© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan BAB VI
PROSES POLISIKLIK I: PERKEMBANGAN EPIDEMI PENYAKIT TUMBUHAN It was soon relized that if assessment were expressed in percentage of the foliage area destroyed, for whole plants or fields, and successive assessment were plotted on a time basis, most valuable curve could be obtained depicting the progress of blight on typical crops in different years and different locations
E.C. Large (1952)
A. Pendahuluan Penyakit tumbuhan selalu bermula dari satu luka ( lesion) yang kemudian berkembang menjadi sejumlah luka. Seluruh luka yang disebabkan oleh suatu patogen akan membentuk populasi luka dengan padat populasi tertentu. Padat populasi tersebut dalam ilmu penyakit tumbuhan dikenal sebagai intensitas penyakit; semakin tinggi padat populasi luka maka semakin tinggi pula intensitas penyakit yang bersangkutan. Jika dilakukan pengamatan secara berkala maka akan tampak bahwa mula-mula intensitas penyakit meningkat perlahan, kemudian makin cepat, dan akhirnya melambat kembali. Untuk memahami hal tersebut diperlukan analisis epidemi penyakit tumbuhan dengan menggunakan teknik-teknik yang akan diuraikan dalam bab ini. Pemahaman mengenai perkembangan epidemi penyakit tumbuhan bermanfaat untuk mengenal perilaku epidemi penyakit tumbuhan yang dihadapi di lapangan. Dengan mengenal perilaku epidemi tersebut maka akan dapat disusun strategi pengelolaan yang tepat. Selain itu, pengenalan mengenai perilaku epidemi penyakit tumbuhan juga diperlukan dalam penelitian penyakit tumbuhan. Dengan mengetahui perilaku epidemi pada berbagai kondisi perlakuan maka dapat ditentukan bagaimana pengaruh perlakuan terhadap perkembangan epidemi. Pemanfaatan teknik analisis epidemi penyakit tumbuhan dalam penelitian semacam ini dikenal sebagai epidemiologi komparatif. Pemanfaatan tersebut akan diberikan sebagai teladan dalam bab ini. B. Tujuan Instruksional Setelah mengikuti kuliah mengenai bab ini mahasiswa diharapkan dapat: 1) Menyebutkan dan menerangkan berbagai teknik menganalisis data perkembangan epidemi penyakit tumbuhan. 2) Menggunakan teknik analisis perkembangan penyakit tumbuhan untuk menganalisis data hasil pengamatan lapangan C. Materi 1. Pengertian, Kaitan dengan Proses Monosiklik, dan Tujuan Bila tanaman diinokulasi dan pengamatan penyakit kemudian dilakukan setiap selang waktu tertentu setelah inokulasi maka akan diperoleh data intensitas penyakit yang bila digambarkan dalam kurva maka akan dihasilkan kurva hubungan antara waktu dengan intensitas penyakit (Gambar 6.1). Kurva hubungan antara waktu dengan intensitas penyakit sebagaimana digambarkan pada Gambar 6.1 tersebut disebut kurva perkembangan penyakit. Sebagaimana telah disinggung pada Bab V, perkembangan penyakit terjadi sebagai hasil dari satu atau rangkaian rantai/daur infeksi. Bila suatu kurva perkembangan penyakit terdiri atas hanya satu rantai/daur infeksi maka penyakit yang dihasilkan merupakan penyakit monosiklik. Pada pihak lain, bila suatu kurva perkembangan penyakit terdiri atas beberapa rantai/daur infeksi maka penyakit yang dihasilkan merupakan penyakit polisiklik. Hubungan antara rantai/daur infeksi dengan kurva perkembangan penyakit disajikan secara skematik pada Gambar 6.2. Meskipun kurva perkembangan penyakit dapat menggambarkan perkembangan penyakit monosiklik atau polisiklik, secara umum perkembangan penyakit dapat dipandang sebagai proses polisiklik. Hal ini karena ketika data intensitas penyakit digambarkan dalam bentuk kurva, belum dapat diketahui apakah penyakit yang bersangkutan merupakan penyakit Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
59
© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan monosiklik atau polisiklik. Suatu data atau kurva perkembangan penyakit perlu dianalisis terlebih dahulu untuk menentukan apakah penyakit yang dihadapi merupakan penyakit monosiklik atau polisiklik. Namun tujuan utama analisis perkembangan penyakit bukanlah sekedar untuk menentukan tipe perkembangan penyakit.
) 100 % ( T 80 I K A Y N 60 E P N A 40 H A R A 20 P E K
0
10
20
30
40
WAKTU
Gambar 6.1. Penyajian Hasil Pengamatan Penyakit pada Setiap Selang Waktu Ter-tentu dalam Bentuk Kurva Perkembangan Penyakit
100 ) % ( T I K A Y N E P N A H A R A P E K
100 ) % ( T I K A Y N E P N A H A R A P E K
80 60 40 20 0
80 60 40 20 0
10
15
20
25
30
35
WAKTU
10
15
20
25
30
35
40
WAKTU
(a) (b) Gambar 6.2. Skema Hubungan antara Perkembangan Penyakit dan Rantai/Daur In-feksi: (a) Perkembangan Penyakit Monosiklik terdiri atas Satu Rantai/Daur Penyakit dan (b) Perkembangan Penyakit Polisiklik terdiri atas Beberapa Rantai/Daur Infeksi. Lingkaran menggambarkan rantai/daur infeksi yang terdiri atas proses infeksi, sporulasi, dan diseminasi. Analisis perkembangan penyakit tumbuhan dilakukan terutama untuk menentukan berbagai ciri yang terkait dengan perkembangan penyakit yang bersangkutan. Ciri terpenting dalam perkembangan penyakit adalah laju perkembangan intrinsik yang menyatakan pertambahan jumlah luka per satuan luka induk per satuan waktu. Laju perkembangan intrinsik tersebut merupakan tanggapan penyakit terhadap faktor lingkungan, inang, dan patogen serta tanggapan terhadap upaya pengendalian yang dilakukan. 2. Pendekatan Analisis Perkembangan Epidemi Penyakit Tumbuhan a. Proposal van der Plank Cara para pakar epidemiologi penyakit tumbuhan dalam memandang perkembangan epidemi berubah secara drastis sejak van der Plank mempublikasikan bukunya, Plant Diseases:
