Disampaikan pada Seminar on-Air Bioteknologi untuk Indonesia Abad 21 1-14 Februari 2001 Sinergy Forum - PPI Tokyo Institute of Technology
Bioremoval Logam Berat Dengan Menggunakan Microorganisme: Suatu Kajian Kepustakaan (Heavy Metal Bioremoval by Microorganisms: A Literature Study) Suhendrayatna Institute for Science and Technology Studies (ISTECS)-Chapter Japan Department of Applied Chemistry and Chemical Engineering Faculty of Engineering, Kagoshima University 1-21-40 Korimoto, Kagoshima 890-0065, Japan
Abstract Tulisan ini memberikan kajian luas menyangkut bioremoval yang melibatkan berbagai jenis mikroorganisme. Bioremoval didefinisikan sebagai terakumulasi dan terkonsentrasinya zat polusi (pollutant) dari suatu cairan oleh material biologi, selanjutnya melalui proses rekoveri material ini dapat dibuang dan ramah terhadap lingkungan. Berbagai jenis mikroorganisme yang kapasitasnya sebagai material biologi diketahui dapat mengakumulasi logam berat dalam jumlah besar. Phenomena ini dapat digunakan sebagai dasar pengembangan proses bioremoval sehingga berpotensial dan layak secara ekonomis diaplikasikan pada teknologi removal dan proses rekoveri ion logam berat dari suatu cairan tercemar. Pemilihan yang terbaik dari beberapa variable dan parameter fundamental dasar desain dan operasi sangat dibutuhkan untuk mendapatkan aplikasi terbaik bagi proses bioremoval dalam merekoveri logam berat. Dalam hal ini penggunaan proses immobilisasi mikroorganisme sangat layak dan menjanjikan beberapa kelebihan-kelebihan. Teknologi yang melibatkan mikroorganisme dalam mengatasi permasalahan lingkungan masih dalam pengembangan dan masih banyak pekerjaan yang dibutuhkan ke arah itu. Hanya penelitianpenelitian dan kajian-kajian yang berkesinambungan dapat menentukan proses terbaik untuk menjawab permasalahan ion logam berat di lingkungan.
Introduksi Sejak kasus kecelakaan merkuri di Minamata Jepang tahun 1953 yang secara intensive dilaporkan, issue pencemaran logam berat meningkat sejalan dengan pengembangan berbagai penelitian yang mulai diarahkan pada berbagai aplikasi teknologi untuk menangani polusi lingkungan yang disebabkan oleh logam berat. Kecemasan yang berlebihan terhadap hadirnya logam berat di lingkungan dikarenakan tingkat keracunannya yang sangat tinggi dalam seluruh aspek kehidupan makhluk hidup. [1-3] USEPA (U.S. Environmental Agency) mendata ada 13 elemen logam berat yang merupakan elemen utama polusi yang berbahaya seperti dirangkumkan pada Tabel 1. [3] Beberapa ion logam berat, seperti arsenik, timbal, kadmium dan merkuri pada kenyataannya berbahaya bagi kesehatan manusia dan kelangsungan kehidupan di lingkungan. Walaupun pada konsentrasi yang sedemikian rendah efek ion logam berat dapat berpengaruh langsung hingga terakumulasi pada rantai makanan. Seperti halnya sumber-sumber polusi lingkungan lainnya, logam berat tersebut dapat ditransfer dalam jangkauan yang sangat jauh di lingkungan, selanjutnya berpotensi mengganggu kehidupan biota lingkungan dan akhirnya berpengaruh terhadap kesehatan manusia walaupun dalam jangka waktu yang lama dan jauh dari sumber polusi utamanya. Secara umum diketahui bahwa logam berat merupakan elemen yang berbahaya di permukaan bumi. Table 1 menampilkan sumber utama logam berat yang ditemukan di lingkungan. Proses alam seperti perubahan siklus alamiah mengakibatkan batuan-batuan dan gunung berapi memberikan kontribusi yang sangat besar ke lingkungan. Disamping itu pula masuknya logam berat ke lingkungan berasal dari sumbersumber lainnya yang meliputi; pertambangan minyak, emas, dan batubara,pembangkit tenaga listrik,
1
peptisida,• @ keramik, peleburan logam, pabrik-pabrik pupuk dan kegiatan-kegiatan industri lainnya. Di beberapa negara Asia, kontaminasi logam berat telah tersebar secara meluas seperti yang dilaporkan oleh team survey dari Asia Arsenic Network (AAN)[5]. Kontaminasi ini akan terus meningkat sejalan dengan meningkatnya usaha eksplotasi berbagai sumber alam di mana logam berat terkandung di dalamnya. Table 1 Daftar elemen pencemar utama dari logam berat dan sumbernya di alama Elemen Sumber logam di alam Antimony Stibnite (Sb2S3), geothermal springs, mine drainage. Arsenic Metal arsenides and arsenates, sulfide ores (arsenopyrite), arsenite (HAsO2), vulcanic gases, geothermal springs. Beryllium Beryl (Be3Al2Si6O16), Phenacite (Be2SiO4). Cadmium Zinc carbonate and sulfide ores, copper carbonate and sulfide ores. Chromium Chromite (FeCr2O), chromic oxide (Cr2O3). Copper Free metal (Cu0), copper sulfide (CuS2), Chalcopyrite (CuFeS2), mine drainage. Lead Galena (PbS) Mercury Free mercury (Hg0), Cinnabar (HgS). Nickel Ferromagnesian minerals, ferrous sulfide ores, nickel oxide (NiO2), Pentladite [(Ni,Fe) 9S8], nickel hydroxide [Ni(OH)3]. Selenium Free element (Se0), Ferroselite (FeSe2), uranium deposits, black shales, ChalcopyritePantladite-Pyrrhotite deposits. Silver Free metal (Ag0), silver chloride (AgCl2), Argentide (AgS2), copper, lead, zinc ores. Thallium Copper, lead, silver residues. Zinc Zinc blende (ZnS), Willemite (ZnSiO4), Calamite (ZnCO3), mine drainage a modifikasi dari ref. [3] Berbasis pada wawasan kita terhadap resiko polusi lingkungan oleh ion logam berat, hal ini menyebabkan kita mau tidak mau harus memperbaiki kembali perhatian kita terhadap sistem pengolahan limbah logam-logam berat tersebut. Salah satunya adalah proses pengolahan dengan menggunakan mikroorganisme dengan tujuan mengurangi tingkat keracunan elemen polusi terhadap lingkungan, pendekatan ini dapat mengacu pada proses bioremediasi. Saat ini, pengolahan secara biologis untuk mengurangi ion logam berat dari air tercemar muncul sebagai teknologi alternatif yang berpotensi untuk dikembangkan dibandingkan dengan proses kimia, seperti menambahkan zat kimia tertentu untuk proses pemisahan ion logam berat atau dengan resin penukar ion (exchange resins), dan beberapa methode lainnya seperti penyerapan dengan menggunakan karbon aktif, electrodialysis dan reverse osmosis. Saat ini banyak hasil studi laboratorium dilaporkan secara detail pada berbagai tulisan ilmiah khususnya berkaitan dengan evaluasi proses berbasis bioteknologi dalam cakupan tujuan bioremoval logam berat. Bioremoval didefinisikan sebagai terakumulasi dan terkonsentrasinya zat polusi (pollutant) dari suatu cairan oleh material biologi, selanjutnya melalui proses rekoveri material ini dapat dibuang dan ramah terhadap lingkungan. Berbagai jenis mikroba biomassa dapat digunakan untuk tujuan ini. [3,4] Proses bioremoval berpotensi tinggi dalam kontribusinya untuk mengurangi kadar logam berat pada level konsentrasi yang sangat rendah. Bioremoval lebih efektif dibanding dengan ion exchange dan reverse osmosis dalam kaitannya dengan sensitifitas kehadiran padatan terlarut (suspended solid), zat organik dan logam berat lainnya, serta lebih baik dari proses pengendapan (presipitation) bila dikaitkan dengan kemampuan menstimulasikan perubahan pH dan konsentrasi logam beratnya.[5] Beranjak dari bahasan di atas, terlihat sangat diperlukan suatu kajian teknologi alternatif dalam menangani permasalahan kontaminasi logam berat di lingkungan. Dalam review singkat ini penulis akan membahas bioremoval ion logam berat dengan menggunakan mikroorganisme, sebagai salah satu alternatif proses yang dapat dikembangkan. 2. Toksisitas logam berat dan standar kesehatannya Kontaminasi logam berat di lingkungan merupakan masalah besar dunia saat ini. Persoalan spesifik logam berat di lingkungan terutama karena akumulasinya sampai pada rantai makanan dan
2
keberadaannya di alam, serta meningkatnya sejumlah logam berat yang menyebabkan keracunan terhadap tanah, udara dan air meningkat. Proses industri dan urbanisasi memegang peranan penting terhadap peningkatan kontaminasi tersebut. [6] Suatu organisme akan kronis apabila produk yang dikonsumsikan mengandung logam berat. Berikut ini penjelasan singkat menganai logam berat dan standar kesehatannya. Antimony (Sb). Antimony dapat dijumpai secara alamiah di lingkungan dalam jumlah yang kecil, tetapi dengan adanya kegiatan industri elemen ini dapat dijumpai dalam jumlah cukup besar. [7] Kuantitasnya di lingkungan adalah sebagai berikut; sebagai endapan rata-rata sebesar 0.03-0.31 ppb, endapan lumpur (Thames, UK) sebesar 1.3-12.7 ppm, pada air sungai (Thames, UK) levelnya berkisar 0.09-0.86 ppb, lima air sungai Jepang Sb dijumpai sebesar 0.07-0.29 ppb, air danau (Biwa, Jepang) berkisar 0.09-0.46 ppb, air laut (di perairan China) sebesar 0.8-0.9 ppb, perairan Jepang sebasar 0.18 ppb, tanah sebesar 4.3-7.9 ppm, rambut manusia berkisar 0.03-1.63 ppm, ambient partikel (didaerah industri Jepang) berkisar 58-1170 ppm. [8] Sifat racun antimony setara dengan arsenik dan bismut. Seperti halnya arsenik, antimony bervalensi tiga lebih beracun dibandingkan dengan antimony bervalensi lima. Arsenik (As). Arsenik diakui sebagai komponen essensial bagi sebagian hewan dan tumbuhtumbuhan, namun demikian arsenik lebih populer dikenal sebagai raja racun dibandingkan kapasitasnya sebagai komponen essensial. Pada permukaan bumi, arsenik berada pada urutan ke-20 sebagai element yang berbahaya, ke-14 di lautan, dan unsur ke-12 berbahaya bagi manusia. Senyawa ini labil dalam bentuk oksida dan tingkat racunnya sama seperti yang dimiliki oleh beberapa elemen lainnya, sangat tergantung pada bentuk struktur kimianya. Tingkat toksisiti senyawa ini adalah arsines > arsenites (inorganik, trivalen) > arsenoxides (organik, trivalen) > arsenates (inorganik, pentavalen) > methylated arsenik. Senyawa methylated arsenik memiliki tingkat racun yang sangat rendah dibanding