© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan BAB I
PERMASALAHAN EPIDEMI DAN PERKEMBANGAN EPIDEMIOLOGI PENGAKIT TUMBUHAN The great, even primary, importance of understanding of epidemiology no one would deny. All of the specialties that have arisen within pathology have as their ultimate goal the understanding of actual a ctual epidemics in the real fields. P.E. Wagoner (1962)
A. Pendahuluan Memasuki milenium III, penyakit tumbuhan masih tetap menimbulkan kehilangan hasil pertanian di mana-mana di seluruh dunia. Sementara itu, penduduk dunia juga masih terus meningkat sehingga kebutuhannya akan bahan pangan, sandang, dan hasil hutan juga semakin bertambah. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, sangat diperlukan upaya untuk mengurangi dan bila memungkinkan menghilangkan kehilangan hasil yang ditimbulkan oleh penyakit tumbuhan. Ini berarti diperlukan strategi pengelolaan penyakit tumbuhan yang layak secara teknis dan ekonomis serta karib terhadap lingkungan. Pengembangan strategi pengelolaan penyakit tumbuhan semacam itu memerlukan pemahaman yang menyeluruh terhadap berbagai faktor yang menentukan perkembangan penyakit tumbuhan. Kebutuhan akan pemahaman menyeluruh sebagai dasar dalam penyusunan strategi pengendaliannya melahirkan kajian khusus yang dikenal sebagai epidemiologi penyakit tumbuhan. Epidemiologi penyakit tumbuhan merupakan cabang ilmu penyakit tumbuhan yang masih relatif baru namun berkembang dengan pesat. Perkembangan tersebut dimungkinkan oleh perkembangan bidang ilmu lain yang secara langsung maupun tidak langsung ikut mendorong perkembangan epidemiologi penyakit tumbuhan. Untuk memperoleh dasar bagi pemahaman terhadap perkembangan tersebut, akan diuraikan contoh penyakit tumbuhan yang bersejarah sebagai latar belakang, dilanjutkan dengan uraian mengenai kelahiran dan perkembangan epidemiologi penyakit tumbuhan dan tantangan yang dihadapi saat ini dan pada waktu-waktu yang akan datang.
B. Tujuan Instruksional 1) 2)
Setelah membaca uraian dalam bab ini mahasiswa diharapkan dapat: Menerangkan sejarah yang melatarbelakangi lahirnya epidemiologi penyakit tumbuhan sebagai bidang ilmu tersendiri dalam rumpun il mu penyakit tumbuhan. Menerangkan arah perkembangan epidemiologi penyakit tumbuhan dan tantangan yang dihadapinya.
C. Materi 1. Perspektif Sejarah Epidemiologi Penyakit Tumbuhan a. Penyakit Tumbuhan yang Mengubah Sejarah Penyakit tumbuhan yang tercatat dalam sejarah cukup banyak, beberapa di antaranya berstatus sebagai epidemi penyakit tumbuhan yang telah mengubah sejarah. Dua contoh penyakit dalam kategori ini adalah hawar lambat kentang ( potato late blight ) dan karat kopi (coffee rust ). ). Hawar lambat kentang menimbulkan akibat yang paling tragis dalam sejarah ketika pada 1845-1846 menyebabkan sekitar 1 juta orang Irlandia harus mati kelaparan dan 2 juta beremigrasi ke Amerika Serikat dan Kanada. Ketika itu, cuaca di Irlandia lebih dingin dan lebih lembab daripada biasanya sehingga menguntungkan perkembangan penyakit hawar lambat yang disebabkan oleh jamur Phytophthora infestans. Hawar lambat tersebut juga terjadi di negaranegara lainnya di Eropah dan di Amerika Serikat, tetapi dampak yang paling dahsyat terjadi hanya di Irlandia. Hal ini terjadi karena (1) orang Irlandia sangat tergantung pada kentang sebagai bahan pangan pokok, (2) situasi politik Irlandia ketika itu sangat tidak menguntungkan, dan (3) peningkatan jumlah penduduk Irlandia dari 4 juta menjadi 8 juta antara tahun 1800-
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
1
© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan 1845. Hawar lambat kentang kembali menjadi epidemi dan ikut menentukan kekalahan Jerman dalam Perang Dunia I. Cuaca di Jerman pada 1916 mirip dengan cuaca di Irlandia pada 18451846 sehingga menguntungkan perkembangan hawar lambat kentang. Bubur bordo ( bordeaux mixture) telah ditemukan pada saat itu, tetapi tembaga sebagai bahan bubur tersebut diperlukan oleh pihak militer. Kentang yang masih tersisa dan biji -bijian dialokasikan terutama untuk pihak militer, tetapi moral militer Jerman tetap melemah karena keluarga mereka menderita kelaparan sehingga Jerman kalah perang dan menyerah pada tahun 1918. Penyakit lain yang juga mengubah sejarah adalah karat kopi yang disebabkan oleh jamur Hemileia vastatrix. Areal pertanaman kopi di Ceylon (kini Sri Lanka) yang pada 1835 hanya seluas 200 ha berkembang menjadi 200.000 ha yang pada 1870. Ekspor kopi meningkat pesat, Oriental Bank berkembang menjadi bank yang besar, dan Inggris menjadi bangsa peminum kopi. Pada tahun 1869, M.J. Berkeley telah mengidentifikasi jamur Hemileia vastatrix sebagai penyebab gugur daun pada areal pertanaman kopi seluas 1 ha dan menyarankan agar segera dilakukan aplikasi belerang. Namun saran tersebut tidak diperdulikan oleh petani maupun pemerintah sehingga pada 1874 penyakit telah menyebar ke seluruh Ceylon dan menurunkan hasil kopi sampai 55%. Pada tahun 1880, H.M. Ward tiba di Ceylon untuk mempelajari penyakit ini dan menyimpulkan bahwa penyakit dapat dikendalikan dengan campuran kapur-belerang. Tampaknya anjuran tersebut terlalu terlambat dan terlalu mahal bagi hampir seluruh petani kopi yang sedang mendekati bangkrut. Oriental Bank pun ditutup, petani mengganti tanaman kopinya dengan teh, dan bangsa Inggris berubah menjadi bangsa peminum teh. Selain kedua penyakit yang mengubah sejarah tersebut, banyak lagi epidemi penyakit tumbuhan yang penting (Tabel 1.1). Bukan hanya di luar negeri, di Indonesia pun pernah terjadi penyakit tanaman yang, meskipun tidak sampai mengubah sejarah, setidak-tidaknya mempengaruhi arah pembangunan pertanian yang sedang berlangsung. Beberapa di antaranya adalah penyakit cacar daun teh yang disebabkan oleh Basidium vexans, penyakit darah pada pisang yang disebabkan oleh Fusarium sp., penyakit tungro pada padi yang disebabkan oleh virus, dan penyakit CPVD ( Citrus Vein Phloem Degeneration) pada jeruk keprok yang disebabkan oleh mikoplasma. Di Provinsi Nusa Tenggara Timur, hawar daun yang disebabkan oleh jamur Marsonina coronnata menghancurkan tanaman apel soe pada 1980-an, penyakit busuk akar yang disebabkan oleh Phytophtora nicotianae mengancam tanaman jeruk soe sejak 1990-an, penyakit busuk batang yang disebabkan oleh Fusarium oxysporum f.sp. vanilliae mengancam tanaman vanili sejak tahun 2000-an. Pelajaran yang Dapat Dipetik Berkembangnya penyakit-penyakit tumbuhan yang mengubah sejarah tersebut memberikan pelajaran penting sebagai berikut: 1) Penyakit tumbuhan yang biasanya tidak menimbulkan kerusakan, dalam keadaan tertentu dapat berkembang dengan cepat dan merusakan tanaman dalam areal yang luas. 2) Perkembangan penyakit yang meningkat secara drastis terjadi bila keadaan lingkungan mendukung perkembangannya, terutama faktor lingkungan cuaca, dan tersedianya tanaman inang rentan dalam areal yang luas. 3) Bencana yang timbul sebagai akibat dari perkembangan penyakit tumbuhan terjadi karena pengendalian terlambat dilakukan atau jika dilakukan, tidak didasarkan atas pemahaman yang memadai mengenai faktor yang menentukan perkembangan penyakit yang bersangkutan.
b.