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
60
© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan Epidemics and Control, pada tahun 1963. Sebelumnya, sejumlah pakar memang telah berupaya
untuk menganalisis perkembangan epidemi penyakit tumbuhan, tetapi tidak satupun yang menggunakan pendekatan sebagaimana yang dilakukan oleh van der Plank. Keberhasilan van der Plank terutama adalah dalam memberikan cara kuantitatif untuk melakukan analisis perkembangan epidemi penyakit tumbuhan. Analisis yang dilakukannya didasarkan pada penggunaan pendekatan populasi dalam memandang penyakit tumbuhan dan penggunaan teori dinamika populasi untuk menganalisis perkembangan penyakit tumbuhan. Penggunaan pendekatan populasi dilakukan secara cerdik dengan menggunakan analogi penambahan jumlah uang yang didepositokan di bank. Analogi semacam itu sangat membantu mengingat pada saat itu ekologi populasi masih kurang mendapat perhatian dari para pakar penyakit tumbuhan, meskipun penyakit tumbuhan merupakan ilmu yang berpijak pada aras populasi. Van der Plank menganalogikan inokulum sebagai jumlah awal uang yang didepositokan dan laju infeksi sebagai bunga yang diberikan oleh bank. Jika sejumlah uang, Y 0, didepositokan selama satu tahun dengan bunga r per tahun maka pada akhir tahun jumlah uang yang diterima deposan adalah: Yt=Y0(1+rt) [6.1] Van der Plank menggunakan Pers. [6.1] untuk menganalogikan penyakit-penyakit yang menginfeksi tanaman hanya dengan inokulum awal, sedangkan inokulum yang dihasilkan dari infeksi tidak dapat menginfeksi tanaman yang sama karena tanaman sudah dipanen atau karena sebab-sebab lain. D alam hal ini, inokulum awal “didepositokan berjangka” dengan jangka waktu selama satu musim tanam dan penyakit yang berkembang dinamakan “penyakit bunga tunggal” ( simple interest diseases). Berbeda dengan pendepositoan uang, pada perkembangan penyakit yang mula-mula didepositokan bukanlah penyakit, melainkan inokulum sehingga untuk “penyakut bunga tunggal” Pers. [5.1] harus dinyatakan dalam kaitan dengan inokulum menjadi: Yt=QRt) [6.2] Pada Per. [6.2], Y t adalah penyakit pada waktu t, Q adalah jumlah inokulum awal, dan R adalah efikasi inokulum awal. Jika setelah selang waktu t deposito masih diteruskan maka pada selang waktu t+1 bunga yang diperoleh selama selang waktu t akan ditambahkan sebagai modal sehingga pada waktu t>1 jumlah uang dan bunganya menjadi: Yt=Y0(1+r)t [6.3] Untuk selang waktu t yang sangat kecil, Pers. [6.3] berubah menjadi: Yt=Y0(e)rEt [6.4] Indeks E pada Pers. [6.4] digunakan untuk menunjukkan bahwa r merupakan laju perkembangan secara eksponensial. Van der Plank menggunakan Pers. [6.4] untuk menerangkan perkembangan penyakit yang inokulum yang dihasilkannya dari infeksi oleh inokulum awal kembali dapat menginfeksi tanaman yang sama karena daur infeksi yang lebih singkat daripada umur tanaman yang tersisa sejak terjadinya infeksi pertama. Van der Plank mengistilahkan penyakit-penyakit yang mampu melakukan infeksi beberapa kali berturut-turut pada tanaman yang sama sebagai “penyakit bunga berbunga” ( multiple interest diseases). Van der Plank menyadari bahwa terdapat perbedaan yang sangat mendasar antara pendepositoan uang di bank dengan perkembangan penyakit. Perbedaan tersebut berkaitan dengan kenyataan bahwa permukaan tanaman yang telah terinfeksi tidak dapat terinfeksi lagi. Menghadapi kenyataan tersebut, van der Plank menggunakan faktor koreksi (1-Y) terhadap turunan tingkat pertama dari persamaan perkembangan penyakit menurut model bungan tunggal maupun bunga berbunga sebagai masing-masing sebagai berikut: dy/dt =QR dy/dt =QR(1-Y) =QR menjadi =QR(1-Y) [6.5a] dy/dt =rY dy/dt =rY(1-Y) =rY menjadi =rY(1-Y) [6.5b] Pada penyakit bunga tunggal, jumlah inokulum awal Q dan efikasi inokulum awal R menentukan laju perkembangan penyakit sehingga Pers. [6.5a] dapat dituliskan menjadi: dy/dt=r(1-Y) [5.6] Bentuk integral dari Pers. [6.6] dan Pers. [6.5a] adalah masing-masing:
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
61
© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan Yt=
1-Bexp(rMt) 1 1+B[exp(
Yt=
[6.7a] [6.7b]
-rLt)] Pada Pers. [6.7a] dan Pers. [6.7b], exp menyatakan perpangkatan terhadap bilangan asli e sedemikian sehingga exp(x)=e x. Pada Pers [6.7], indeks M menyatakan penyakit berkembang secara monomolekuler, sedangkan indeks L menyatakan penyakit berkembang secara logistik. Van der Plank tidak menggunakan istilah monomolekuler maupun logistik dalam pengembangan model analitik yang dilakukannya, tetapi menggunakan linearisasi dari kedua model tersebut untuk melakukan analisis perkembangan penyakit. Bentuk linier dari model molekuler dan logistik adalah masing-masing sebagai berikut: 1 1 ln = ln + r M t [6.8a] (1 Y t ) (1 Y 0 ) ln
Y t
= ln
Y 0
+ r L t
[6.8b] (1 Y t ) (1 Y 0 ) Pada Pers. [6.8a] dan Pers. [6.8b], ln menyatakan logaritma berbasis bilangan asli, sedangkan transformasi ln(1/(1-Y)) biasa disebut monit dan transformasi ln(Y/(1-Y)) disebut logit . b.