dengan senyawa arsenik lainnya. Tingkat racunnya adalah monomethylated arsenik (MMA) > dimethylated arsenik (DMA) > trimethylated arsenik (TMA) ≈ 0. Arsenik dapat berikatan kuat dengan gugus thiol dan protein, menyebabkan penurunan kemampuan koordinasi penggerak, gangguan pada urat saraf, pernafasan, serta ginjal. Namun demikian, arsenik tidak menghambat system enzim. Proses alam seperti berbagai fluktuasi cuaca mengakibatkan batubatuan dan gunung berapi memberikan kontribusi yang besar ke lingkungan. Disamping itu masuknya arsenik ke lingkungan berasal dari sumber-sumber lainnya yang meliputi; pertambangan minyak, emas, dan batubara, pembangkit tenaga listrik, pestisida,keramik, peleburan logam dan pabrik-pabrik pupuk. Di beberapa negara Asia, kontaminasi arsenik telah tersebar secara luas seperti yang dilaporkan oleh team survey dari Asia Arsenic Network (AAN). Kontaminasi ini terus akan berkembang sejalan dengan meningkatnya usaha pengeksplorasian berbagai sumber alam di mana arsenik terdapat di dalamnya. Oleh karenanya beberapa negara, seperti Jepang dan Jerman pada tahun 1993 telah mengubah batas maksimum yang diizinkan untuk kandungan arsenic di perairan dari 0,05 menjadi 0.01 ppm, sedangkan bagi Indonesia dan negara Asia lainnya angka tersebut masih 0.05 ppm. Kadmium (Cd). Kadmium merupakan salah satu jenis logam berat yang berbahaya karena elemen ini beresiko tinggi terhadap pembuluh darah. Kadmium berpengaruh terhadap manusia dalam jangka waktu panjang dan dapat terakumulasi pada tubuh khususnya hati dan ginjal. Secara prinsipil pada konsentrasi rendah berefek terhadap gangguan pada paru-paru, emphysema dan renal turbular disease yang kronis. Jumlah normal kadmium di tanah berada di bawah 1 ppm, tetapi angka tertinggi (1700 ppm) dijumpai pada permukaan sample tanah yang diambil di dekat pertambangan biji seng (Zn). [11] Kadmium lebih mudah diakumulasi oleh tanaman dibandingkan dengan ion logam berat lainnya seperti timbal. [12] Logam berat ini bergabung bersama timbal dan merkuri sebagai the big three heavy metal yang memiliki tingkat bahaya tertinggi pada kesehatan manusia. [5] Menurut badan dunia FAO/WHO, konsumsi per minggu yang ditoleransikan bagi manusia adalah 400-500 µg per orang atau 7 µg per kg berat badan. [12] Kromium (Cr). Kromium merupakan elemen berbahaya di permukaan bumi dan dijumpai dalam kondisi oksida antara Cr(II) sampai Cr(VI), tetapi hanya kromium bervalensi tiga dan enam memiliki kesamaan sifat biologinya. Kromium bervalensi tiga umumnya merupakan bentuk yang umum dijumpai di alam, dan dalam material biologis kromium selalu berbentuk tiga valensi, karena kromium enam valensi merupakan salah satu material organik pengoksida tinggi. Kromium tiga valensi memiliki sifat racun yang
3
rendah dibanding dengan enam valensi. Pada bahan makanan dan tumbuhan mobilitas kromium relatif rendah, [11,12] dan diperkirakan konsumsi harian komponen ini pada manusia di bawah 100 µg, kebanyakan berasal dari makanan, sedangkan konsumsinya dari air dan udara dalam level yang rendah. [12] Kobal (Co). Logam berat ini memiki tingkat racun yang tinggi terhadap tumbuhan. Kebanyakan tumbuhan memerlukan cairan elemen ini dalam konsentrasi tidak lebih dari 1 ppm. Biasanya kobal yang terkandung di tanah diperkirakan sebesar 10 ppm, sebagai komponen esensial. Dosis kematian (LD50) bagi tikus sebesar 1.3x10-3 mol/kg. [14] Tembaga (Cu). Tembaga bersifat racun terhadap semua tumbuhan pada konsentrasi larutan di atas 0.1 ppm. Konsentrasi yang aman bagi air minum manusia tidak lebih dari 1 ppm. Bersifat racun bagi domba pada konsentrasi di atas 20 ppm. Konsentrasi normal komponen ini di tanah berkisar 20 ppm dengan tingkat mobilitas sangat lambat karena ikatan yang sangat kuat dengan material organik dan mineral tanah liat. Kehadiran tembaga pada limbah industri biasanya dalam bentuk ion bivalen Cu(II) sebagai hydrolytic product. Beberapa industri seperti pewarnaan, kertas, minyak, industri pelapisan melepaskan sejumlah tembaga yang tidak diharapkan. Tembaga dalam konsentrasi tinggi (22-750 mg/kg tanah kering) dijumpai pada sedimen di laut Hongkong dan jumlah yang sama juga ditemui pada sejumlah pelabuhan-pelabuhan di Inggris. [6] Timbal (Pb). Timbal merupakan logam berat yang sangat beracun, dapat dideteksi secara praktis pada seluruh benda mati di lingkungan dan seluruh sistem biologis. Sumber utama timbal adalah bersal dari komponen gugus alkyl timbal yang digunakan sebagai bahan additive bensin. Sumber utama timbal adalah makanan dan minuman. [5] Komponen ini beracun terhadap seluruh aspek kehidupan. Timbal menunjukkan beracun pada sistem saraf, hemetologic, hemetotoxic dan mempengaruhi kerja ginjal. Konsumsi mingguan elemen ini yang direkomendasikan oleh WHO toleransinya bagi orang dewasa adalah 50 µg/kg berat badan