Tabel 1.1. Epidemi Penyakit Tumbuhan yang Penting Tahun 857 1039 1722 1845-1860 1882-1885
Epidemi Epidemi ergotisme pertama Ergotisme di Prancis Ergotisme di Astrakhan, Rusia Penyakit tepung pada anggur di Inggris dan Prancis Penyakit bulai pada anggur di Prancis
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
Konsekuensi Ribuan meninggal di Lembah Rhine, Eropah Pastur ordo St. Anthony menderita gejala ergotisme Menentukan kekalahan Peter yang Agung dari Rusia Kerugian ekonomis dan importasi agen pengendali hayati dari Amerika Utara Kerugian ekonomis dan penemuan bubur bordo
2
© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan 1904sekarang 1913 1915-1923 dan 19301935 1916-1917 1930sekarang 1942-1943 1951 1970 1977-1978 1979-1980
Hawar chesnut di Amerika Serikat Bercak daun pisang kultivar Gros Michaels di lembah Sigatoka di Fiji Penyakit Panama pada pisang di Costa Rica, Panama, Columbia, dan Guatemala Hawar lambat kentang di Jerman Penyakit pohon elm Belanda di Amerika Serikat Hawar daun padi di Benggala Ergotisme di Pont-St-Esprit, Prancis Hawar daun jagung di Amerika Serikat Ergotisme di Ethiopia Kapang biru pada tembakau di bagian Timur Amerika Serikat dan Kanada
Kehancuran hutan chesnut di bagian Timur Amerika Serikat dan kerugian ekonomis Kerugian ekonomis Kerugian ekonomis
Kekurangan pangan masyarakat sipil dan demoralisasi militer Jerman pada PD I Kehancuran pohon elm sebagai peneduh dan penurunan nilai lahan Kelaparan dahsyat, 2 juta penduduk mati kelaparan 4 orang meninggal dan 32 kasus penyakit gila Penurunan produksi jagung sebesar 15% halusinasi dan kematian Kehilangan ekonomis
2. Kelahiran Epidemiologi Penyakit Tumbuhan a. Perkembangan yang Mengarah kepada Kelahiran Epidemiologi Penyakit Tumbuhan Kelahiran epidemiologi penyakit tumbuhan sebagai cabang dari ilmu penyakit tumbuhan mungkin tidak terkait langsung dengan timbulnya penyakit yang mengubah sejarah, tetapi memetik pelajaran dari kasus perkembangan penyakit tersebut. Publikasi pertama yang dapat dikatakan mengandung unsur-unsur epidemiologi penyakit tumbuhan sebenarnya sudah dilakukan sejak 1728, yaitu oleh Duhamel yang menguraikan penyakit ‘k ematian’ ematian’ yang disebabkan oleh organisme yang sekarang dikenal sebagai Rhizoctonia violacea. Dalam publikasi tersebut Duhamel menggunakan istilah epidemi dan membandingkan epidemi penyakit tumbuhan dengan epidemi penyakit hewan serta memberikan anjuran pengendalian penyakit. Akan tetapi, publikasi ini kurang memperoleh perhatian dari kalangan pakar penyakit tumbuhan. Analogi epidemi penyakit tumbuhan dengan epidemi penyakit hewan juga ditemukan di dalam buku teks pertama mengenai ilmu penyakit tumbuhan oleh J. Kuhn yang terbit pada 1858. Di dalam buku teks penyakit tumbuhan oleh H.M. Ward yang terbit pada 1901, pembahasan mengenai epidemi diberikan dalam bab mengenai pendekatan ekologi, pemencaran penyakit dan epidemi, serta faktor-faktor yang mempengaruhi epidemi. Arti penting faktor lingkungan sangat ditekankan oleh L.R. Jonnes dari Universitas Wisconsin dalam tulisannya pada 1913. Buku teks ilmu penyakit tumbuhan yang menguraikan epidemi penyakit tumbuhan secara komprehensif adalah Pflanzliche Infektionslehre oleh E. Gaumann dari Swiss yang terbit pada 1946 dan terjemahannya dalam bahasa Inggris (Principles of Plant Disease Infection) yang terbit pada 1950. Menurut Gaumann, setiap epidemi berkembang sesuai dengan aturannya sendiri, berubah karakteristiknya, meningkat menjadi parah, menurun menjadi kurang parah, mempunyai penampilan sendiri, morfologi sendiri, genius epidemicus sendiri. Dalam menentukan karakteristik dan genius epidemicus setiap epidemi, Gaumann mensyaratkan adanya delapan faktor yang harus ada secara simultan. Dari kedelapan faktor tersebut, tiga berkaitan dengan inang (akumulasi individu rentan, peningkatan kerentanan inang terhadap penyakit, tersedianya inang penggilir), empat