Pendekatan Lain
Pendekatan pemodelan sebagai yang diajukan oleh van der Plank dapat digunakan untuk menganalisis perkembangan epidemi penyakit tumbuhan yang mengikuti pola tertentu. Untuk berbagai kasus epidemi, perkembangan penyakit tidak menunjukkan pola yang khas melainkan naik dan turun secara tidak beraturan. Dalam menghadapi epidemi yang berkembang tanpa mengikuti pola tertentu diperlukan pendekatan alternatif untuk menganalisis perkembangan epidemi secara kuantitatif. Pendekatan alternatif yang dapat digunakan untuk menganalisis epidemi penyakit tumbuhan yang berkembang tanpa mengikuti suatu pola tertentu adalah pendekatan penghitungan laju dan luas daerah di bawah kurva sebagai telah diuraikan pada Bab III. Selain itu, untuk tujuan pembandingan juga dapat digunakan pendekatan analisis ragam lintas waktu dengan memandang waktu sebagai sumber variasi tambahan terhadap variasi yang telah ada sesuai dengan rancangan dasar yang digunakan dalam pelaksanaan percobaan. Uraian rinci mengenai teknik penggunaan pendekatan alternatif tersebut akan diberikan pada sub-bab berikutnya. 3. Teknik Analisis Perkembangan Epidemi Penyakit Tumbuhan a. Teknik Pemodelan Analitik Van der Plank (1963) menggunakan dua model biologis untuk menganalisis epidemi penyakit tumbuhan, yaitu model monomolekuler untuk penyakit bunga tunggal (monosiklik) dan model logistik untuk penyakit bunga majemuk (polisiklik). Kedua model tersebut telah diuraikan pada sub-bab sebelumnya. Berbagai model lain kini telah digunakan untuk memodelkan perkembangan penyakit dalam kondisi lingkungan tertentu. Berbagai model yang digunakan untuk menyatakan perkembangan penyakit tumbuhan disajikan pada Tabel 6.1 dan dalam bentuk kurva pada Gambar 6.3. Model yang digunakan untuk menyatakan perkembangan penyakit tumbuhan merupakan model mekanistik atau biologis. Makna biologis dari model monomolekuler dan model logistik terkait dengan pemilahan penyakit menjadi penyakit bunga tunggal (monosiklik) dan penyakit bunga majemuk (polisiklik). Derivatif dY/dt menyatakan laju pembentukan luka dengan satuan jumlah luka per satuan waktu, sedangkan r menyatakan laju perkembangan intrinsik penyakit dengan satuan jumlah luka baru per luka lama per satuan waktu. Model eksponensial, monomolekuler, logistik, loglogistik, dan gompertz, tidak mempunyai parameter bentuk kurva, sedangkan model richard dan weibull mempunyai parameter bentuk kurva. Parameter bentuk kurva memungkinkan kedua model lebih baik digunakan untuk menerangkan
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
62
© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan perkembangan epidemi yang kurvanya kurang dapat diterangkan menggunakan kelima model lainnya. Tabel 6.1. Model yang Digunakan untuk Memodelkan Perkembangan Penyakit Tum-buhan Model dY/dt Y= Bentuk Linier Eksponensial r Ey y0exp(rEt) ln(y)=ln(y0)+rLt MonomolerM(1-y) 1-[(1-y0)exp(-rMt)] ln[1/(1-y)=ln[1/(1-y0)+rMt kuler Logistik r Ly(1-y) 1/[1+exp(-{ln[y0 /(1ln[y(1-y)]=ln[y/(1-y0)+rLt y0)]+rLt})] Gompertz rGy[-ln(y)] exp[ln(y0)exp(-rGt)] -ln[-ln(y)]=-ln[-ln(y0)+rGt -r Log-logistik r LLy(1-y)/t 1/{1+[(1-yt)/yt] LL} ln[y/(1-y)]=ln[y /(1t yt)]+rLLln(t) m-1 1/(1-m) Richards [rRy(1-y )]/ [1-Bexp(-r Rt)] ln[1/(1-y(1-m))]=ln[1/(1-y0(1-m))] (m-1) bila m<1 B=1-y0(1-m) +rRt 1/(1-m) [1+Bexp(-r Rt)] ln[1/(y(1-m))-1]=ln[1/(y0(1-m))-1] bila m>1 B=y0(1-m)-1 +rRt c-1 c Weibull (c/b)[(t-a)/b] 1-exp{-[(t-a)/b] } {ln[1/(1-y)]}1/c=-a/b+t/b exp-[(t-a)/b]c ln{ln[1/(1-y)]}=-c ln{ln[1/(1-y)]}=-c ln(b)+c ln(c-a) r=laju intrinsik perkembangan epidemi (dengan indeks E, M, L, LL, R, dan W menyatakan model yang bersangkutan) y0=intensitas penyakit pada saat t=0 dan y=intensitas penyakit pada saat t=t, t=waktu a, b, B, c=tetapan exp(x)=e(x), e=bilangan asli ln[1/(1-y)]=monit, ln[1/(1-y)]=monit, ln[y(1-y)]=logit, ln[y(1-y)]=logit, dan -ln[-ln(y)]=gompitz -ln[-ln(y)]=gompitz
0.08 0.07 0.06 t 0.05 d / Y 0.04 d 0.03 0.02 0.01 0
1.5 1.2 Y
0.9 0.6 0.3 0 0
20
40
60
80
0
1 00 10
20
40
60
80
100 10
80
100 10
WAKTU
WAKTU
EKSPONENSIAL (Y0=0,01, r=0,05) 1
0.05
0.8
0.04
0.6 0.4
t 0.03 d / Y d 0.02
0.2
0.01
0
0
Y
0
20
40
60
80
100 10
WAKTU
0
20
40
60
WAKTU
MONOMOLEKULER (b=1, r=0.05)
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
63
© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan
1
0.030
0.8
0.025 t d / Y d
0.6 Y
0.4
0.020 0.015 0.010
0.2
0.005
0
0.000 0
20
40
60
80
0
1 00 10
20
40
60
80
10 0 10
WAKTU
WAKTU
LOGISTIK LOGISTIK (b=200, r=0,1)
Y
1
0.001
0.8
0.0008
0.6 0.4
t 0.0006 d / Y d 0.0004
0.2
0.0002
0
0 0
20
40
60
80
0
1 00 10
20
40
60
80 10 100
WAKTU
WAKTU
GOMPERTZ (b=10.000, r=0,2) 0.00160 0.00140 0.00120 t 0.00100 d / Y 0.00080 d 0.00060 0.00040 0.00020 0.00000
0.06 0.05 0.04 Y 0.03
0.02 0.01 0 0
20
40
60
80
0
100 10
20
40
60
80 10 100
WAKTU
WAKTU
LOGLOGISTIK (b=100, r=0,4) 0.040
1
0.035
0.8
0.030 t 0.025 d / Y 0.020 d
0.6 Y
0.4
0.015 0.010
0.2
0.005 0.000
0 0
20
40
60
80
10 1 00
WAKTU
0
20
40
60
80
100 10
WAKTU
RICHARD (b=1, r=0,05, m=0,001)
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
64
© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan
