peubah penyakit. Baca kembali uraian pada Bab V mengenai peubah turunan dari beberapa peubah meteorologis. Peubah meteorologis biasanya diregresikan dengan peubah penyakit untuk menentukan pengaruhnya terhadap perkembangan epidemi penyakit tumbuhan.
c.
D. Evaluasi Untuk mengetahui pemahaman mengenai isi bab ini, cobalah untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: 1) Epidemi penyakit tumbuhan merupakan proses perkembangan penyakit yang terjadi pada tanaman. Berikan penjelasan mengapa untuk memahami perkembangan suatu epidemi perlu dikumpulkan data mengenai tanaman inang, patogen, dan faktor lingkungan? 2) Pengumpulan data pada dasarnya merupakan kegiatan yang lazim dilakukan dalam penelitian. Jelaskan bagaimana kaitan antara metode dan teknik pengumpulan data epidemiologis yang diuraikan pada bab ini dengan rancangan penelitian yang telah diuraikan pada Bab VIII? 3) Jelaskan mengapa dalam pengumpulan data epidemiologis suatu penyakit juga perlu dikumpulkan data pertumbuhan tanaman inang penyakit yang bersangkutan. 4) Mengingat alat-alat yang diperlukan, apakah pengumpulan faktor patogen dan lingkungan fisik akan senantiasa dapat dilakukan? Bila tidak dapat dilakukan, berikan jalan keluarnya. 5) Di antara metode, teknik, dan peralatan yang digunakan untuk mengumpulkan data iklim, jelaskan yang paling mudah dilakukan untuk mengumpulkan data suhu, kelembaban udara, dan kebasahan permukaan daun.
E. Tugas Berstruktur Pengumpulan data epidemiologi merupakan faktor yang sangat penting dalam pengendalian penyakit tanaman dengan menggunakan pendekatan PHT. Salah satu prinsip PHT adalah bahwa pengambilan keputusan pengendalian dilakukan berdasarkan data hasil pemantauan agro-ekosistem. Perhatikan bahwa PHT merupakan paradigma pengendalian hama yang didasarkan atas dua prinsip, yaitu keseimbangan ekologis dan efisiensi ekonomis. Berkaitan dengan ini, rancanglah suatu program pemantauan agro-ekosistem terhadap suatu penyakit dengan memperhatikan metode dan teknik pengumpulan data yang telah diuraikan pada bab ini dan kedua prinsip PHT tersebut. Sebagai panduan, rancangan program harus mencakup: 1) Pemantauan keadaan budidaya tanaman 2) Pemantauan intensitas penyakit dan keberadaan musuh alaminya 3) Pemantauan besar dan nilai produksi serta besar dan nilai kehilangan hasil (mengenai kehilangan hasil, bacalah uraian pada Bab X) Daftar Pustaka Barttlet, J.T., & A. Bainbridge 1978. Volumetric sampling of microorganisms in the atmosphere. In: Plant Disease Epidemiology. Pp. 23-30. P.R. Scott & A. bainbridge (eds.). Blackwell, Oxford. Campbell, G.S. 1977. An Introduction to Environmental Biophysics. Springer-Verlag, New York. Fritschen, L.J., & L.W. Gay 1979. Environmental Instrumentations. Springer-Verlag, Berlin. nd Gregory, P.H. 1973. The Microbiology of the Atmosphere. 2 ed. John Wiley & Sons, New York. Horsfall, J.G., & E.B. Cowling 1978. Pathometry: The measurement of plant disease. In: Plant Disease, Vol. 2. pp. 119-136. J.G. Horsfall & E.B. Cowling (eds.). Academic Press, New York.
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
119
© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan Hunt, R. 1982. Plant Growth Curve: The Functional Approach to Plant Growth Analysis. University Park Press, Baltimore, MD Kranz, J. 1988. Measuring plant disease. Annu. Rev. Phytopathol. 4:9-28. Rosenberg, N.J., B.L. Blad, & S.B. Verma 1983. Microclimate: The Biological Environment. John Wiley & Sons, New York. Rouse, D.I. 1988. Use of crop growth-models to predict the effects of disease. Annu. Rev. Phytopathol. 26:183-201.
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
120