terkait dengan patogen (kehadiran patogen yang agresif, kapasitas reproduksi yang tinggi dari patogen, pemencaran inokulum secara efisien, dan kebutuhan tumbuh patogen yang berubah-ubah), dan satu faktor yang t erkait dengan lingkungan (kondisi cuaca yang optimal). Gaumann juga menguraikan konsep rantai infeksi ( infection chain) yang kemudian menjadi dasar untuk analisis dan pemahaman mengenai komponen epidemi. Dengan berdasar pada konsep yang diberikan oleh Gaumann dan bantuan dari perkembangan komputer dan meningkatnya jumlah pakar penyakit tumbuhan yang juga mempunyai penguasaan yang memadai dalam matematika, statistika, dan ekologi pada dasawarsa 1950-an, perkembangan epidemiologi penyakit tumbuhan selanjutnya mengarah
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
3
© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan kepada epidemiologi kuantitatif. Dalam artikelnya yang menjadi bagian buku yang terbit pada 1960, J.E. van der Plank menggunakan persamaan logistik untuk menerangkan epidemiologi penyakit tumbuhan. Dalam bukunya, Plant Diseases: Epidemics and Control yang terbit pada 1963, van der Plank memperluas penggunaan persamaan logistik dengan persamaan eksponensial dan persamaan monomolekuler. Buku tersebut dipandang sebagai tonggak sejarah dan tahun terbitnya sebagai tahun kelahiran epidemiologi penyakit tumbuhan modern yang menggunakan pendekatan kuantitatif. Terminologi Epidemiologi Penyakit Tumbuhan Istilah epidemi digunakan pertama kali oleh Hippocrates (460-380 SM), seorang dokter bangsa Yunani. Sebagai ajektif dalam bahasa Yunani, epidemi berarti ‘sesuatu di antara manusia’. manusia’. Istilah epidemi pertama kali digunakan dalam bidang penyakit tumbuhan oleh Ramazini pada 1691 dan oleh Duhamel pada 1728. Pada 1833, Unger memperkenalkan istilah Epiphytozie dalam bahasa Jerman untuk merujuk epidemi pada tumbuhan untuk membedakan dengan epidemi yang digunakan untuk penyakit manusia. Namun pada 1842 Von Martius menggunakan istilah epidemi dalam judul bukunya mengenai busuk kering kentang yang disebabkan oleh Fusarium spp. Istilah epidemi juga digunakan dalam buku-buku teks ilmu penyakit tumbuhan yang ditulis oleh Kuhn, Von Tubeuf, dan Ward yang terbit berturut-turut pada 1858, 1895, dan 1901. Sejak tahun 1900-an, frekuensi penggunaan istilah epidemi untuk penyakit tumbuhan terus meningkat, terutama sejak terbitnya buku van der Plank, Plant Diseases: Epidemics and Control, pada 1963. Istilah epidemiologi terdiri atas tiga bagian, epi (di atas), demos (penduduk, populasi), dan logos (kajian). Pada awalnya, banyak pihak menganggap bahwa istilah epidemi dan epidemiologi kurang tepat digunakan untuk mengacu kepada penyakit tumbuhan dan menyarankan penggunaan istilah epifitotik dan epifitiologi. Akan tetapi, karena demos tidak semata-mata berarti orang atau manusia melainkan penduduk atau populasi sembarang organisme, maka istilah epidemi dan epidemiologi terus digunakan secara luas untuk merujuk kepada penyakit tumbuhan sampai pada saat ini. Untuk mempertegas, kadang-kadang juga digunakan istilah epidemiologi botanis (botanical epidemiology)(Campbell dan Madden, 1990). Menurut Vanderplank (1968), epidemiologi penyakit tumbuhan adalah ilmu mengenai penyakit dalam populasi. Populasi dalam konteks ini mengacu kepada patogen dan tumbuhan inang, paralel dengan pengertian populasi dalam epidemiologi penyakit hewan dan epidemiologi penyakit manusia. Kranz (1974) menyatakan bahwa epidemi penyakit tumbuhan terjadi manakala terdapat perubahan intensitas penyakit tumbuhan pada populasi tumbuhan seiring dengan waktu dan ruang. Mengacu kepada kedua definisi tersebut, Campbell dan Madden (1990) mendefinisikan epidemiologi penyakit tumbuhan sebagai studi mengenai perubahan dalam dimensi waktu dan ruang yang terjadi selama proses epidemi penyakit tumbuhan yang disebabkan oleh populasi patogen terhadap populasi tumbuhan. b.