Gambar 6.3. Kurva Intensitas Penyakit (Y vs WAKTU) dan Laju Perkembangan Mutlak (dY/dt vs WAKTU) untuk Enam Model Perkembangan Penyakit Perlu diperhatikan bahwa model yang digunakan untuk menyatakan perkembangan penyakit tumbuhan dikembangkan dari model-model yang lazim digunakan dalam ekologi populasi. Hanya saja, parameter daya dukung K yang lazim ditemukan pada penggunaan modelmodel tersebut dalam bidang ekologi populasi diganti dengan 1 mengingat dalam penyakit tumbuhan populasi penyakit dinyatakan sebagai proporsi terhadap seluruh permukaan tanaman yang dapat terinfeksi. Dalam perkembangan penyakit, seluruh permukaan tanaman merupakan daya dukung bagi perkembangan suatu penyakit. Sebagai suatu model, semua model biologis untuk menganalisis epidemi penyakit tumbuhan didasarkan atas sejumlah asumsi. Asumsi dimaksud adalah: 1) Lingkungan perkembangan penyakit adalah seragam 2) Populasi inang maupun patogen masing-masing seragam secara genetik dalam kaitan dengan tingkat kerentanan dan kelas umur 3) Inang selalu tersedia untuk terus menerus terinfeksi dan kemudian sakit 4) Penyakit terus menerus mengalami perubahan yang segera dapat dilihat 5) Pola perpencara penyakit pada satu inang maupun antar inang yang berbeda adalah acak (atau seragam). Kelima asumsi tersebut umumnya sangat sulit dapat dipenuhi sehingga pada banyak kasus penerapan model untuk menganalisis epidemi penyakit tumbuhan, asumsi tersebut sering kurang diperhatikan sehingga menghasilkan kesimpulan yang menyesatkan. Perlu pula diperhatikan bahwa untuk memperoleh hasil yang baik, model dapat digunakan jika tersedia data intensitas penyakit sekurang-kurangnya dari tujuh kali pengamatan dengan selang waktu tertentu. Model-model yang lebih kompleks telah dikembangkan untuk memenuhi asumsi tersebut, tetapi untuk memahaminya diperlukan pengetahuan matematika dan satistika lanjut (Campbell dan Madden, 1990). Selain model biologis, model empirik juga dapat digunakan untuk menerangkan pertumbuhan populasi tetapi model semacam itu jarang digunakan untuk menerangkan perkembangan epidemi penyakit tumbuhan. Salah satu model empirik yang pernah digunakan adalah persamaan polinomial: y = b0+b1t+b2t2+…..+b(p-1)t(p-1) [6.9] suatu model linier dengan p parameter. Penggunaan model polinomial tersebut tidak banyak bermanfaat kecuali sekedar untuk menerangkan pola perkembangan epidemi berdasarkan satu gugus data tertentu (Campbell et al., 1980a,b). b.
Teknik Integrasi
Jika data perkembangan epidemi tidak dapat diterangkan dengan model maka analisis dapat dilakukan secara sederhana dengan menghitung luas daerah di bawah kurva (LDBK) perkembangan penyakit. LDBK sebenarnya merupakan integrasi penyakit selama selang waktu t (lihat kembali Bab III). Dengan demikian, LDBK dengan mudah dapat dihitung dengan menggunakan integral tertentu jika model perkembangan penyakit diketahui. Namun jika model tidak dapat ditentukan dapat digunakan pendekatan dengan menggunakan Pers. [3.10] (lihat kembali uraian pada Bab III). Penghitungan LDBK dapat dilakukan untuk n kali pengamatan berturut-turut dengan selang pengamatan yang tidak harus seragam. Stuan LDBK adalah intensitas penyakit x waktu karena y mempunyai satuan intensitas penyakit dan t mempunyai satuan waktu. c.
Teknik Analisis Ragam
Kadangkala pemodelan dan LDBK tidak dapat digunakan untuk menganalisis perkembangan epidemi penyakit tumbuhan, misalnya karena kurva perkembangan menunjukkan kecenderungan melingkar, pengamatan dilakukan secara tidak sinambung, atau intensitas penyakit tiba-tiba sangat menurun pada pengamatan terakhir (Thal & Campbell,
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
65
© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan 1988). Jika data intensitas penyakit merupakan hasil percobaan faktorial, peneliti mungkin lebih tertarik untuk mengetahui pengaruh interaksi yang terjadi antar perlakuan daripada menganalisis perilaku epidemi secara terpisah untuk setiap perlakuan. Jika keadaannya demikian maka teknik analisis yang dapat digunakan adalah analisis ragam data pengamatan berulang ( repeatedmeasures analysys of variance)(Campbell & Madden, 1990). Pengamatan intensitas penyakit y pada waktu t pada setiap satuan percobaan menimbulkan pembatasan pengacakan dalam waktu yang serupa dengan pembatasan pengacakan dalam ruang yang terjadi pada anak petak percobaan agronomi. Oleh karena itu, waktu pengamatan intensitas penyakit dapat dipandang sebagai anak petak terhadap perlakuan yang dirancang dengan menggunakan rancangan dasar. Misalkan intensitas penyakit diamati sebanyak t kali pada sejumlah k kultivar uang dirancang dalam rancangan dasar acak kelompok maka data dapat dianalisis dengan menggunakan model analisis ragam data pengamatan berulang yang disajikan pada Tabel 6.2.
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
66
© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan Tabel 6.2. Hasil Analisis Ragam Data Pengamatan Berulang Intensitas Penyakir yang Diamati sebanyak t kali pada k Kultivar yang Dirancang dalam Rancangan Acak Kelompok Sumber Keragaman Derajat Jumlah Kuadrat Pr>p Bebas Kuadrat Tengah Blok (r ) (nr-1) JKB KTB Kultivar (k) (nk -1) JKK KTK Blok x Kultivar (Galat a) (n r-1)(nk -1) JKGa Waktu (t) (nt-1) JKW KTW Waktu x Kultivar Kultivar (nt-1)(nk -1) JKWK KTWK Waktu dan Waktu x kultivar (Galat b) JKGb Total JKT Sumber: Campbell & Madden (1990) d.