dan untuk bayi atau anak-anak 25 µg/kg berat badan. [12] Mobilitas timbal di tanah dan tumbuhan cendrung lambat dengan kadar normalnya pada tumbuhan berkisar 0.5-3 ppm. [11] Merkuri (Hg). Keracunan merkuri pertama sekali dilaporkan terjadi di Minamata, Japan pada tahun 1953. [11] Kontaminasi serius juga pernah diukur di sungai Surabaya, Indonesia tahun 1996. [15] Sebagai hasil dari kuatnya interaksi antara merkuri dan komponen tanah lainnya, penggantian bentuk merkuri dari satu bentuk ke bentuk lainnya selain gas biasanya sangat lambat. Proses methylisasi merkuri biasanya terjadi di alam di bawah kondisi terbatas, membentuk satu dari sekian banyak elemen berbahaya, karena dalam bentuk ini merkuri sangat mudah terakumulasi pada rantai makanan. Karena berbahaya, penggunaan fungisida alkylmerkuri dalam pembenihan tidak diizinkan di banyak negara. Nikel (Ni). Elemen ini cendrung lebih beracun pada tumbuhan. Selama masih mudah di ambil oleh tanaman dari tanah, pembuangan limbah yang mengandung nikel masih sangat perlu perhatian kita. Total nikel yang terkandung dalam tanah berkisar 5-500 ppm. Konsentrasi pada air tanah biasanya berkisar 0.005-0.05 ppm, dan kandungan pada tumbuhan yang biasanya tidak lebih dari 1 ppm (kering). [11] Seng (Zn). Penggunaan elemen ini pada proses galvinasi besi sangat luas. Seng biasanya dijumpai pada tanah dengan level 10-300 ppm dengan perkiraan kasar rata-rata 30-50 ppm. Lumpur pembuangan biasanya mengandung seng dengan kadar tinggi Elemen ini lebih bersifat aktif di tanah. [11] Stronsium (Sr). Stronsium bersifat isomorphously menggantikan peranan calsium pada tulang dan bahkan lebih aktif dibandingkan dengan kalsium, serta dapat menyebabkan penyakit Urov (Osteoarthritis Deformans Endemica). [12] Selenium (Se). Selenium merupakan elemen essensial bagi hewan dan juga merupakan prioritas utama elemen pencemar yang dapat didegradasi pada sistem akuatik. Selenium masuk ke lingkungan secara alami sejalan dengan proses kegiatan manusia. Secara normal, selenium timbul pada organisme perairan melalui proses perubahan cuaca secara alami. Selenium juga masuk ke perairan lingkungan melalui
4
leaching fly-ash serta dari limbah produksi pembakaran batubara pada pembangkit-pembangkit tenaga listrik di mana selenium terkandung dalam level yang tinggi. Sebagai contoh, bak penampungan buangan debu batubara yang masuk ke danau Belews, NC, mengandung selenium di atas 200 µg Se/L. [16] 3. Mekanisme proses bioremoval Secara alami di mana kondisi tanpa kendali, proses bioremoval ion logam berat umumnya terdiri dari dua mekanisme yang melibatkan proses active uptake dan passive uptake. Pada saat ion logam berat tersebar pada permukaan sel, ion akan mengikat pada bagian permukaan sel berdasarkan kemampuan daya affinitas kimia yang dimilikinya. Passive uptake. Passive uptake dikenal dengan istilah proses biosorpsi. Proses ini terjadi ketika ion logam berat mengikat dinding sel dengan dua cara yang berbeda, pertama pertukaran ion di mana ion monovalent dan divalent seperti Na, Mg, dan Ca pada dinding sel digantikan oleh ion-ion logam berat; dan kedua adalah formasi kompleks antara ion-ion logam berat dengan functional groups seperti carbonyl, amino, thiol, hydroxy, phosphate, dan hydroxy-carboxyl yang berada pada dinding sel. Proses biosorpsi ini bersifat bolak baik dan cepat. Proses bolak balik ikatan ion logam berat di permukaan sel ini dapat terjadi pada sel mati dan sel hidup dari suatu biomass. Proses biosorpsi dapat lebih efektif dengan kehadiran tertentu pH dan kehadiran ion-ion lainnya di media di mana logam berat dapat terendapkan sebagai garam yang tidak terlarut. [17] Misalkan, pH optimum biosorpsi ion lead(II), nickel(II) dan copper(II) oleh Zoogloea ramigera adalah berkisar antara 4.0-4.5 sedangkan untuk besi(II) adalah 2.0. [18] Hasil studi terhadap biosorpsi timbal oleh alga laut Eckloniaradiata menunjukkan bahwa laju penyerapan (biosorpsi) naik sejalan dengan naiknya pH hingga 5.0. [19] Fungus juga dapat digunakan untuk menyerap nickel, copper dan berbagai jenis elemen lantanida seperti throrium, uranium dan plutonium. Kebanyakan study menggunakan pendekatan dengan pH 2. [1] Tetapi di bagian lain, metode ini menjadi tidak efektif bila terdapat penghambat-penghambat proses metabolisme (metabolic inhibitor) atau siklus gelap terang. [6] Secara umum, biosorpsi ion logam berat berlangsung cepat, bolak balik dan tidak tergantung terhadap faktor kinetik bioremoval bila dikaitkan dengan penyebaran sel (dispersed cell). Aktif uptake. Aktif uptake dapat terjadi pada berbagai tipe sel hidup. Mekanisme ini secara simultan terjadi sejalan dengan konsumsi ion logam untuk pertumbuhan mikroorganisme atau/dan akumulasi intraselular ion logam tersebut. Logam berat dapat juga diendapkan pada proses metabolisme dan