Arah Perkembangan dan Tantangan yang Dihadapi Epidemiologi Pe-nyakit Tumbuhan a. Arah Perkembangan Sejak Tahun 1963 Publikasi buku van der Plank sebagai tonggak sejarah kelahiran epidemiologi penyakit tumbuhan berlanjut dengan kegiatan yang memberikan arah bagi perkembangan selanjutnya (Tabel 1.2). 3.
Tabel 1.2. Kegiatan yang Memberikan Arah Perkembangan Epidemiologi Penyakit Tumbuhan Kegiatan Kongres International III Biometeorologi NATO: Epidemiologi Jamur Patogenik NATO: Epidemiologi Penyakit Tumbuhan Lokaka Lokakarya rya Intern Internasi asiona onall di PennPenn-
Tempat Pau, Prancis
Tahun 1963
Pelaksana NATO Advanced Study Institute: R.D. Schein dan J.M. Hirst
Wageningen, Belanda Pennsy Pennsylva lvania nia,,
1971
NATO Advanced Study Institute: J.C. Zadoks dkk. PSU dan Plant Plant Diseas Diseasee Resea Research rch
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
1979 1979
4
© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan sylvania State University, University Park Lokakarya Internasional di North Carolina State University Lokakarya International di Vol-cani Centre, Bet Dagan, Israel
AS Raleigh, NC
1983
Jerusalem, Israel
1986
Lab., Maryland: P.S. Pennypacker dan C.S. Kingsolver C.L. Campbell dan R.I. Bruck Institute of Plant Protection: J. Rotem dan J. Palti
Kelima pertemuan internasional tersebut pada Tabel 1.2 telah menyediakan forum untuk diskusi mendalam mengenai topik terkini dan kemajuan epidemiologi penyakit tumbuhan. Selain pada kelima pertemuan international tersebut, topik mengenai epidemiologi penyakit tumbuhan juga dimasukkan dalam setiap kali Kongres Internasional Penyakit Tumbuhan sejak kongres di London pada tahun 1968. Selain pertemuan international, sejumlah publikasi selama 25 tahun sejak terbitnya buku van der Plank juga sangat berperan dalam mendorong kemajuan epidemiologi penyakit tumbuhan. Berikut adalah beberapa hasil karya yang sangat berperan mendorong dan memberikan arah perkembangan epidemiologi penyakit tumbuhan: 1) Hasil karya J.C. Zadoks dan kawan-kawan mengenai perkembangan dan pemencaran, prakiraan (peringatan), dan strategi pengelolaan berperan sebagai dasar bagi karya-karya kuantitatif lainnya dalam epidemiologi penyakit t umbuhan pada daun. 2) Hasil karya R. Baker dan kawan-kawan mengenai hubungan antara kepadatan inokulum dan penyakit merupakan upaya epidemiologi kuantitatif pertama dalam bidang penyakit terbawa tanah (soil-borne). 3) Hasil karya J. Kranz memantapkan arti penting epideiologi komparatif dalam epidemiologi penyakit tumbuhan. 4) Penelitian dan hasil karya J. Rotem dan kawan-kawan mengenai efek cuaca dan iklim terhadap penyakit memberikan sumbangan yang sangat penting mengenai bidang ini dalam epidemiologi penyakit tumbuhan. Dlam perkembangannya, epidemiologi penyakit tumbuhan semakin mengarah kepada epidemiologi kuantitatif. Sebagai ilmu kuantitatif, matematika dan statistika menjadi sarana yang menentukan dalam menghasilkan model pengelolaan maupun prakiraan penyakit tumbuhan. Di negara-negara maju, model pengelolaan dan prakiraan semacam itu telah terkomputerisasi dan tersedia secara on line untuk setiap saat dapat diakses oleh petani yang memerlukannya. Sumbangan yang Diberikan dan Tantangan yang Dihadapi Epidemiologi Pe-nyakit Tumbuhan Saat ini epidemiologi penyakit tumbuhan telah berdiri sebagai disiplin ilmu terapan yang kokoh dan penting. Disiplin baru ini telah banyak memberikan sumbangan dalam penyusunan strategi maupun praktik pengelolaan penyakit tumbuhan. Sumbangan yang diberikan oleh epidemiologi penyakit tumbuhan tersebut menjadi semakin penting seiring dengan