Pemilihan Teknik Analisis
Untuk suatu gugus data perkembangan epidemi penyakit tumbuhan perlu dipilih satu teknik analisis yang paling sesuai. Berbagai faktor menentukan kesesuaian suatu teknik analisis untuk dipilih. Untuk maksud tersebut, pada Tabel 6.3 disajikan aspek penting setiap teknik analisis yang telah dibahas sebelumnya. Tabel 6.3. Pemilihan Teknik Analisis Data Perkembangan Penyakit Tumbuhan Berdasar-kan Beberapa Aspek yang Harus Dipertimbangkam Aspek Teknik Analisis Pemodelan Integrasi Analisis Ragam Asumsi Lima asumsi harus Tidak ada asumsi yang Asumsi analisis ragam dipenuhi harus dipenuhi harus dipenuhi Tujuan Perilaku epidemi dan Pembandingan Pembandingan pembandingan Jumlah Kali Setidaknya tujuh kali Berapa saja dengan Berapa saja dengan Pengamatan secara berturut-turut interval berbeda interval berbeda Pola Data Data membentuk kurva Data tidak perlu Data tidak perlu dengan bentuk khas membentuk kurva membentuk kurva dengan bentuk khas dengan bentuk khas Perilaku Dapat diterangkan Tidak dapat Tidak dapat Epidemi dengan parameter r diterangkan diterangkan 4.
a.
Pengaruh Faktor Lingkungan terhadap Perkembangan Penyakit: Teladan Penerapan Analisis Epidemi Penyakit Tumbuhan Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Perkembangan Penyakit
Sebagaimana telah disinggung pada awal bab ini, perkembangan penyakit tumbuhan terjadi dari satu atau serangkaian rantai/daur infeksi. Oleh karena itu, pengaruh faktor lingkungan, inang, dan patogen terhadap proses maupun sub-proses dalam rantai/daur infeksi pada akhirnya terakulumasi sebagai pengaruh terhadap perkembangan penyakit tumbuhan. Atas dasar penalaran tersebut, analisis pengaruh faktor lingkungan, inang, dan patogen terhadap perkembangan penyakit tumbuhan dilakukan terhadap perubahan atau integrasi kuantitas penyakit dari waktu ke waktu dan bukan terhadap kuantitas penyakit pada suatu waktu tertentu. Mengingat pengaruh faktor lingkungan, inang, dan patogen terhadap perkembangan penyakit tumbuhan merupakan akumulasi pengaruh terhadap proses atau sub-proses dalam rantai/daur infeksi maka seluruh faktor yang berpengaruh terhadap proses atau sub-proses dalam rantai/daur penyakit juga berpengaruh terhadap perkembangan penyakit. Pengaruh faktor tersebut dapat diteliti secara tunggal maupun dalam interaksi beberapa faktor sebagaimana dilakukan terhadap proses atau sub-proses dalam rantai/daur infeksi. b.
Teladan Penerapan Teknik Analisis
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
67
© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan Sebagai teladan penerapan teknik analisis yang telah dibahas digunakan data perkembangan epidemi penyakit hawar lambat ( late blight ) pada empat kultivar kentang yang diperoleh dari Campbell & Madden (1990) sebagaimana disajikan pada Tabel 6.4. Tabel 6.4. Data Perkembangan Epidemi Penyakit (% Keparahan) Hawar Dini pada Empat Kultivar Kentang Hari Ulangan Keparahan Hawar Lambat (%) pada Empat Kultivar Kentang Setelah Katahdin Kennebec Monona Sebago Inokulasi 11 1 0.0 0.0 0.0 0.0 11 2 0.0 0.0 0.0 0.0 11 3 0.0 0.0 0.0 0.0 11 4 0.0 0.0 0.0 0.0 14 1 2.5 0.9 11.8 0.7 14 2 11.8 0.8 7.8 1.7 14 3 2.3 1.7 2.8 1.0 14 4 3.9 1.0 8.0 1.4 18 1 23.2 6.6 28.5 8.5 18 2 26.2 5.2 35.3 4.2 18 3 23.4 3.2 29.8 4.2 18 4 21.5 6.5 34.0 5.8 21 1 37.8 14.3 51.0 11.3 21 2 42.0 17.5 62.0 9.5 21 3 32.5 16.5 60.3 11.5 21 4 37.3 13.0 60.3 22.5 24 1 56.3 41.0 84.8 26.8 24 2 58.8 32.8 81.5 31.8 24 3 56.3 41.3 83.0 29.3 24 4 55.3 35.0 80.8 36.3 29 1 83.5 65.8 96.3 42.0 29 2 85.0 59.5 98.0 48.0 29 3 72.5 60.3 98.3 45.3 29 4 78.0 54.8 98.0 56.5 32 1 89.3 81.5 99.0 65.3 32 2 92.5 76.0 99.5 70.5 32 3 91.0 74.5 99.7 65.0 32 4 87.0 71.3 99.7 65.3 37 1 98.3 92.5 100.0 75.5 37 2 98.3 89.3 100.0 79.5 37 3 98.0 87.5 100.0 83.0 37 4 98.3 88.8 100.0 78.0 Analisis data perkembangan penyakit dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut: 1) Memahami gambaran umum perkembangan penyakit, dilakukan dengan menggambarkan kurva perkembangan penyakit dengan menggunakan rerata ulangan data keparahan penyakit sehingga diperoleh kurva perkembangan penyakit untuk setiap kultivar. Penghitungan rerata dan penggambaran kurva dilakukan dengan menggunakan program aplikasi Excel dengan hasil sebagaimana disajikan pada Gambar 6.4. 2) Memilih teknik analisis yang akan digunakan dan melakukan analisis sesuai dengan teknik yang dipilih, dilakukan dengan menggunakan kriteria yang disajikan pada Tabel 6.3. Teknik analisis dapat berupa teknik pemodelan analitik, teknik integrasi, atau teknik
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
68
© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan analisis ragam data pengamatan berulang. Pada teladan ini akan digunakan ketiga teknik analisis tersebut. Analisis dapat dilakukan dengan menggunakan program aplikasi statistika seperti Minitab, SPSS, Statistica, SAS, dan sebagainya, atau bahkan dengan menggunakan Excel yang diinstalasi lengkap dengan modul analisis datanya. 3) Memeriksa hasil analisis, dilakukan dengan menggunakan kriteria yang sesuai dengan teknik analisis yang digunakan. Untuk teknik pemodelan analisis, pemeriksaan dilakukan untuk mengevaluasi model dengan kriteria sebagaimana telah dibahas pada Bab V. Untuk teknik integrasi dan analisis data pengamatan berulang pemeriksaan dilakukan terhadap signifikansi pengaruh faktor yang menentukan perkembangan penyakit. Pemeriksanaan hasil analisis memerlukan pengetahuan yang memadai dalam statistika, khususnya dalam kaitan dengan teknik analisis statistika yang digunakan. 4) Menginterpretasikan dan membahas hasil analisis, dilakukan dengan menyoroti aspek penting yang diperoleh sebagai hasil analisis dan melakukan pembahasan terhadap hasil yang diperoleh dengan menggunakan rujukan yang relevan. 5) Menyimpulkan hasil analisis, dilakukan dengan menyebutkan secara ringkas aspek penting yang perlu dikemukakan sebagai hasil analisis.