ekresi pada tingkat ke dua. Proses ini tergantung dari energy yang terkandung dan sensitifitasnya terhadap parameter-parameter yang berbeda seperti pH, suhu, kekuatan ikatan ionik, cahaya dll. Disamping itu proses ini dapat dihambat oleh suhu yang rendah, tidak tersedianya sumber energi dan penghambatpenghambat metabolisme sel. Di sisi lain, biosorpsi logam berat dengan sel hidup ini terbatas dikarenakan oleh akumulasi ion yang menyebabkan racun terhadap mikroorganisme. Hal ini biasanya dapat menghalangi pertumbuhan mikroorganisme disaat keracunan terhadap ion logam tercapai. Mikroorganisme yang tahan terhadap efek racun ion logam akan dihasilkan berdasarkan prosedur seleksi yang ketat terhadap pemilihan jenis mikroorganisme yang tahan terhadap kehadiran ion logam berat. Kedua mekanisme di atas dapat berjalan serentak pada. Beberapa hasil penelitian menunjukkan ikatan cadmium pada dinding sel Ankistrodesmus dan Chlorella vulgaris mencapai kira-kira 80% dari total akumulasinya di sel, [4] sedangkan arsenik yang berikatan dengan dinding sel Chlorella vulgaris rata-rata 26%. [20] Nakajima bersama groupnya [21] melaporkan selektif uptake ion logam hampir sama antara sel hidup dan sel mati dari Chlorella regularis, di mana jumlah total logam berat yang diabsorpsikan oleh sel mati kira-kira dua kali lebih besar dibandingkan dengan yang diabsorpsikan oleh sel hidupnya. Tingkat absorpsi Chlorella regularis terhadap ion logam berat dirutkan sebagai berikut ini.
UO22+ • âCu2+ • âZn2+ • †Ba2+ ≈ Mn2+ • †Co2+ ≈ Cd2+• †Ni2+ • †Sr2+ (living cells) UO22+ • âCu2+ • âMn2+ • †Ba2+ > Zn2+ • †Co2+ • †Cd2+ • †Ni2+ • †Sr2+ (heat-killed cells)
5
Table 2 Studi komperatif rekoveri logam berat dengan menggunakan miroorganisme
Mikroorganisms
Metode
Logam Berat
Initial Conc. (ppm)
% Removal
Ref.
Rhizomucor miehi (F) Mucur mucedo (F) Rhizopus stolonifer (F) Aspergillus oryzae (F) Penecillium chrysogenum (F) Ecklonia radiata (A) Phellinus badius (F) Pinus radiata (F) Saccharomyces cerevisie (Y) Chlorella vulgaris (A) Ecklonia radiata (A) Phellinus badius (F) Pinus radiata (F) Saccharomyces cerevisie (Y) Chlorella vulgaris (A) Chlorella vulgaris (A) Citrobacter sp. (B) Ecklonia radiata (A) Phellinus badius (F) Pinus radiata (F) Saccharomyces cerevisie (Y) (A) alga, (B) bacterium, (F) Fungus, (Y) yeast.
passive uptake passive uptake passive uptake passive uptake passive uptake passive uptake passive uptake passive uptake active uptake passive uptake passive uptake passive uptake passive uptake active uptake active uptake active uptake active uptake passive uptake passive uptake passive uptake active uptake
Cu(II) Cu(II) Cu(II) Cu(II) Cu(II) Cu(II) Cu(II) Cu(II) Cu(II) Pb(II) Pb(II) Pb(II) Pb(II) Pb(II) As(V) As(III) Cd(II) Cd(II) Cd(II) Cd(II) Cd(II)
100 100 100 100 100 0.29 0.29 0.29 0.29 100.2 0.82 0.82 0.82 0.82 9 4
96 86 82 58 18 95 43 24 17 83 100 50 21 34 17 26 40 90 33 29 10
28 28 28 28 28 19 19 19 19 22 19 19 19 19 23 20 24 19 19 19 19
0.48 0.48 0.48 0.48
Protein dan polysaccharida memegang peranan yang sangat penting dalam proses biosorpsi ion logam berat di mana terjadinya ikatan kovalent termasuk juga dengan gugus amino dan group carbonil. [4] Pengambilan ion logam berat oleh Chlorella regularis secara selektif dikarenakan oleh adanya ikatan yang kuat antara pasangan ion logam berat dan komponen sel, khususnya protein. [21] Pada saat alga dikulturisasikan pada medium yang mengandung cadmium, cysteine-rich protein disinthesiskan oleh sel Chlorella vulgaris, tetapi ketika algae dikulturisasikan pada medium yang mengandung arsenik, methallothionen-like protein tidak tersinthesiskan. [23] Hasil studi komperative biosorpsi ion logam berat oleh berbagai jenis mikroorganisme di rangkumkan pada Tabel 2. 4. Konsep dasar Proses Bioremoval Untuk mendesain suatu proses pengolahan limbah yang melibatkan mikroorganisme dalam mengatasi permasalah ion logam berat, secara proses bioremoval metode sangat simpel. Mikroorganisme pilihan (Table 2) dimasukkan, ditumbuhkan dan selanjutkan dikontakkan dengan air yang tercemar ion-ion logam berat. Proses pengontakkan dilakukan dalam jangka waktu tertentu yang ditujukan agar biomassa berinteraksi dengan ion-ion logam berat dan selanjutnya biomass ini dipisahkan dari cairan. Kemudian biomass yang terikat dengan ion logam berat diregenerasi untuk digunakan kembali atau kemudian dibuang ke lingkungan. Widle dkk [5] mengusulkan beberapa variabel yang perlu diperhatikan dalam mendesain dan mengoperasikan proses bioremoval dalam melibatkan mikroorganisme, seperti dijelaskan berikut ini: a. seleksi dan pemilihan biomassa yang sesuai serta treatment awalnya, b. waktu tinggal dan waktu kontak proses, c. proses pemisahan dan rekoveri biomassa, d. pembuangan biomassa yang telah digunakan, dan e. pertimbangan ekonomis proses.