berkembangnya konsep Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) yang mula-mula berkembang di kalangan ilmu hama tumbuhan. Dengan menggunakan prinsip-prinsip epidemiologi, pengelolaan penyakit dengan menggunakan fungisida dapat sangat dirasionalisasikan dengan tersedianya banyak sistem pakar ( expert system) prakiraan penyakit yang tersedia sebagai layanan on-line kepada petani. Petani menyampaikan hasil pemantauan mengenai keadaan cuaca, tanaman, patogen, dan sebagainya dan berdasarkan laporan tersebut akan memperoleh rekomendasi kapan harus melakukan penyemprotan fungisida. Sementara di negara-negara maju epidemiologi penyakit tumbuhan berkembang dengan pesat, tidak demikian halnya di negara-negara sedang berkembang. Pembangunan sektor pertanian yang diarahkan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi tidak mendorong peningkatan kesejahteraan petani dan petani yang kurang sejahtera tidak dapat membantu mendorong perkembangan ilmu yang terkait. Penelitian epidemiologi penyakit tumbuhan memerlukan fasilitas yang memadai yang umumnya kurang dimiliki oleh universitas maupun lembaga penelitian di negara-negara sedang berkembang. Sementara itu, sektor swasta kurang dapat
b.
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
5
© I W. Mudita & M.V. Hahuly (2004) Epidemiologi Penyakit Tumbuhan berperan banyak apabila pengembangan pertanian tidak diorientasikan ke arah perolehan devisa guna mendorong penelitian epidemiologi penyakit tumbuhan sesuai dengan standar negaranegara maju. Terlepas dari kemajuan yang telah diperoleh, kehilangan hasil tanaman dalam jumlah yang sangat berarti masih terus terjadi. Terkendalinya suatu penyakit akan diiringi dengan munculnya epidemi penyakit lain yang sebelumnya kurang penting. Dalam keadaan demikian, epidemiologi penyakit tumbuhan harus senantiasa dapat berpacu dengan waktu untuk benarbenar semakin mengokohkan dirinya sebagai disiplin ilmu yang berada pada aras dapat mengendalikan keadaan dan bukan sekedar menerangkan keadaan.
D. Evaluasi 1) 2) 3) 4) 5)
Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut secara ringkas namun tepat: Jelaskan perbedaan kajian ilmu penyakit tumbuhan dan epi demiologi penyakit tumbuhan. Mengapa epidemiologi penyakit tumbuhan memerlukan dukungan matematika dan statistika lebih daripada ilmu penyakit tumbuhan? Faktor apa yang menyebabkan perkembangan epidemiologi penyakit tumbuhan sedemikian jauh terlambat daripada ilmu penyakit tumbuhan? Faktor apa yang mendukung sehingga epidemiologi penyakit tumbuhan dapat berkembang sedemikian pesat dalam beberapa dasawarsa terakhir? Tantangan apa yang dihadapi dalam perkembangan epidemiologi penyakit tumbuhan di Indonesia?
E. Tugas Terstruktur Secara berkelompok, buatlah makalah pendek (kira-kira 5 halaman) untuk mempertahankan argumen bahwa istilah epidemiologi dapat dan lebih baik digunakan daripada enfipitologi untuk membahas perkembangan penyakit tumbuhan. Gunakan argumentasi yang didukung rujukan secara memadai.
Daftar Pustaka Campbell, C.L., & L.V. Madden 1990. Introduction to Plant Disease Epidemiology. John Wiley & Sons, New York. Kranz, J. 1974. Comparison of Epidemics. Annu. Rev. Phytopathol. 12:355-374. Van der Plank, J.E. 1968. Disease Resistance to Plants. Academic Press, New York. Wagoner, P.E. 1962. Weather, Space, Time, and Chance to Infection. Phytopathology 52:11001108. Zadoks J.C., & L.M. Koster 1976. A Historical Survey of Botabical Epidemiology:A Sketch of Development of Ideas in Ecological Phytopathology. Meded. Lanbouwhogeschool Wageningen 76-12:1-56.
Bahan Ajar Program Semi-QUE V PS IHPT
6