100 ) % ( N A H A R A P E K
80 60 40 20 0 10
15
20
25
30
35
40
WAKTU (HARI)
KA TA HDIN MONONA
KENNEBEC SEBA GO
Gambar 6.4. Kurva Perkembangan Penyakit Hawar Lambat pada Empat Kultivar Ken-tang (Data dari Campbell & Madden 1990). Pada teladan ini, analisis data dilakukan dengan menggunakan program aplikasi statistika SAS for Windows. Untuk melakukan analisis data dengan menggunakan program aplikasi SAS, terlebih dahulu perlu ditulis program SAS yang sesuai dengan pendekatan analisis tersebut di atas. Program SAS untuk analisis data dengan pendekatan pemodelan analitik, integrasi, dan analisis data pengamatan berulang berturut-turut disajikan pada Tabel 6.5, Tabel 6.6, dan Tabel 6.7. LDBK perkembangan penyakit untuk analisis data dengan pendekatan integrasi dihitung dengan menggunakan Excel dan hasilnya disajikan pada Tabel 6.8. Ringkasan hasil analisis dengan pendekatan pemodelan analitik, integrasi, dan analisis ragam data pengamatan berulang berturut-turut disajikan pada Tabel 6.9, Tabel 6.10, dan Tabel 6.11. Tabel 6.5. Program SAS untuk Menyuai ( to Fit ) Model Linier Logistik, Monomolekuler, dan Gompertz terhadap Data Keparahan Hawar Lambat pada Kultivar Kentang /*PROGRAM TO FIT MONOMOLECULER, MONOMOLECULER, LOGISTIC, AND GOMPERTZ MODEL*/ /*TO DISEASE PROGRESS DATA*/ /*POTATO CULTIVAR KATAHDIN*/ /*DATA FROM CAMPBELL & MADDEN (1990)*/
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
69
© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan OPTIONS NODATE NOCENTER; DATA DISEASE; INPUT DAY REP DISEASE; PDIS=DISEASE/100; MPDIS=LOG(1/(1-PDIS)); LPDIS=LOG(PDIS/(1-PDIS)); GPDIS=LOG(1/(LOG(1/PDIS))) ; CARDS; (DATA LINES) ; /*REGRESSION ANALYSIS*/ PROC GLM DATA=DISEASE; MODEL MPDIS LPDIS GPDIS=DAY; OUTPUT OUT=PLOTDATA PREDICTED=PMPDIS PLPDIS PGPDIS RESIDUALS=RMPDIS RLPDIS RGPDIS; RUN; /*PLOTTING MONIT DATA*/ PROC PLOT DATA=PLOTDATA HPCT=50 VPCT=50; PLOT RMPDIS*PMPDIS=’*’/VREF=0; PLOT PMPDIS*DAY=’P’ MPDIS*DAY=’O’/OVERLAY; RUN; /*PLOTTING LOGIT DATA*/ PROC PLOT DATA=PLOTDATA HPCT=50 VPCT=50; PLOT RLPDIS*PLPDIS=’*’/VREF=0; PLOT PLPDIS*DAY=’P’ LPDIS*DAY=’O’/OVERLAY; RUN; /*PLOTTING GOMPIT DATA*/ PROC PLOT DATA=PLOTDATA HPCT=50 VPCT=50; PLOT RGPDIS*PGPDIS=’*’/VREF=0; PLOT PGPDIS*DAY=’P’ GPDIS*DAY=’O’/OVERLAY; RUN;
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
70
© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan Tabel 6.6. Program SAS untuk Menganalisis Data LDBK Hawar Lambat pada Empat Kultivar Kentang /*PROGRAM TO ANALYZE AUDPC DATA*/ /*POTATO CULTIVAR KATAHDIN*/ /*DATA FROM CAMPBELL & MADDEN (1990)*/ OPTIONS NODATE NOCENTER; DATA AUDPC; INPUT CULT $ REP1 REP2 REP3 REP4; DROP REP1-REP4; REP=1; LDBK=REP1; OUTPUT; REP=2; LDBK=REP2; OUTPUT; REP=3; LDBK=REP3; OUTPUT; REP=4; LDBK=REP4; OUTPUT; CARDS;
(DATA LINES) ; PROC ANOVA DATA=AUDPC; CLASSES CULT REP; MODEL LDBK=CULT REP; MEANS CULT/DUNCAN; RUN; Tabel 6.7. Program SAS untuk Menganalisis Data Keparahan Hawar Lambat pada Empat Kultivar Kentang dengan Analisis Ragam Data Pengamatan Berulang /*PROGRAM TO ANALYZE DISEASE SEVERITY DATA*/ /*REPEATED MEASUREMENT OF DISEASE SEVERITY*/ /*POTATO CULTIVAR KATAHDIN*/ /*DATA FROM CAMPBELL & MADDEN (1990)*/ OPTIONS NODATE NOCENTER; DATA SEVERITY; INPUT DAY REP CULT1 CULT2 CULT3 CULT4; DROP CULT1-CULT4; CULT=1; DIS=CULT1; OUTPUT; CULT=2; DIS=CULT2; OUTPUT; CULT=3; DIS=CULT3; OUTPUT; CULT=4; DIS=CULT4; OUTPUT; CARDS;
(DATA LINES) ; PROC ANOVA DATA=SEVERITY; CLASSES CULT DAY REP; MODEL LDBK=CULT REP CULT*REP DAY CULT*DAY; TEST H=CULT E=CULT*REP; MEANS CULT DAY CULT*DAY/DUNCAN; RUN;
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
71
© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan Tabel 6.8. Data Hasil Perhitungan LDBK (Hari*%) Hawar Lambat pada Empat Kultivar Kentang KULTIVAR
ULANGAN 1 194.0 177.4 170.9 142.6
KATAHDIN KENNEBEC MONONA SEBAGO
2 186.7 176.2 180.8 145.7
3 180.8 189.0 179.1 160.1
4 190.3 173.3 180.5 152.1
Sumber: Dihitung dari data yang diperoleh dari Campbell & Madden (1990) Tabel 6.9. Ringkasan Hasil Penyuaian Model Monomolekuler, Logistik, dan Gompertz terhadap Keparahan Penyakit Hawar Daun Tomat Model