6
Seleksi dan pemilihan biomassa yang sesuai serta proses treatment awal merupakan unsur yang penting dalam mendisain suatu proses bioremoval. Proses ini juga meliputi pemilihan strain yang sesuai, metode kulturisasi dan kondisi fisik biomassa. Walaupun ada beratus jenis species mikroorganisme yang telah diidentifikasi sejak 200 tahun belakangan ini, namun sangat sedikit diantaranya teridentifikasi sebagai mikroorganisme yang mempunyai daya tahan yang tinggi terhadap pengaruh tingkat keracunan suatu ion logam berat. Pada beberapa kasus, sangat terbatas studi yang melakukan studi banding terhadap beberapa jenis mikroorganisme, di mana hasilnya selalu memiliki banyak perbedaan dalam efisiensi ikatan antara logam berat dengan spesies mikroorganisme. Bahkan perbedaan ini dapat terjadi pada strain dari species tunggal dengan kondisi physiochemical yang sama. Beberapa penelitian mengenai ikatan ion logam berat dengan mikroorganisme secara umum telah banyak dilakukan khususnya dengan mikroalga, seperti Chlorella vulgaris dan phormidium sp. Jenis ini relatif lebih mudah tumbuh dalam suatu kultur media dan mudah ditemukan atau diperoleh dari sejumlah laboratorium-laboratorium pengkoleksian kultur di berbagai negara. Hal yang paling penting dalam pemilihan biomassa ini adalah toleransi suatu mikroorganisme terhadap ion logam berat itu sendiri. Hasil penelitian menunjukkan ada beberapa jenis mikroalga seperti Dunaliella tertiolecta [4], Scenedemusacutus [4], Chlorella vulgaris [20,23], Nostoc sp. [23]. Phormidium sp., [23] Euglena gracilis [4] memiliki toleransi yang tinggi terhadap pengambilan ion logam berat bahkan laju pertumbuhan mikroalgae tersebut akan menurun tanpa hadirnya ion logam berat pada media kulturisasinya.
Table 3 Studi banding biosorpsi dan adsorpsi ion logam berat antara immobilized nonliving cells dengan immobilized living cellsa Adsorpsi menggunakan immobilized non-living biomass Keuntungan l Tidak tergantung pada pertumbuhan sel, nonliving biomassa tidak berpengaruh pada terbatasnya sifat toksistiti dari ion logam berat serta tidak memerlukan nutrisi. l Proses tidak diatur oleh sifat fisik saja l Pemilihan teknik immobilisasi tidak tergantung oleh terbatasnya tingkat toksisitas dan thermal inactivation. l Sangat cepat dan efisien; biomassa memiliki behavior setara dengan penukar ion. l Logam dapat segera dipisahkan dari biomassa dan direkoveri kembali. l Sistem mudah dirancang dengan perhitungan matematis. Kerugian l Sangat cepat jenuh. l Proses adsorpsi sensitive terhadap pH dan spesifikasi logam. l Tidak berpotensial mendegradasi sampai ke bentuk organometallic species. l Tidak berpotensial untuk pengembangan proses biologis sepanjang sel tidak dapat bermetabolisme.
Biosorpsi menggunakan immobilized living cells Keuntungan l Walaupun setiap sel dapat jenuh, namun sel memiliki kemampuan meregenerasikannya sendiri berdasarkan kemampuan pertumbuhannya. l Logam disimpan dalam kondisi kimia labil dan memiliki sensitivitas kecil pada spontaneous desorption. l Aktivitas metabolisme dinilai ekonomis dalam upaya mencapai perubahan valensi atau degradasi organometallic compounds melalui tahapan multi-enzyme. l Sangat berpotensial bagi isolasi mutan atau manipulasi genetik untuk pengembangan strain baru. l Dua atau lebih mikroorganisme dapat digunakan bersamaan.