Pr>F
R2
Monomolekuler Logistik Gompertz
0.0001 0.0001 0.0001
0.87093 0.96574 0.96324
-2.18983 -6.76548 -4.36668
Monomolekuler Logistik Gompertz
0.0001 0.0001 0.0001
0.86198 0.96158 0.98283
-1.32798 -8.00834 -3.97136
B0
Pr>t KATAHDIN 0.0001 0.0001 0.0001 KENNEBEC 0.0001 0.0001 0.0001
B1
Pr>t
Sisaan
0.14584 0.28799 0.21396
0.0001 0.0001 0.0001
Pola V Pola >(OK) Pola V (OK)
0.08579 0.28633 0.16450
0.0001 0.0001 0.0001
Po;a V Pola A Acak (OK)
0.25496 0.43538 0.35510
0.0001 0.0001 0.0001
Pola V Acak (OK) Pola V(?)
0.25496 0.43538 0.35510
0.0001 0.0001 0.0001
Pola V Acak (OK) Pola V(?)
MONONA Monomolekuler Logistik Gompertz
0.0001 0.0001 0.0001
0.87195 0.98150 0.95973
-3.67356 -8.73567 -6.44489
0.0001 0.0001 0.0001
SEBAGO Monomolekuler Logistik Gompertz
0.0001 0.0001 0.0001
0.87195 0.98150 0.95974
-3.67356 -8.73567 -6.44489
0.0001 0.0001 0.0001
Tabel 6.10. Hasil Analisis Ragam LDBK Hawar Lambat pada Empat Kultivar Kentang Source DF Model 6 Error 9 Corrected Total 15 R-Square 0.891767 Source CULT REP
DF 3 3
Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F 3297.41875000 549.56979167 12.36 0.0007 400.20562500 44.46729167 3697.62437500 C.V. Root MSE LDBK Mean 3.838607 6.66837999 173.71875000 Anova SS 3214.73187500 82.68687500
Mean Square F Value Pr > F 1071.57729167 24.10 0.0001 27.56229167 0.62 0.6196
Duncan's Multiple Range Test for variable: LDBK NOTE: This test controls the type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate Alpha= 0.05 d f= 9 MSE= 44.46729 Number of Means 2 3 4 Critical Range 10.67 11.13 11.40 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N CULT A 187.950 4 KAT A 178.975 4 KEN A 177.825 4 MON B 150.125 4 SEB
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
72
© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan Tabel 6.11. Hasil Analisis Ragam Data Pengamatan Berulang Keparahan Hawar Lambat pada Empat Kultivar Kentang Analysis of Variance Procedure Dependent Variable: DIS Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 43 168810.06523438 3925.81547057 498.66 0.0001 Error 84 661.31531250 7.87280134 Corrected Total 127 169471.38054688 R-Square 0.996098
C.V. 6.421975
Root MSE 2.80585127
DIS Mean 43.69140625
Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F CULT 3 16591.46210937 5530.48736979 5530.48736 979 702.48 0.0001 REP 3 40.76460937 13.58820312 1.73 0.1679 CULT*REP 9 234.90757813 26.10084201 3.32 0.0017 DAY 7 145120.78367187 20731.54052455 2633.31 0.0001 CULT*DAY 21 6822.14726563 324.86415551 41.26 0.0001 Tests of Hypotheses using the Anova MS for CULT*REP as an error term Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F CULT 3 16591.46210937 5530.48736979 211.89 0.0001
Hasil analisis data perkembangan hawar lambat pada empat kultivar kentang dengan menggunakan pendekatan pemodelan, integrasi, dan analisis ragam data pengamatan berulang menunjukkan: 1) Model Gompertz sesuai untuk menyuai data perkembangan hawar lambat, model logistik sesuai untuk perkembangan penyakit pada kultivar Katahdin, Monona, dan Sebago. Model monomolekuler tidak sesuai untuk menyuai data perkembangan penyakit pada semua kultivar yang menunjukkan bahwa hawar lambat merupakan penyakit polisiklik. Jika digunakan hasil penyuaian menggunakan model Gompertz maka kultivar yang paling tahan terhadap hawar lambat adalah Kennebec 2) Hasil analisis ragam data LDBK sebagai integrasi perkembangan hawar lambat pada keempat kultivar kentang menunjukkan bahwa kultivar yang paling tahan terhadap hawar lambat adalah Sebago. 3) Hail analisis ragam data pengamatan berulang keparahan hawar lambat pada empat kultivar kentang menunjukkan bahwa terdapat interaksi yang sangat nyata antara faktor kultivar dan hari yang menunjukkan bahwa perkembangan hawar lambat pada keempat kultivar berbeda satu sama lain. Kultivar yang paling tahan terhadap hawar lambat adalah Sebago, tetapi ketahanan setiap kultivar tergantung pada hari pengamatan. c.
Faktor Pengaruh sebagai Arah Perkembangan
Uraian pada bab ini berpusat pada penggunaan faktor waktu sebagai arah perkembangan penyakit. Dalam kaitan ini, pengamatan penyakit dilakukan secara berulang pada waktu-waktu yang berbeda. Data hasil pengamatan kemudian dapat digambarkan dalam kurva perkembangan penyakit dengan sumbu x yang berupa waktu pengamatan. Selain menggunakan faktor waktu sebagai arah perkembangan, faktor lain juga dapat digunakan. Pada Bab V telah dibahas perkembangan proses dan sub-proses dalam rantai/daur infeksi. Salah satu faktor yang berpengaruh berpengar uh terhadap proses dan sub-proses sub-pro ses dalam rantai/daur infeksi adalah periode kebasahan permukaan atau periode dengan kelembaban relatif tinggi. Hubungan antara proses atau sub-proses dalam rantai/daur infeksi dengan berbagai periode kebasahan permukaan atau periode dengan kelembaban relatif tinggi, bila digambarkan dalam kurva, menyerupai hubungan antara keparahan penyakit dengan waktu. Misalnya, hubungan antara persentase perkecambahan konidia Cercospora arachidicola yang diinokulasikan pada permukaan daun kacang tanah dengan periode kebasahan permukaan daun pada berbagai taraf suhu (Gambar 6.5) tampak sebagaimana hubungan antara keparahan penyakit dengan waktu.
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
73
© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan 100
100
h a b 80 m a c e 60 k r e B a 40 i d i n o K 20 %
) % ( N A H A R A P E K
80 60 40 20 0 10
0 0
8
16
24
32
40
15
20
25
30
35
40
WAKTU (HARI)
48
Waktu Waktu Em bun (Jam) 16
19
22
25
28
31
KA TA HDIN MONONA
KENNEBEC SEBA GO
(a) (b) Gambar 6.5. Hubungan antara Persentase Perkecambahan Konidia Cercospora ara-chidicola pada Berbagai Taraf Suhu dengan Waktu Embun (a) dan Hubungan antara Perkembangan Hawar Lambat pada Empat Kultivar Kentang dengan Waktu (b). Bandingkan bentuk kurva pada kedua hubungan tersebut. Adanya kemiripan bentuk kurva hubungan proses atau sub-proses monosiklik dengan faktor kebasahan permukaan atau periode dengan kelembaban tinggi dan bentuk kurva hubungan keparahan penyakit dengan waktu mendorong penggunaan model perkembangan penyakit untuk memodelkan pengaruh faktor lingkungan terhadap proses atau sub-proses dalam rantai/daur infeksi. Pendekatan tersebut misalnya digunakan oleh Lalancete et al. (1988) untuk memodelkan pengaruh suhu dan periode kebasahan daun terhadap efisiensi infeksi oleh Plasmopara viticola pada tanaman anggur dan oleh Carisse & Kushalappa (1990) untuk menentukan pengaruh suhu dan periode kebasahan daun terhadap Proporsi Jumlah Maksimum Luka (PML) yang disebabkan oleh Cercospora carrotae pada tanaman wortel. Peneliti tersebut menggunakan model Richards sebagaimana dinyatakan pada Pers. [5.7] dalam uraian pada Bab V.
D. Evaluasi Untuk memperdalam pemahaman mengenai materi dalam bab ini, jawablah pertanyaanpertanyaan berikut ini: 1) Jelaskan perbedaan antara penyakit bunga tunggal dan bunga berbunga menurut konsep van der Plank. 2) Mengapa untuk menggunakan model harus dipenuhi sejumlah asumsi yang terkait dengan model yang bersangkutan? Apa sebenarnya yang diamksudkan dengan asumsi? 3) Dalam ekologi populasi, model logistik mempunyai parameter K yang menyatakan daya dukung lingkungan terhadap perkembangan populasi yang bersangkutan. Mengapa dalam penggunaan model logistik untuk menerangkan perkembangan penyakit tidak terdapat parameter K? Bila parameter K akan tetap digunakan, bagaimana keparahan penyakit harus dinyatakan? 4) Mengapa dalam penyuaian suatu model terhadap data perkembangan penyakit diperlukan data dari banyak waktu pengamatan? 5) Sebutkan kelebihan dan kekurangan tiap-tiap pendekatan analisis data perkembangan penyakit. E. Tugas Berstruktur Berikut adalah data perkembangan hawar cercospora ( Cercospora apii) pada selederi dan frekuensi penyakit kanker jeruk ( Xanthomonas campestris pv. citri) Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
74
© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan Hawar Cercospora Hari 35 45 55 65 75 80 85 90 95 100 105 110 115 120 125 130 135 140 160
% Keparahan 0.1 0.5 1 3 10 20 25 30 40 60 65 70 80 82 85 90 95 98 100
Kanker Jeruk Hari 30 40 70 75 130 160 270 290 300 320 350
% Diseased Trees 3 5 8 10 12 18 30 45 82 90 100
Untuk menganalisis data perkembangan kedua penyakit tersebut, lakukanlah langkah-langkah berikut: 1) Dengan menggunakan program aplikasi Excel, buatlah kurva perkembangan penyakit untuk tiap penyakit 2) Dengan menggunakan program aplikasi Excel, lakukanlah transformasi MONIT, LOGIT, dan GOMPIT terhadap data perkembangan tiap penyakit. Kemudian, buatlah kurva MONIT vs hari, LOGIT vs hari, dan GOMPIT vs hari, masing-masing untuk setiap penyakit. Untuk tiap penyakit, manakah transformasi yang menghasilkan garis paling lurus? 3) Setelah ditentukan transformasi yang menghasilkan garis paling lurus, lakukan analisis regresi linier derajat satu antara data hasil transformasi (masing-masing untuk ketiga transformasi) dengan hari. Lakukanlah evaluasi terhadap hasil regresi. Manakah transformasi yang paling tepat? Penyakit mana yang berkembang lebih cepat? Daftar Pustaka
Campbell, C.L., & L.V. Madden 1990. Introduction to Plant Disease Epidemiology. John Wiley & Sons, New York. Carisse, O. & A.C. Kushalappa 1990. Development of an infection model for Cercospora carotae on carrot based on temperature and leaf wetness duration. Phytopathology 80:1233-1238. Lalancete M.A. Elis, & L.V. Madden 1988a. Development of an infection efficiency Model for Plasmopara viticola on american grape based on temperature and duration of leaf wetness. Phytopathology 78:794-800. Thal, W.M., & C.L. Campbell 1988. Analysis of progress of alfalfa leaf spot epidemics. Phytopathology Phytopathology 78:389-395. Van der Plank, J.E. 1963. Plant Diseases: Epidemics and Control. Academic Press, New York.
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
75