Kerugian l Tergantung dengan tingkat toksisitas logam terhadap sel, bahkan ada sel yang tidak tahan pada konsentrasi logam yang rendah sekalipun. l Proses juga tergantung oleh sifat fisik. l Membutuhkan nutrien bagi pertumbuhan sel. l Sel dapat berupa ikatan komplek logam bila dikembalikan dalam bentuk cairan. l Logam tidak dapat segera dipisahkan dari biomassa karena ikatan intraselularnya. l Sistem sulit dirancang secara matematis
a Modifikasi dari ref. [24, 25] Waktu tinggal dan waktu kontak juga merupakan variable yang sangat berpengaruh terhadap desain proses bioremoval, termasuk ke dalamnya immobilisasi sel, pH dan konsentrasi biomasa. Penggunaan sel hidup menawarkan sejumlah kelebihan, sementara itu secara praktis biomassa dikemas dalam bentuk powder atau dikulturisasikan pada operasi terpisah sebelum digunakan. Dengan kondisi ini pemilihan penggunaan metode immobilisasi dinilai lebih menguntungkan. Augusto da Cocta dkk [25] melaporkan
7
Chlorella homospaera yang diimobilisasikan pada alginate menghasilkan sistem yang baik untuk mereduksi kadmium, seng dan emas dari suatu perairan yang tercemar. Dengan inisial konsentrasi logam beratnya berkisar 20-27 ppm, Cd dan Zn dapat direduksi sebesar 99% dalam jangka waktu 60 menit dan 90% tereduksi setelah 30 menit. Wilkinson dkk [26] melaporkan sel immobilisasi dari Chlorella emersonii dapat mengakumulasikan merkuri lebih tinggi dibandingkan dengan sel tanpa immobilisasi. Untuk menambah pembedaharaan pengetahuan kita tentang bioremoval ion logam berat ini, keuntungan dan kerugian proses immobilisasi mikrooragnisme masing-masing dirangkumkan pada Tabel 3. Proses pemisahan dan pengrekoverian merupakan proses pemisahan biomassa dari air terpolusi setelah pengolahan serta berkenaan dengan proses eluting bound logam berat dari suatu biomassa. Proses sentrifugasi dan filtrasi yang saat ini rutin dilakukan di laboratorium dinilai tidak praktis bila diterapkan pada proses industri, sehingga penerapan immobilisasi mikroorganisme yang dipaking pada suatu kolom dipandang sangat praktis untuk digunakan. Suatu metode alternatif juga dapat digunakan di mana mikroorganisme melakukan immobilisasi sendiri sebagai biofilm pada suatu media yang mempunyai porositas yang besar seperti pasir, batuan, sponges dan lain-lain. Sistem immobilisasi sangat cocok untuk non-destructive recovery, dimana setelah logam berat dimasukkan, logam tersebut dapat berkontak dengan sejumlah material padatan dan selanjutnya mudah tertarik ke luar bersama sebagian kecil cairan untuk proses rekoveri dan pembuangan. Idealnya, proses bioremoval yang melibatkan immobilisasi sel akan mudah direkoveri dan digunakan kembali untuk pengikatan ion logam oleh biomass. Proses ini biasanya akan tercapai tergantung dengan jumlah eluting metal chelator, tinggi atau rendahnya pH larutan, atau larutan garam untuk mereduksi ikatan ion logam. Pembuangan limbah merupakan aspek yang terpenting dari suatu proses bioremoval, walaupun issue ini sebenarnya diabaikan oleh beberepa literature yang menekankan bahwa proses biologis dapat menengahi proses removal ion logam berat dari suatu limbah. Disamping itu terjadi banyak masalah yang menyangkut dengan lahan dan lautan dalam pembuangan lumpur yang mengandung ion logam berat sehingga metode yang ramah lingkungan sangat diperlukan untuk dikembangkan. Penggunaan biomassa memiliki beberapa pandangan attractive berkenaan dengan rekoveri dan buangan ikatan logam, termasuk di dalamnya; pertama, pada banyak kasus, logam yang berikatan dapat di elute dan biomassa dapat digunakan kembali untuk beberapa siklus proses; dan kedua, biomassa yang berikatan dengan logam berat dapat di reduksi dengan menggunakan sistem pengeringan. Tentu saja, pada akhirnya pertimbangan ekonomis sangat penting untuk diperhatikan dalam mengevaluasi seluruh proses. Produksi biomassa suatu mikroorganisme, khususnya mikroalga diakui lebih mahal biayanya. Dua jenis alga Chlorella vulgaris dan Spirulina yang biasa diproduksi secara komersial di Meksiko, Israel, Thailand dan U.S tersedia dengan biaya produksi $ 10-20 per kg. [4] Namun demikian, produksi dalam jumlah besar dapat menekan biaya produksi. Ketika rekoveri logam berat dilakukan dengan pertimbangan ekonomis, maka perlu juga dipertimbangkan pendekatan secara teknis yang menyangkut mekanisme akumulasi logam berat dengan menggunakan mikroorganisme. Sangat memungkinkan menggunakan metode non-destractive yang membutuhkan regenerasi biomass untuk penggunaan berikutnya. 5. Kesimpulan Tulisan ini memberikan pandangan dan kajian luas menyangkut perkembangan yang cepat di bidang bioremoval yang melibatkan mikroorganisme. Bioremoval merupakan pendekatan yang potensial dan secara ekonomis layak digunakan untuk teknologi removing dan rekoveri ion logam berat dari suatu cairan tercemar. Pemilihan yang terbaik dari beberapa variable dan parameter sebagai fundamental dasar desain dan operasi sangat dibutuhkan untuk mendapatkan aplikasi terbaik bagi proses bioremoval dalam merekoveri logam berat di lingkungan. Penggunaan proses imobilisasi mikroorganisme sangat mampu dan menjanjikan beberapa kelebihan-kelebihan. Teknologi yang melibatkan mikroorganisme dalam mengatasi permasalahan lingkungan masih dalam pengembangan dan masih banyak pekerjaan yang dibutuhkan ke arah itu. Hanya penelitian-penelitian dan kajian-kajian yang berkesinambungan dapat menentukan proses terbaik untuk menjawab permasalahan ion logam berat di lingkungan.
8
Daftar Kepustakaan [1] M. Wainwright, An Introduction to Fungal Biotechnology, John Willey and Sony and Sons (1992), pp. 81-101 [2] F. Elgersma, J. N. Schinkel and M. P. C. Weijnen, Improving Environmental Performance of a Primary Lead and Zinc Smelelter, In: Heavy Metals, R. Allan U. Forstner and W. Salmons (eds.), Springer (1995), pp. 193-207 [3] V. Novotny, Diffise Sources of Pollution by Toxic Metals and Impact on Receiving Waters, In: Heavy Metals, R. Allan U. Forstner and W. Salmons (eds.), Springer (1995), pp. 34-64 [4] C. Vilchez, I. Garbayo, M. V. Lobato, and J. M. Vega, Enzy. and Microb.Technol. 20, 562-572 (1997) [5] E. W. Widle and J. R. Benemann, Biotech. Adv. 11, 781-812 (1993) [6] Nora F. Y. Tam, Yuk-Shan Wong and Craig G. Simpson, Removal of Copper by Free and Immobilized Microalgae, Chlorella vulgaris, In: Water Treatment with Algae, Yuk-Shan and Nora F. Y. Tam (eds.), Springer-Verlag and Landes Bioscience (1998), p. 17 [7] R. O. Jenkins, P. J. Craig, D. P. Miller, L. C. A. M. Stoop, N. Ostah and T. A. Morris, Appl. Organometal. Chem. 12, 449-445 (1998) [8] S. Maeda, Safety and environmental effects. In: The chemistry of organic arsenic, antimony and bismuth compounds, S. Patai (ed), John Wiley and Sons, New York, 1994, pp. 725-758; and references therein. [9] G. Prasad, Removal of arsenic (V) from aqueous systems by adsorption onto some geological materials, In: In: Arsenic in The Environment Part I; Cycling and Characterization, J. O. Nriagu (ed), John Willey and Sons (1994) p. 134 [10] S. Maeda, Biotransformation of arsenic in the freshwater environment. In: Arsenic in the Environment Part I: Cycling and Characterization, J. O. Nriagu (ed), John Wiley and Sons, New York, 1994, pp. 155-187 [11] R. W. Fairbridge and C. W. Finkl Jnr., The Encyclopedia of Soil Science Part 1, Dowden, Hutchinson and Ross Inc., p. 388 [12] V. SH. Barchan, E. F. Kovnatsky and M. S. Smetannikova. Water, Air, and Soil Pollution, 103, 173195 (1998) [13] N. V. Ashley and D. J. W. Roach, J. Chem. Biotechnol. 49, 381-394 (1990) [14] S. Maeda and T. Sakaguchi, Accumulation and detoxification of toxic metal elements by algae. In: Introduction to Applied Phycology, I. Akatsuka (ed), SPB Academic Publishing bv, 1990, pp. 109136; and references therein. [15] E. Zoelverdi, Gatra, 49/II (1996) [16] D.E. Malchow, A. W. Knight, K. J. Maier, Arch. Environ. Contam. Toxicol. 29, 104-109 (1995) [17] G. M. Gadd, Biotechnology Vol. 6 (H. J. Rehm, ed.), Verlagsgesellschaft, Weinheim (1988), pp. 401433 [18] Y. Sag and T. Kutsai, Chem. Eng. J. and Biochem. Eng. J. 60, 181 (1995) [19] Jose. T. Matheickal and Qiming Yu, Wat. Sci. and Tech. vol. 34(9), 1-7(1996) [20] Suhendrayatna, A. Ohki, T. Kuroiwa, S. Maeda, Appl. Organometal. Chem. 13, 128 (1999) [21] A. Nakajima, T. Horikoshi, and T. Sakaguchi, European J. Appl. Microbio. Biotecnol. 12, 76-83 (1981) [22] Z. Aksu and T. Kutsal, J. Chem. Tech. Biotecnol. 52, 109-118 (1991) [23] S. Maeda and A. Ohki, Bioaccumulation and Biotransformation of Arsenic, Antimony, and Bismuth Compouds by Frehwater Algae, In: Water Treatment with Algae, Yuk-Shan and Nora F. Y. Tam (eds.), Springer-Verlag and Landes Bioscience (1998), pp. 73-92 [24] L. E. Mascaskie, J. Chem. Tech. Biotechnol. 49, 357-379 (1990) [25].P. K. Robinson, Immobilized Algal Technology for Wastewater Treatment Purposes, In: Water Treatment with Algae, Yuk-Shan and Nora F. Y. Tam (eds.), Springer-Verlag and Landes Bioscience (1998), p. 1 [26] A. C. Augusto da Costa and S. G. F. Leite, Biotech. Lett. 13-8, 559-562 (1991) [27] S. C. Wilkinson, K. H. Goulding and P. K. Robinson, Biotech. Lett. 11-12, 861-864 (1989) [28] D.S. Wales and B. F. Sagar, J. Chem. Biotechnol. 49, 345-355 (1990) [29] N. Yoshida, Y. Murooka and K. Ogawa, J. Ferment. Bioeng. 85-6, 630-633 (1998)
9